Tips Puasa Sehat dari Rasulullah (Bag.1)

Tips Puasa Sehat dari Rasulullah (Bag.1)

Tips Puasa Sehat dari Rasulullah (Bag.1)

Ketika orang sedang berpuasa, tentu dalam waktu beberapa jam akan didera rasa lapar. Ini wajar dan secara perlahan dengan diaktifkannya gula darah (Baca: Manfaat Puasa Perspektif Medis) cadangan yang disebut glukagon. Namun, glukagon yang terbatas tidak mampu mengkaver seluruh kebutuhan energi. Itu sebabnya dilarang untuk berpuasa sehari semalam, atau dalam khazanah fikih dikenal sebagai puasa wishaal (menyambung).

Penjelasan di atas jadi contoh bahwa Nabi Saw. sendiri melarang berpuasa yang berlebih-lebihan. Sikap berlebih-lebihan dalam berpuasa justru akan membuat manusia menjadi lemah dan tidak produktif. Berpuasalah sesuai kadarnya sehingga membuat tubuh menjadi sehat.

Beberapa tips puasa sehat seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama,  Tetap Makan Sahur

Sahur sangat bermanfaat untuk menyiapkan cadangan energi bagi tubuh saat menjalani puasa. Dalam sebuah hadis yang diiwayatkan oleh Anas bin Malik Ra.:

«تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً»

Makan sahurlah, sesungguhnya di dalam sahur terdapat keberkahan”

Hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak ulama hadis, misalnya al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Nasai, dan Ibn Majah. Karena riwayat al-Bugakhari dan Muslim sama-sama bersumber dari Anas bin Malik, dalam disiplin ilmu hadis dikenal sebagai muttafaqun ‘alaih. Artinya, keduanya sebagai penyusun kitab hadis yang dipastikan paling sahih dari masa ke masa sepakat dengan redaksi riwayat hadis ini. Keberkahan sahur digambarkan tidak hanya tentang bangunnya kita di waktu yang mustajab, namun juga segi fisik seperti makan untuk persiapan puasa.

Dalam praktiknya, Rasulullah Saw. biasa makan sahur di waktu yang dekat waktu subuh. Begitu dekatnya, seperti digambarkan oleh Zaid bin Tsabit Ra. jarak antara sahur dan shalat subuh hanya sekitar membaca 50 ayat Quran. Hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari,

عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالسَّحُورِ قَالَ قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةً

Dari Zaid bin Tsabit Ra. beliau berkata: “Kami sahur bersama Rasulullah Saw. kemudian melaksanakan shalat. Aku (Anas bin Malik) bertanya: berapa jaraknya antara azan dan sahur ? Zaidd berkata: sekitar lima puluh ayat.”

Menurut Ibn Hajar dalam Fath al-Baari, ukuran lima puluh ayat adalah bagian dari kultur masyarakat arab untuk mengukur sesuatu, seperti dengan seberapa lama pekerjaan dikerjakan. Lima puluh ayat adalah simbol kalau jarak antara sahur dengan shalat subuh tidak terlalu lama. Ibn Hajar melanjutkan, ini adalah salah satu kearifan Nabi Saw. Jika sahur diwajibkan di tengah malam atau ditiadakan sama sekali, ini akan umatnya sulit melaksanakan puasa karena alasan mengantuk.

Sebagai penutup, Nabi Saw. bahkan menyatakan bahwa yang membedakan antara puasa umat Islam dengan puasa ahlul kitab adalah melakukan sahur. Seperti hadis yang diriwayatkan al-Nasa’i dari ‘Amr bin al-‘Ash,

عن عمرو بن العاص قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن فصل ما بين صيامنا وصيام أهل الكتاب أكلة السحور

Dari ‘Amr bin al-‘Ash, beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: perbedaan antara puasa kita dengan puasa Ahlul Kitab adalah dengan makan sahur.

(Bersambung)