Titik Temu Al-Quran dan Kitab-Kitab Terdahulu

Titik Temu Al-Quran dan Kitab-Kitab Terdahulu

Baik Al-Quran maupun kitab-kitab terdahulu merupakan syariat, yakni keduanya memiliki tujuan yang sama.

Titik Temu Al-Quran dan Kitab-Kitab Terdahulu

Menurut tradisi Muslim, Muhammad Ibn Abdullah menerima wahyu dari Tuhan melalui Malaikat Jibril. Wahyu itulah  yang kemudian dikenal dengan nama Al-Quran. Sejalan dengan itu Muhammad kemudian diyakini sebagai penutup para nabi dan rasul. Al-Quran sendiri kemudian menjadi kitab yang disucikan, diyakini sebagai kitab petunjuk, dan menjadi syariat bagi kaum Muslim.

Dalam bingkai kesejarahan kitab-kitab suci umat beragama, selain Al-Qur’an yang diyakini sebagai syariat, sebagaimana dikatakan al-Syahrastani> dalam al-Milal Wa al-Nahl  mereka yang mengaku mempunyai syariat, paling tidak terbagi menjadi dua kelompok.

Kelompok pertama adalah mereka yang memang mempunyai kitab suci seperti Taurat dan Injil dan kelompok kedua adalah mereka yang mempunyai kitab serupa dengan kitab suci, seperti kaum Majusi dan Manu yakni S{uh}uf  Ibrahim.

S{uh}uf Ibrahim dipercaya sebagai salah satu wahyu Tuhan yang disampaikan kepada nabi-Nya Ibrahim as. Berdasarkan riwayat Abu Zar, Ibrahim As. menerima sepuluh S{uh}uf yang berisi hal-hal terkait keimanan kepada Allah Swt dan berbagai tuntutan bagi manusia dalam menata kehidupan dan interaksi duniawi antar sesama mereka, tuntutan bagi pembentukan akhlak luhur pada setiap pribadi dan pembentukan keluarga-keluarga yang saleh, larangan mencuri, memakan riba, berzina, membunuh, dan sanksi-sanksi bagi para pelanggarnya, hukum waris, dan keharusan meyantuni orang-orang fakir dan miskin.

Selain S{uh}uf Ibrahim, Taurat, Zabur, dan Injil juga diyakini sebagai kitab-kitab terdahulu yang turun sebelum Al-Quran. Kenyataan ini misalnya dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 3.

Dalam ayat tersebut Al-Qur’an menyebutkan bahwa Allah telah menurunkan Taurat dan Injil. Selain itu, dalam ayat lain, yakni surah An-Nisa 163, Al-Quran juga mengatakan bahwa telah diberikan Zabur kepada Daud As.

Sebagai wahyu pamungkas, Al-Quran, sejalan dengan fungsi Nabi Muhammad Saw. atas para Nabi dan Rasul sebelumnya, sebagaimana dikatakan Nurcholish Madjid, adalah untuk memberi pengesahan kepada kebesaran, kitab-kitab suci, dan ajaran-ajarannya.

Hal itu, lanjut Nurcholish Madjid, tersimpul dari penjelasan tentang kedudukan Al-Qur’an terhadap kitab-kitab terdahulu, yaitu sebagai pembenar (musaddiq), dan penentu atau penguji (muhaimin) di samping sebagai pengoreksi (furqan).

Meski demikian, dalam beberapa ayat, Al-Qur’an juga menyinggung bahwa terdapat perubahan (distorsi) yang dilakukan oleh beberapa orang dari kaum Yahudi dan Nasrani terhadap kitab mereka sendiri. Dalam surah Ali ‘Imran ayat 78 misalnya, diberitakan bahwa mereka telah memutar-mutar lidahnya ketika membaca Al-Kitab padahal ia bukan dari Al-Kitab.

Selain itu, dalam Surah Al-Baqarah ayat 79 juga diberitakan bahwa terdapat orang-orang yang menulis Al-Kitab oleh tangan mereka sendiri, demi mendapat keuntungan atas apa yang mereka lakukan. Bahkan, isu lain  yang juga menyangkut kitab-kitab terdahulu yang kemudian menjadikan keabsahannya diragukan antara lain adalah isu seputar naskh. Turunnya Al-Quran kepada Muhammad dinilai sebagai penghapus syariat yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu.

Dari kenyataan tersebut, sikap Al-Quran tampak ambivalen terhadap kitab-kitab terdahulu. Satu sisi, sebagaimana dikatakan Abdullah Saeed, Al-Quran terkesan mengafirmasi dan menegaskan kebenaran kitab-kitab terdahulu, sementara di sisi yang lain Al-Quran terkesan melontarkan tuduhan atas kitab-kitab terdahulu.

Oleh sebab itu, untuk menjawabnya, polemik ini harus dipahami dalam kerangka bahwa baik Al-Quran maupun kitab-kitab terdahulu merupakan syariat, yakni keduanya memiliki tujuan yang sama.

Secara umum, prinsip-prinsip universal dari tujuan syariat itu sendiri sebagaimana dikenal dalam literatur hukum agama adalah perlindungan atas kebebasan beragama, akal, kepemilikan, keluarga/keturunan, dan kehormatan.

Oleh karena itulah, setidaknya dalam kerangka prinsip-prinsip universal tersebut Al-Quran dan kitab-kitab terdahulu kemudian menemukan titik temunya. Baik Al-Quran maupun kitab-kitab terdahulu, keduanya memiliki tujuan yang sama yakni menjamin keselamatan dan kebahagiaan manusia.