Ulama Kok Jadi Pembicara Di Vatikan?  

Ulama Kok Jadi Pembicara Di Vatikan?  

Sebenarnya untuk apa sih Ulama kita ke Vatikan?

Ulama Kok Jadi Pembicara Di Vatikan?   
Gus Yahya dari Nahdlatul Ulama saat berjumpa dengan Paus Franciscus beberapa tahun yang lalu

“Adalah harapan terbesar saya bahwa Anda dapat bergabung dengan kami untuk mendiskusikan agama-agama kita sebagai landasan menuju perdamaian. Upaya yang akan kami lakukan hanya mungkin terwujud dengan kehadiran Anda.” Samuel D Brownback, Duta Besar Keliling Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama.

“Kepemimpinan Anda yang mendunia dalam humanitarian Islam dan kegigihan Anda untuk mewujudkan tindakan-tindakan nyata akan sangat memperkaya Abrahamic Faiths Initiative serta implementasi dan dampak globalnya.” Pastor Bob Roberts atas nama Multi-Faith Neighbours Network.

Dua kalimat di atas adalah petikan dari surat undangan yang dikirimkan untuk Gus Yahya untuk menjadi pembicara dalam Pertemuan Tingkat Tinggi Agama-agama Ibrahim di Vatikan pada 14-17 Januari 2020. Saya merinding membacanya. Saat ini kita benar-benar baru menyadari bahwa, Indonesia punya Ulama kaliber dunia yang Concern pada soal Humanitarian Islam dan perdamaian dunia.

Gus Dur memang sudah wafat, meninggal sebagai seorang humanis, namun harapan untuk keberlanjutan pemikiran dan tindakan nyatanya untuk kemanusiaan dan perdamaian dunia tak akan padam. Gus Dur telah menyiapkan murid-muridnya untuk itu, dan salah satunya adalah KH, Yahya Cholil Staquf.

Kemarin Gus Yahya berbicara dalam pertemuan tersebut sebagai perwakilan dari agama Islam bersama Syaikh Abdul Karim Khasawneh, Grand Mufti Yordania, Syaikh Abdullah Bin Bayah dari Dewan Fatwa Uni Emirat Arab, Sayyed Yousif Al Khoei, Direktur Pusat Studi Akademik Syiah di Inggris, Imam Hassan Qazwini dari Institut Islam Amerika di Michigan dan Dr Ingrid Mattson, profesor dari University of Western Ontario, Kanada.

Lihat saja nama-nama yang bersama Gus Yahya, sekali lagi kita patut berterimakasih kepada Gus Dur, salah satu muridnya kini telah meneruskan langkah ide pemikiran, gagasan dan tindakan nyata tentang Humanitarian Islam dan perdamaian bagi dunia.

“Sudah terlalu lama umat manusia menunggu para tokoh agama bicara sejujur-jujurnya tentang masalah-masalah yang nyata-nyata sedang menimpa umat manusia dewasa ini, termasuk permusuhan dan konflik yang bengis di antara kelompok-kelompok berbeda agama,” Gus Yahya

Kita lantas bertanya, apa yang dibicarakan di sana? Tentang kegelisahan yang sebenarnya adalah kegelisahan dunia saat ini, dimana agama seringkali dijadikan sebagai identitas kelompok untuk bersaing dan bertarung melawan kelompok yang dianggap berbeda, padahal agama diturunkan ke bumi untuk menolong umat manusia mencari jalan keluar dari segala permasalah yang ada.

Memang untuk hanya seksdar deklarasi saja tidak cukup, harus dilakukan langkah yang nyata bahwa penyelesaian konflik yang terjadi di dunia tidak harus diselesaikan dengan pendekatan militer dan ekonomi, namun ada jalan lain yang penuh damai yang seharusnya membawa solusi bagi berbagai konflik yang terjadi, yakni agama.

Indonesia patut berbangga. Salah satu Ulamanya sudah bisa berbicara lantang tentang humanitarian dan perdamaian dunia di level internasional dan memberikan langkah-langkah kongkrit agar agama kembali ke hakikat diturunkannya ke bumi, yakni untuk membantu umat manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya.

Namun butuh nyali besar bagi Gus Yahya. Kadang cita-cita besarnya untuk dunia dicibir bahkan dicaci maki oleh mereka yang picik dan kerdil pikirannya, seperti misal beberapa bulan kemarin saat diundang oleh The Israel Council on Foreign Relations untuk memberi kuliah di memberi kuliah di Institut Medellin. Banyak orang  lantas berteriak; Gus Yahya Pro Israel, Gus Yahya antek Yahudi dan sebagainya.

Namun biarkan saja, banyak orang  mungkin hanya sampai pada pemahaman bahwa jika kita ke Israel, apapun tujuan dan kepentingannya, maka kita tidak Pro atas Palestina. Padahal Gus Yahya  berbicara tentang bagaimana agama-agama menjadi solusi dari berbagai konflik yang terjadi.

Gus Dur pasti tersenyum, muridnya telah dan akan terus meneruskan cita-cita besarnya, bahwa humanitarian Islam dan perdamaian dunia, serta cita-cita kita bersama bahwa agama sebagai pembawa damai bisa menjadi solusi bagi konflik yang terjadi di dunia ini.