At Tustari Menjadi Sufi Sejak Kecil

At Tustari Menjadi Sufi Sejak Kecil

At Tustari Menjadi Sufi Sejak Kecil

Dikisahkan Sahl bin Abdullah at-Tustari ketika saat itu berumur 3 tahun. Ia sering bangun malam melihat pamannya Muhammad bin Siwar yang sedang melakukan qiyamullail (shalat malam). Pamannyalah yang membangunkan Tustari kecil sambil berkata, “Bangunlah nak, lihatlah, hati ini sangat sibuk mengingat Allah!’ Saat pamannya melakukan salat malam, at Tustaripun hanya terdiam dan bertanya dalam hati. Kemudian pamannya berkata kepada keponakannya itu, ”Mengapa kamu tidak berdzikir kepada Allah yang telah menciptakanmu.” Mendengar pertanyaan itu, At Tustari kecil kaget dan bertanya, “Bagaimana caranya aku berdzikir kepada Allah?’

Kemudian pamannya menjawab,” Ucapkanlah, Allah senantiasa bersamaku, Allah senantiasa melihatku dan Allah senantiasa memperhatikanku, ucapkanlah bacaan itu 3 kali pada setiap malam.” Kemudian saran pamannya itu dilakukan oleh At Tustari kecil. Melihat istiqomahnya as Tustari, pamannya kemudian menganjurkannya bacaan yang sama sebanyak 7 kali dan anjuran pamannyanya diamalkan dalam beberapa malam. Hingha akhirnya sang paman menganjurkan membaca sebanyak 11 kali. Saat mengamalkan yang terakhir ini tiba-tiba At Tustari merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ia merasakan manisnya berdzikir. Setelah satu tahun melakukan amalan tersebut, pamannya berkata,” Hapalkan terus apa yang saya ajarkan kepadamu dan berdzikirlah dengan istiqomah sampai kamu masuk liang kubur. Sesungguhnya dzikir bermanfaat bagimu dunia dan akhirat.

Abdurrahman bin Muhammad pengarang kitab Shifatul Auliya’ wa Maratibul Ashfiya’ meriwayatkan bahwa Sahl sudah terbiasa berdzikir kepada Allah sejak usia 3 tahun. Terbiasa puasa sejak usia 5 tahun hingga wafatnya. Bernama lengkap Abu Muhammad Sahal bin Abdulllah At Tustari adalah tokoh sufi yang yang lahir di Tustar Persia . Sufi ini hidup antara 283-200 H/ 815-896 M. Dikenal sebagai ulama yang wara dan mempunyai banyak keutamaan dalam muamalat. Dalam sebuah riwayat disebutkan dirinya sudah memulai bepergian jauh untuk menuntut ilmu sejak umur 9 tahun. Ada yang mengatakan bahwa sudah hafal Al Quran pada umur 6 tahuh. Pada umur 12 tahun sudah biasa memberikan fatwa tentang msalah-masalah zuhud dan wara’ kedudukan iradah,fiqih ibdah dan lain sebagainya.

Dalam Risalah Al Qusyairiyah diriwayatkan bahwa suatu hari pamannya menasehati At Tustari.“ Wahai Sahal jika seseorang merasa bahwa Allah Yang Maha Agung selalu melihat dan menyaksikannnya, maka apakah ia akan durhaka (bermaksiat) kepadaNya? Jauhilah maksiat,” kata pamannya. Mendengar wejangan tersebut At Tustaripun kemudian menempuh jalan khalwat atau menyepi. Melihat keadaan itu, keluarganyapun kemduian mengirim At Tustari ke sebuah madrasah. Melihat kenyataan itu At Tustaripun merasa sedih dan berkata,” Sungguh saya takut jika akan mengamali banyak kesedihan.” Pihak keluarganya memberikan alasannya lagi dengan memberitahukan bahwa dirinya hanya belajar satu jam saja.

Kebiasan sejak kecil yang sangat menonjol adalah puasanya. At Tustari menuturkan bahwa dirinya berpuasa setiap hari mulai umur 12 tahun. Suatu saat ia mempunyai pertanyaan dan meminta keluarganya untuk mengirimkan ke Basrah, Iraq. At Tustaripun mendatangi beberapa ulama di kota tersebut. Namun saya tidak ada jawaban yang memuaskan dirinya. Hingga akhirnya pergi ke Abadan dan bertemu dengan Abu Habib Hamzah bin Abdullah Al Abadani. At Tustari pun bertanya kepadanya dan mendapatkan yang benar. Akhirnya bergulural At Tustari pada Abu habib hamzah bin Abdullah.Ketika menuntut ilmu di Abadan, At tustari mematasi makannya. Bahkan dengan uang satu dirham dirinya bisa mencukupi kebutuhan makan selama setahun. Hari harinya diisi dengan puasa . Bahkan selama 26 hari hanya sahur sekali.

Ada sebuah kisah menarik tentang akhlak At Tustari ini. Dalam buku Qashasus As Sholikhin karya Dr Mustafa Murad dikisahkan bahwa At Tustari mempunyai tetangga yang beragama Majusi. Kebetulan tetang tersebut tinggal di atas tempat tinggalnya. Tetapi si tetangga tidak pernah menyadari bahwa kamar mandinya bocor sehingga setiap hari menetes di rumah At Tustari dan ditampunya di emer. Setiap malam At tustari mebuangnya. Memilih waktu malam agar orang lain tidak melihatnya dan tetangganya tidak malu.

Pada suatu hari At tustari sakit dan tetangganyapun datang menjenguk. Iapun melihat ada yang menetes dari arah kamar madinya. Tetesan yang besar itu meluncur deras di ember besar At Tustari. “ Tetesan apa ini,” tanya sang tetangga. “ Ini adalah air kotor yang menetes dari kamar mandimu yang bocor. Aku membuangnya kala malam tiba. Hal itu kulakukan cukup lama. Hanya aku khawatir ketika telah tiada orang yang menempati rumah ini tidak dapat menerimanya. Bagaimana pendapatmu?’

Mendengar jawaban tersebut, tetaangga itupun terkesiap. Iapun berkata,” Wahai syikh, engkau bergaul denganku sudah cukup lama. Sedang aku hidup dalam kekufuran. Ulurkan tanganmu, aku bersaski tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah