Tradisi Berkunjung Saat Lebaran, Bagaimana Hukumnya?

Tradisi Berkunjung Saat Lebaran, Bagaimana Hukumnya?

Tradisi Berkunjung Saat Lebaran, Bagaimana Hukumnya?
Ilustrasi: muvila.com

Selain merayakan kemenangan melawan hawa nafsu paska sebulan berpuasa, salah satu hikmah lebaran juga sebagai momen untuk berkumpul dengan keluarga, sanak saudara dan masyarakat sekitar.

Tentu kesempatan ini sangat ditunggu. Apalagi bagi mereka yang tinggal jauh dari kampung halaman, lebaran merupakan kesempatan yang tepat untuk kembali mempererat tali silaturrahmi.

Pada kesempatan itu, hampir semua keluarga saling mengunjungi kediaman orang yang mereka kenal. Dimulai dari menyisir tetangga lingkungan sekitar rumah.

Biasanya, orang yang dihormati seperti Kiai, guru ngaji, dan ustadz yang berjasa membentuk pondasi agamanya selalu diutamakan. Kemudian berlanjut pada kenalan dan handai taulan yang tinggal agak jauh. Bahkan, beda kotapun tak jadi hambatan.

Di negara kita, hal tersebut telah menjadi tradisi yang mendarah daging sejak zaman nenek-moyang. Demi menghormati tradisi tersebut, pemerintah menetapkan hari libur untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin pulang kampung. Namun benarkah hal itu hanyalah tradisi nenek moyang tanpa didasari anjuran agama?

Saling berkunjung merupakan salah satu bentuk silaturahmi yang jamak kita temui. Dengan didasari rasa cinta, seseorang tanpa merasa keberatan akan pergi mengunjungi rumah saudara dan handai taulannya. Lebih jauh, mencintai saudara menjadi ciri kesempurnaan iman seorang muslim. Mengenai ini, Rasulullah bersabda:

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Dari Anas bin Malik ia berkata, Rasulullah bersabda: Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya sendiri sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (HR. Bukhari, Muslim)

Tak heran jika Rasulullah menyampaikan keutamaan saling berkunjung bagi kaumnya, terlebih pada saudaranya sendiri. Sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ أُخْرَى، فَأَرْصَدَ اللهُ لَهُ، عَلَى مَدْرَجَتِهِ، مَلَكًا فَلَمَّا أَتَى عَلَيْهِ، قَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: أُرِيدُ أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ، قَالَ: هَلْ لَكَ عَلَيْهِ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا؟ قَالَ: لَا، غَيْرَ أَنِّي أَحْبَبْتُهُ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ: فَإِنِّي رَسُولُ اللهِ إِلَيْكَ، بِأَنَّ اللهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ

Sesungguhnya seseorang mengunjungi saudaranya yang berada di desa lain. Lalu Allah mengutus malaikat padanya di jalan yang akan dia lalui. Malaikat itupun bertemu sembari bertanya “Kemana kau akan pergi?” Orang tersebut menjawab “Aku hendak menemui saudaraku yang ada di desa ini.” Malaikat kembali bertanya “Apakah ada suatu nikmat yang diberikan padamu berkat dia?” Ia menjawab “Tidak, aku hanya mencintainya karena Allah.” Malaikat bertanya “sesungguhnya aku adalah utusan Allah untukmu, sungguh Allah benar-benar mencintaimu sebagaimana kau mencintai saudaramu.” (HR. Muslim)

Merujuk pada hadis tersebut, Imam Nawawi sangat menganjurkan kita untuk mengunjungi orang-orang shalih, saudara, tetangga, sahabat, kerabat, dan memuliakannya serta memperlakukannya dengan baik.

Dengan begitu, menyambung tali silaturahmi pada dasarnya sangat dianjurkan dalam keadaan apapun dan momen apapun. Terlebih jika hal tersebut dilakukan saat momen istimewa, lebaran misalnya.

Namun, Imam Nawawi menyarankan agar kita berkunjung pada waktu yang wajar dan tidak mengganggu tuan rumah, serta menampakkan wajah cerah penuh kebahagiaan, bukan berwajah masam dan menunjukkan kemarahan.

Dalam Shahih-nya, Imam Bukhari juga mengisahkan bahwa Salman Al Farisi pernah mengunjungi Abu Darda’. Dan Rasulullah sama sekali tak melarangnya.

Rasulullah juga sering melakukan hal yang sama terhadap para sahabatnya. Biasanya, beliau berkunjung pada waktu dhuha, yaitu ketika pagi menjelang siang. Dalam kitab yang sama, dikisahkan bahwa Rasulullah pernah mengunjungi kaum Anshar. Setibanya di rumahnya, beliau menikmati sajian yang disuguhkan tuan rumah. Saat hendak pulang, beliau meminta disiapkan sebuah tempat di rumah tersebut untuk mendirikan shalat. Setelah itu, beliau mendoakan tuan rumahnya.

Maka, tradisi saling berkunjung saat momen lebaran bukan semata-mata tradisi dari nenek moyang kita dan bukan bid’ah. Sebab Rasulullah juga melakukan hal yang sama. Lebih jauh, Ibnu Baththal berpendapat bahwa saling berkunjung dapat menambah rasa cinta serta memperkokoh persahabatan dan kasih sayang.

Wallahu a’lam.