Abu Abdurrahman Hatim bin Unwan atau dikenal sebagai sufi masyhur dengan akhlak yang mulia. Julukan as sham atau ‘si tuli” adalah salah satu contohnya. Karena menjaga persaan seorang perempuan yang bertanya kepadanya, Hatim berpura pura tuli sampai perempuan tersebut meninggal dunia.
Adapun kisahnya tatkala Hatim kedatangan seorang perempuan renta. Ia ingin berkonsultasi dengan hatim perihal masalah agama. Namun tiba-tiba terdengar suara keras yang terdengan dari perempuan tersebut. Ternyata ia buang angin atau kentut, hingga terdengar oleh Hatim. Raut mukanya tampak menahan rasa malu. Merah padam wajahnya. Perempuan tersebut merasa tidak sopan terhadap ulama besar dengan kedudukan yang tinggi di masyarakat.
Mendengar bunyi buang angin itu Hatim tidak beraksi apa-apa. Ulama ini mengerti benar perasaan yang dihadapi oleh perempuan yang ada didepannya. Beliau tetap bersikap dengan wajar. Raut mukanya tampak tak berubah sedikitpun.
Perempuan tersebut kaget, dengan perasaan deg-degan berkata dengan perasaaan malu, “Sebetulnya saya ingin bertanya sesuatu”. Kemudian Hatim pura-pura tidak mendengar dan mengeraskan suaranya,”Ada apa bu?”
“Saya ingin bertanya sesuatu,” jawab perempuan tersebut dengan suara yang lebih keras lagi
“Ada apa ya bu?” tanya Hatim mengulangi pertanyaanya.
“Maaf saya ingin bertanya sesuatu!” jawab perempuan tersebut dengan suara sangat lantang.
“Ooo Anda ingin bertanya. Maaf kalau berbicara tolong suaranya dikeraskan karena pendengaran saya kurang bagus. Saya ini tuli,” jawab Hatim dengan suara yang tak kalah lantangnya. Mendengar perkataan Hatim, perempuan itu menjadi lega. Ia mengira hatim benar-benar tuli.
Sejak kisah ini Hatim menjadi orang yang pura-pura tuli demi menjaga perasaan perempuan tersebut. Inilah kisa yang mendasarinya berjuluk “Al-Asham” atau si tuli. Gelar dinisbatkan kepada Hatim selama 15 tahun demi melindungi martabat perempuan hingga meninggal dunia. Selama itu hatim berpura-pura tuli.
Hatim yang lahir di Balkh ini adalah murid dari Syaqiq al-Balkhi. Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali juga meriwayatkan Hatim dalam salah satu kitabnya. Beliau wafat di Baghdad, Irak, tahun 852 M atau 237 H. Inilah Hatim ulama yang sangat menjaga martabat dan menghormati perempuan.