Tiga Makna Istighfar dalam Al-Qur’an

Tiga Makna Istighfar dalam Al-Qur’an

Istighfar tidak hanya berarti meminta ampun, dalam Al-Quran ada beberapa makna istighfar.

Tiga Makna Istighfar dalam Al-Qur’an

Dalam Islam, salah satu cara yang biasanya dilakukan oleh seseorang ketika melakukan kesalahan adalah istighfar yaitu memohon ampunan kepada Allah swt atas kesalahan yang telah dilakukannnya.

Kata istighfar berasal dari kata غفر yang dalam kamus Al-Munawwir diartikan mengampuni, menutupi, memperbaiki, dan mendoakan. Menurut Imam Ar-Raghib Al-Asfahani dalam kitabnya Mufradat li Alfadh Al-Qur’an, istighfar adalah meminta ampun kepada Allah Swt dari segi ucapan dan juga perbuatan.

Oleh karenanya, istighfar bukan sekedar permohonan ampun kepada Allah Swt dengan lisan melalui pengakuan kesalahan. Namun lebih dari itu, istighfar harus disesuaikan dengan perbuatan untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dan berharap agar kesalahan yang telah dilakukannya diampuni oleh Allah Swt serta berjanji untuk tidak mengulanginya di lain waktu.

Sederhananya, ketika seseorang beristighfar (memohon ampun kepada Allah SWT) maka hal yang harus ada dalam diri orang tersebut adalah keselarasan antara ucapan dan perbuatannya.

Di dalam al-Qur’an, kata غفر beserta derivasinya disebutkan sebanyak 124 kata. Hal tersebut agaknya mengisyaratkan tentang betapa pentingnya beristighfar. Berikut tiga makna istihgfar yang terdapat dalam Al-Qur’an:

Pertama, memohon ampun atas dosa. Sebagaimana firman-Nya :

يُوسُفُ أَعْرِضْ عَنْ هَذَا وَاسْتَغْفِرِي لِذَنْبِكِ إِنَّكِ كُنْتِ مِنَ الْخَاطِئِي

(Hai) Yusuf: “Berpalinglah dari ini, dan (kamu hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena kamu sesungguhnya termasuk orang-orang yang berbuat salah.” (Q.S. Yusuf: 29).

Ayat di atas menceritakan tentang kisah Nabi Yusuf dengan Zulaikha. Ketika terungkapnya kebohongan istri seorang Raja Mesir bernama Zulaikha yang berusaha menggoda Yusuf, maka sang Raja memerintahkan kepada istrinya untuk segera memohon ampun kepada Allah Swt atas dosanya.

Kedua, memohon ampun atas kesyirikan. Sebagaimana firman-Nya :

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ

“Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.” (Q.S. Hud: 90)

Makna yang sama disebutkan juga dalam firman-Nya yang lain :

فَقُلْتُاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا

“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.” (Q.S. Nuh: 10)

Q.S. Hud: 90 tersebut menceritakan kisah Nabi Syu’aib memerintahkan kaumnya untuk memohon ampun kepada Allah Swt atas perbuatan mereka yang tetap dalam kesyirikan.

Sedangkan Q.S. Nuh: 10 menceritakan tentang kisah Nabi Nuh yang menyeru kepada kaumnya untuk segera memohon ampun kepada Allah Swt karena tidak mau mengikuti ajakannya untuk beriman kepada Allah Swt.

Ketiga, menunaikan shalat. Sebagaimana firman-Nya :

الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَار

“(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur.” (Q.S. Ali Imran: 17)

Makna yang sama juga terdapat dalam Firman-Nya yang lain :

وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (Q.S. Adz-Dzariyat: 18)

Pada Q.S. Ali Imran: 17 mengisyaratkan tentang permohonan ampun ketika sholat di sepertiga malam. Sedangkan Q.S. Adz-Dzariyat: 18 mengisyaratkan tentang memohon ampun ketika sholat subuh.

Wallahu A’lam