Sebagaimana disepakati oleh para ulama, mushaf utsmani mula-mulanya tertulis tanpa titik huruf, anda ayat, harakat dan tanda wakaf seperti yang kita kenal sekarang. Bahkan untuk menentukan pembeda antar surat hanya diketahui dari basmalah di permulaan masing masing surat.
Keadaan ini bertahan kurang lebih 18 tahun sejak penulisan mushaf usmani. Pada awalnya hal ini tidak menimbulkan kesulitan bagi para sahabat dan tabiin untuk membacanya, mengingat kemampuan bahasa dan fashahah yang mereka miliki.
Tapi, lama-kelamaan muncul kesalahan baca yang diakibatkan tidak adanya titik, harakat dan tanda ayat lainnya. Hal ini mendorong para ulama dan pemangku kekuasaan pada saat itu untuk membantu memudahkan cara membaca mushaf Usmani, khususnya bagi orang-orang yang lemah di bidang bahasa.
Berikut sekilas sejarah perkembangan mushaf:
1. Titik I’rob sampai th 53 H
Orang pertama yang memberi titik pada mushaf adalah Abul Aswad ad-Dualy, beliau memberi titik untuk menandai i’rob kata, baik rafa’, nashab dan jar. Hal ini berawal ketika beliau mendengar seseorang membaca surat at-Taubah ayat 3:
أنّ الله بريء من المشركينَ ورسولِه
(dibaca kasrah pada lam rosuulihi), yang semestinya dibaca Rosuuluhu, tentu saja salah pembacaan ini menyebabkan kesalahan makna yang fatal.
Dalam kitab al-Itqon, Imam Suyuthi menyebutkan penandaan titik i’rob ini sebagai berikut: fathah ditandai dengan titik di atas huruf, dhommah ditandai dengan titik di tengah/di antara huruf, dan kasrah ditandai dengan titik di bawah huruf. Pemberian titik i’rob ini menunjukkan bahwa kebutuhan pengetahuan i’rob mendahului kebutuhan mengetahui perbedaan huruf-huruf yang mirip.
2. Titik Mu’jam (pembeda huruf) sampai th 95 H
Para sejarawan menyebutkan bahwa penambahan titik pembeda huruf terjadi pada masa Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqofi (w. 95 H). Imam al-Askary di kitab Wafyaat al-A’yaan menyebutkan bahwa orang orang membaca mushaf Usman 40 th lebih sampai masa Abdul Malik bin Marwan, lalu muncullah banyak tashiif (kesalahan akibat meletakkan titik yang salah pada kata) di Iraq.
Maka Hajjaj bin Yusuf memerintahkan juru tulisnya untuk menambah titik pada setiap huruf yang mirip. Dan yang menangani tugas ini adalah Nasr bin ‘Ashim.
3. Pemberian Harakat (Tasykiil) sampai th 170 H
Pemberian harakat (Dhommah, Fathah, Kasrah) ini digunakan menggantikan titik i’rob yang pernah digunakan Abul Aswad ad-Du’aly sebelumnya. Dan orang yang menemukan ide harakat pertama kali adalah Kholil al-Farahidy (w 170 H).
4. Pembagian Juz al Quran sampai th 218 H
Mushaf al-Quran mengalami pembagian juz yang beraneka ragam. Hal ini disebutkan oleh Imam Ibnul Jauzy dalam kitab Funuun al-Afnaan sebagai berikut:
a. Pembagian mushaf menjadi 2 juz. Juz pertama dimulai dari al-Fatihah sampai al-Kahfi 74, sedangkan Juz kedua sampai akhir an-Naas.
b. Pembagian mushaf menjadi 3 juz. Juz pertama diakhiri dengan at-Taubah 92, sedangkan juz kedua sampai al-Ankabut 45, dan Juz ketiga sampai akhir an Naas.
c. Pembagian mushaf menjadi 4 juz, 5 juz, 6 juz, 7 juz, 8 juz, 9 juz, 10 juz dan 28 juz bahkan ada yang 60 juz.
d. Pembagian mushaf menjadi 30 juz. Inilah pembagian juz dalam mushaf yang paling terkenal sebagaimana dipakai dalam mushaf kita sekarang.
Diriwayatkan oleh para ulama, pembagian mushaf menjadi beberapa juz ini dipelopori oleh Khalifah al-Ma’mun, di era Dinasti Abbasiyah.
Motivasi dasar pembagian mushaf dalam beberapa juz ini adalah untuk pembelajaran, hafalan dan jatah bacaan harian. Oleh karena itu, pembagiannya pun bermacam-macam.
Wallahu A’lam