Idul Adha sudah menjelang. Namun, hari raya umat Islam yang identik dengan ibadah qurban ini, untuk pertama kalinya akan dirayakan bersamaan dengan masih mengancamnya Pandemi COVID-19. Dengan masa demikian, tentu saja Idul Qurban kali ini harus dihelat secara tak biasa. Bagaimanakah caranya?
Soal ibadah shalat Idul Adha, masyarakat Muslim Indonesia sepertinya sudah pengalaman menghelat kegiatan serupa di masa Pandemi COVID-19. Kurang dari dua bulan lalu, masyarakat muslim Indonesia pernah mengelar ibadah salat Idul Fitri, yang secara ritual keagamaan tak jauh beda dengan ibadah solat Idul Adha.
Namun, Hari Raya Idul Adha ini tak sekedar ibadah shalat Idul Adha, melainkan juga tentang ibadah qurban. Ibadah yang identik dengan sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini, selama ini masih belum pernah dihelat bersamaan dengan masa Pandemi COVID-19. Oleh karena itu, tentu masyarakat Muslim Indonesia harus berpikir bersama, bagaimana dapat menghelat ibadah qurban yang memenuhi protokol kesehatan? Bagaimana memanfaatkan secara maksimal potensi ibadah qurban ini untuk membantu menangani masalah lain yang juga ditimbulkan oleh Pandemi COVID-19, seperti masalah ketahanan pangan?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut sebenarnya cukup sederhana, yaitu pasrahkan penyelenggaraan ibadah qurban pada lembaga-lembaga yang sudah profesional, seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), NU Care—LAZISNU, Lembaga Amal, Zakat, Infaq, dan Shodaqoh Muhammadiyah (LAZISMU), atau Dompet Dhuafa. Mengapa begitu?
Ada beberapa alasan mengapa jawaban sederhana di atas sebaiknya dijadikan alternatif merayakan ibadah qurban di tengah Pandemi COVID-19 yang masih belum menunjukkan tanda-tanda normal. Pertama, pemasrahan penyelenggaraan ibadah qurban pada lembaga-lembaga seperti disebut di atas dapat mengurangi potensi kerumunan. Dalam penyelenggaraan ibadah qurban biasanya, ritual penyembelihan hewan qurban hampir selalu dihelat secara terbuka di masjid-masjid. Ketika proses penyembelihan hewan qurban berlangsung, masyarakat sekitar masjid, terutama anak-anak biasanya akan hadir menyaksikan. Kerumunan pun tak terelakkan.
Memang betul, saat ini pemerintah sudah menerapkan new normal di berbagai daerah yang mengijinkan orang berkumpul dengan syarat memperhatikan protokol kesehatan. Namun, harus diakui bersama bahwa pemahaman masyarakat akan new normal ini, sampai sekarang masih beragam. Ada yang memahami betul aturan new normal, tetapi masih jauh lebih banyak orang yang memahami new normal sebagai normal biasa. Maka, hampir bisa dipastikan kerumunan yang biasa ditimbulkan akibat ritual ibadah qurban terbuka di masjid-masjid itu akan banyak dihadiri orang yang abai terhadap protokol kesehatan, dan ini jelas mengkhawatirkan.
Oleh karena itu, potensi kerumunan ini harus dicegah dengan memasrahkan penyelenggaraan ibadah qurban pada lembaga-lembaga yang sudah profesional. Tak seperti penyelenggaran ibadah qurban di masjid-masjid, penyembelihan hewan qurban yang dilakukan oleh lembaga-lembaga di atas tidak dilakukan secara terbuka, karena penyembelihan dilaksanakan di rumah potong hewan yang sudah tersertifikasi. Penyembelihan hewan yang demikian, tentu tidak berpotensi menghadirkan kerumunan sebagaimana penyembelihan hewan qurban pada umumnya.
Selain itu, lembaga-lembaga tersebut juga sudah menyiapkan mekanisme penggalangan qurban berbasis online. Masing-masing lembaga yang saya sebut di atas sudah punya website yang baik dan memudahkan masyarakat Muslim untuk membayarkan qurban secara online. Model penggalan qurban online demikian, tentu dapat mengurangi potensi kerumunan karena para dermawan qurban hanya cukup duduk manis di depan HP untuk menyalurkan dana qurbannya.
Kedua, pemasrahan penyelenggaraan ibadah qurban pada lembaga-lembaga yang profesional itu dapat memaksimalkan potensi ibadah qurban untuk membantu mengentaskan masalah ketahanan pangan akibat Pandemi COVID-19. Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan pada Idul Adha 2019 jumlah pemotongan hewan qurban di Indonesia mencapai 1.346.712 ekor, terdiri dari 376.487 ekor sapi, 12.958 ekor kerbau, 716.089 ekor kambing dan 241.178 ekor domba. Jumlah perolehan hewan qurban yang sangat besar itu tentu akan sangat membantu, karena imbas dari korona juga merambah pada persoalan pangan dan ekonomi.
Selain itu, kelebihan lain dari penyelenggaraan ibadah qurban pada lembaga-lembaga yang profesional adalah pendistribusian yang merata dan kebanyakan sudah dalam bentuk daging olahan. Ini penting, karena sering kali distribusi daging qurban itu dibagikan pada masyarakat sekitar yang berqurban. Kondisi demikian, membuat masyarakat yang lingkungannya dipenuhi masyarakat miskin, akan tidak kebagian daging qurban. Dengan memasrahkan pelenggaraan ibadah qurban lewat lembaga-lembaga yang profesional dan punya banyak jaringan nasional hingga internasional, maka distribusi daging qurban akan lebih merata dan lebih mengutamakan pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan.
Daging qurban yang didistrubusikan oleh lembaga-lembaga itu kebanyakan sudah berupa daging olahan, seperti korket, abon, dendeng, dst. Pendistribusian berupa daging olahan ini tentu lebih awet dan dikonsumsi untuk waktu yang relatif lebih lama daripada daging mentah. Dengan demikian, ketahanan pangan masyarakat Indonesia dapat lebih terjaga. (AN)