Islam mendidik umatnya untuk senantiasa hidup bersih. Ada banyak dalil, baik al-Qur’an dan hadis, yang memerintahkan manusia untuk hidup bersih. Misalnya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS: Al-Baqarah ayat 222)
Anjuran tentang kebersihan juga banyak ditemukan dalam kitab-kitab fikih, khususnya dalam bab Thaharah (bersuci). Hal ini sebagaimana yang ditegaskan KH. Ali Yafie, bersuci tidak hanya untuk kepentingan shalat. Lebih dari itu, bersuci mengajarkan agar kita selalu bersih dan membersihkan lingkungan dari kotoran.
Karenanya, Islam melarang manusia untuk mengotori dan mencemari lingkungan. Yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan (talawwuts al-bi’ah) adalah tindakan yang dapat mengurangi kualitas dan kuantitas lingkungan. Di zaman modern, pencemaran lingkungan lebih banyak disebabkan oleh penggunaan teknologi secara berlebihan, seperti polusi udara, pembuangan limbah pabrik ke sungai ataupun laut, dan lain-lain.
Etika dan adab bersuci yang tertera dalam kitab fikih mesti dikontekstualisasikan dalam kehidupan modern. Apalagi dahulu tindakan yang dapat mencemari lingkungan itu hanya sebatas buang hajat di tempat tergenang atau pohon rindang, maka untuk konteks sekarang pabrik-pabrik industri yang mengeluarkan limbah dan asap juga bisa dikategorikan dengan merusak lingkungan.
Dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW menganggap orang yang buang hajat di tempat umum yang bisa menganggu kenyamanan orang lain sebagai tindakan terkutuk. Dengan demikian, bisa dikatakan mereka yang membangun pabrik-pabrik industri yang kemudian tidak mengindahkan aturan-aturan lingkungan, ini juga termasuk perbuatan yang “terkutuk”. Sebagaimana hadis Nabi SAW tentang larangan kencing di tempat umum.
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda takutlah kalian terhadap dua hal yang terkutuk. Sahabat bertanya, ‘Apakah dua hal yang terkutuk itu?’ Rasulullah SAW menjawab, ‘Orang yang buang air di jalan umum atau orang yang buar air di tempat orang berlindung’” (HR: Muslim)
Karena dampak yang disebabkan limbah pabrik misalnya, tentu lebih berbahaya dibanding orang yang buar hajat sembarangan. Seperti kasus yang menimpa warga Lakardowo Mojokerto. Ada banyak bayi dan anak-anak yang menderita gatal-gatal dan luka-luka gara-gara penimbunan limbah batubara. Pemerintah mestinya menindak tegas pabrik-pabrik yang tidak mengindahkan aturan lingkungan. Karena bahayanya sangat besar bagi masyarakat.