Kemajuan teknologi informasi memunculkan fenomena tsunami informasi di dunia maya. Berbagai informasi menjadi sangat mudah diakses, baik melalui media online maupun media sosial. Begitu pula dengan informasi tentang keislaman.
Banyak orang yang kemudian menjadikan informasi-informasi dari media online dan media sosial sebagai rujukan, tidak hanya untuk belajar agama, bahkan juga menjadi rujukan-rujukan dalam kajian akademik.
Jika banyak konten keislaman di media online dan media sosial, lalu mana yang dapat kita percaya dan ikuti?
Mengenai hal ini, Nadirsyah Hosen memberikan dua tips memilih informasi di media online dan media sosial:
Pilihlah narasumber yang sanad keilmuannya jelas
Di media sosial, semua orang bisa berpura-pura menjadi ustadz hanya dengan mengubah penampilan. Oleh karena itu, kita harus mengetahui dengan baik siapakah narasumber yang menyebarkan informasi.
Media sosial hanya platform, pertarungan sebenarnya berada di konten. Maka, pilihlah konten yang berasal dari narasumber yang sanad keilmuannya jelas, narasumber yang belajar langsung dari para kyai dan ulama yang ilmunya bersambung kepada Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari, bahkan ke Rasulullah SAW. Bukan narasumber yang hanya belajar Islam dari Syekh Google saja.
Jangan Percaya pada Akun Anonim
Jangan percaya pada media online yang tidak jelas siapa pengelolanya, juga akun anonim di media sosial. Sebab kita tidak tahu identitas orang yang menyebarkan informasi tersebut. Dalam ilmu hadis, perawi yang tidak diketahui identitasnya disebut majhul, kualitas hadisnya pun menjadi daif. Sehingga hadisnya tidak dapat dijadikan hujjah dan sandaran.
Begitu pula dengan informasi di media online dan media sosial, jika kita tidak tahu identitas orang yang menyebarkannya, maka janganlah mempercayainya, apalagi menjadikannya rujukan. Karena penyebar informasi yang tidak jelas berarti majhul, informasinya tidak dapat dijadikan sandaran.
Nadirsyah Hosen mengajak para santri untuk turut serta bertarung memperbanyak konten keislaman yang baik dan benar di media sosial, bawa kajian ala pesantren ke medsos. Kita tetap harus merujuk ke Al-Qur’an, Hadis dan para ulama, namun konten kajiannya harus dibuat lebih menarik dan mudah dipahami orang-orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan di pesantren.
Penulis buku Tafsir Al-Qur’an di Medsos ini juga mengatakan “Barangsiapa yang tak bisa mengikuti perkembangan zaman, maka dia akan menjadi fosil”
Wallahu a’lam bisshawab