Tiga Tanda Kebodohan Menurut Ibnu Athaillah as-Sakandary

Tiga Tanda Kebodohan Menurut Ibnu Athaillah as-Sakandary

Sejauh mana kita mengenal diri sendiri? Awas terjangkit tiga tanda kebodohan ini!

Tiga Tanda Kebodohan Menurut Ibnu Athaillah as-Sakandary

Media sosial dan teknologi telah banyak mengubah kehidupan manusia, termasuk dalam menyampaikan apa yang seseorang saksikan dan ketahui. Padahal tidak semua yang disaksikan dan diketahui harus disampaikan kepada semua orang. Termasuk apa yang ditanyakan oleh orang, tidak semuanya harus kita jawab karena hal tersebut justru berpeluang menunjukkan kebodohan dalam diri sendiri. Sebagaimana diungkapkan Ibnu Athaillah as-Sakandary dalam kitabnya al-Hikam, bahwasanya di antara tiga tanda kebodohan yaitu;

Pertama, adalah selalu menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya, tanpa merujuk
kepada para ulama yang ahli di bidang itu. Karena tidak semua pertanyaan harus dijawab, sebab ilmu begitu luas dan manusia mempunyai keterbatasan-keterbatasan untuk mempelajari semua bidang keilmuan. Sehingga tidak selayaknya, semua pertanyaan yang dilontarkan kepada kita harus kita jawab semuanya.

Jika tidak tahu, maka bertanya saja kepada yang tahu. Bukan malah menjadi merasa paling tahu dan paling benar. Karena hal tersebut sama saja menunjukkan kebodohan di depan umum. Misalnya seorang ustadz ahli agama ditanya terkait dengan virus corona, jika bukan bidangnya dan tidak tahu detail mengenai hal tersebut. Cukup bilang “mohon maaf saya tidak tahu, mari kita berdoa semoga terhindar dari bahaya penyakit tersebut dan tetap mengikuti anjuran-anjuran para dokter yang ahli dalam bidang tersebut.”

Kedua, selalu menyampaikan semua apa yang disaksikannya. Padahal tidak semua kejadian yang kita saksikan harus kita sampaikan kepada semua orang. Bisa jadi menurut diri kita sendiri, hal tersebut mempunyai manfaat. Namun dalam pandangan orang lain, hal tersebut justru bisa membuatnya tidak nyaman. Oleh karena itulah, tidak semua hal yang kita saksikan harus kita umbar ke khalayak umum. Apalagi jika hal tersebut akan memicu sebuah polemik dan menimbulkan kegaduhan masyarakat. Bisa jadi, apa yang kita saksikan justru sudah pernah disaksikan oleh orang yang kita beri tahu terkait dengan apa yang kita saksikan tersebut. Oleh karena itulah, sampaikanlah apa yang perlu kita sampaikan saja.

Ketiga, selalu menyampaikan semua yang diketahuinya. Tidak semua yang kita ketahui, baik itu dari hasil membaca atau berdiskusi dengan orang harus selalu kita sampaikan kepada semua orang. Karena kita tidak tahu sedang menyampaikannya kepada siapa.

Iya kalau kita menyampaikannya kepada orang yang pengetahuannya berada di bawah kita. Jika tidak, dan ternyata orang yang kita beritahu tersebut adalah seorang yang pengetahuannya luas dan sedang menyamar, tentu hal tersebut jutru sangat menunjukkan kebodohan dalam diri kita. Niatnya ingin menyampaikan kepada khalayak umum, bahwa dirinya adalah orang yang berilmu karena mengetahui banyak hal, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.

Selain ketiga hal yang disebutkan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary, termasuk tiga tanda kebodohan lainnya adalah mengagumi diri sendiri, banyak bicara dalam hal yang tidak bermanfaat dan melarang sesuatu namun melanggarnya. Sebagai bacaan lebih lanjut, hal ini bisa ditelaah dari ungkapan Abu Darda’ dalam kitab Jami’ Bayan al-Ilmi  wa Fadhlih.

Baca juga Resep Hidup Bahagia dari Ibnu Athaillah as-Sakandary dan tulisan-tulisan menarik lainnya dari Nur Hasan di tautan ini.