Tragedi Karbala

Tragedi Karbala

Tragedi Karbala

Tanggal 10 Muharram (Asyura) tahun 680 M juga adalah hari sangat bersejarah bagi kaum muslimin, terutama di kalangan muslim Syi’ah (pengikut Ali bin Abi Thalib). Ia diperingati sebagai hari perkabungan dunia. Hari itu Husein, cucu Nabi Muhammad, putra Ali bin Abi Thalib, orang muda yang jujur dan berhati polos, terbunuh secara tragis.
.
Suatu hari Husein diundang untuk datang ke Irak oleh warga Kufah yang berjanji mendukung kekuasaanya, untuk menggantikan kakaknya Hasan bin Ali. Dia datang bersama keluarganya dan sejumlah pengikutnya. Di Karbala, beberapa kilometer dari Kufah tentara Yazid bin Muawiyah dalam jumlah besar segera menghadangnya. Perang tak sebanding berlangsung sengit. Husein dan semua anggota keluarganya, kecuali Zainal Abidin Al-Sajjad, dibantai. Tubuh Husein hancur, terpotong-potong. Kepalanya dipisahkan dari tubuhnya.

Kepala ini lalu dibawa ke Damaskus, dan dipersembahkan kepada Yazid, sang Khalifah ketika itu. Ia menggantikan ayahnya : Mu’awiyah bin Abi Sufyan, pendiri dinasti Umayyah. Yazid kemudian menyerahkannya kepada Zainab yang telah diusirnya ke Mesir. Saudara perempuan Husein ini lalu menguburkannya di Kairo. Kuburan itu berada di tempat yang kini dikenal dengan Masjid Husein. Sementara tubuhnya dikubur di Karbala, Irak.
.
Peristiwa Karbala dikenang sepanjang masa oleh muslim Syi’ah sebagai sebuah tragedi kemanusiaan terbesar. Sampai hari ini jutaan kaum Syi’ah di seluruh dunia memperingatinya sebagai hari duka nestapa. Mereka mengekspresikan keikutsertaannya dalam duka, dengan memukul-mukul tubuhnya sendiri sampai luka atau berdarah-darah. Hari besar 10 Muharram ini merupakan ritus keagamaan terpopuler dan paling besar dalam tradisi kaum Syiah. Sebagian daerah di Indonesia memperingatinya melalui apa yang disebut dengan tradisi Tabot.
.
Di Kairo, Mesir ada masjid Husein berdampingan dengan masjid Al-Azhar. Sebagian kaum Syi’ah meyakini bahwa sebagian tubuh Husein dikubur di sana. Sampai hari ini kuburan itu diziarahi banyak orang, laki-laki dan perempuan, setiap hari. Di tempat itu mereka berdoa dan menangisi Sayyid Husein. “Waa Husaynaaah….. Waa Husaynaaah” (duhai Husein…. Duhai Husein). Suara-suara tangis itu memang memilukan hati. Mereka mencintai cucu Rasulullah saw.
.
Kaum Sunni juga mencintai cucu Rasulullah ini demikian pula anak-anak dan menantu beliau ; Ali bin Abi Thalib. Mereka selalu menyanyikan bait-bait yang berisi puji-pujian bagi mereka. Ketika aku kecil, kakekku sering menyanyikannya di surau dan ketika menjenguk kami yang sakit. Katanya : “Nyanyian ini bisa menjadi obat untuk menyembuhkan sakit panas”.
.

لِى خَمْسَةٌ أُطْفِى بِهَا حَرَّ الْوَبآءِ الْحَاطِمَة
الْمُصْطَفَى وَالْمُرْ تَضَى وَابْنَاهُماَ وَفَاطِمَة
.
Lima orang kekasihku
Berkat mereka sakit panasku sembuh
Al-Musthafa (Muhammad Saw)
Al-Murtadha (Ali bin Abi Thalib)
Dua orang anaknya : Hasan dan Husein
Dan Fatimah

Cirebon, 24-Nopember 2012