Tiga Makna Cinta Perspektif Al-Qur’an

Tiga Makna Cinta Perspektif Al-Qur’an

Tiga Makna Cinta Perspektif Al-Qur’an

Dewasa ini, manusia mana yang tidak mengenal cinta? Setiap manusia yang berada di muka bumi ini, pasti mengenalnya, karena cinta adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dinafikan. Bahkan, cinta mempunyai makna yang berbeda-beda sesuai sudut pandangnya.

Ahli psikologi misalnya, memaknai cinta sebagai proses aktualisasi diri yang dapat membuat orang melahirkan beragam tindakan kreatif dan produktif. Sedangkan ahli sosiologi memaknai cinta sebagai interaksi antara laki-laki dan perempuan tanpa memandang status sosial. Lantas bagaimana dengan makna cinta dalam Al-Qur’an?

Di dalam Al-Qur’an, cinta diistilahkan dengan kata Hubb yang berasal dari bahasa Arab, habba yuhibbu berarti suka, cinta, senang. Hubb sering diartikan menyukai sesuatu secara mendalam serta enggan kehilangan apa yang disukainya. Hubb juga sering diartikan cinta yang memiliki ketertarikan kuat terhadap sesuatu.

Pada perkembangannya, kata hubb mempunyai berbagai bentuk derivasi, di antaranya: hibbu (حِبّ) berarti orang yang bergembira atas cintanya, habab (حَبَب), berarti gigi yang tersusun rapi sebagai perumpaan cinta, istihbab (استحباب) berarti mencari dan memilih seseorang dengan melihat hal yang bisa mengantarkan pada rasa cintanya, hubab (حُباب) berarti gelombang air sebagai perumpamaan cinta.

Dr. Mahmud bin As-Syarif memaknai cinta sebagai ekspresi dari perasaan hati yang bergelombang, cinta adalah sebuah term yang berarti gejolak perasaan yang menggerola tatkala disaput oleh kerinduan, serta hasrat yang kuat untuk berjumpa dengan sang kekasih tersayang.

Cinta dalam pandangan al-Raghib al-Ashfahani adalah menginginkan sesuatu yang dilihat atau disangkanya baik. Dalam bahasa lain, cinta terhadap kenikmatan, sebagaimana memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan dalam (Q.S al-insan : 8), cinta terhadap kemanfaatan, sebagaimana pertolongan Allah serta kemenangan yang dekat dalam (Q.S ash-shaf : 13), dan cinta terhadap keutamaan, sebagaimana sebagian ahli ilmu mencintai sebagian yang lain karena mempunyai kelebihan dalam hal ilmu.

Kata hubb dalam Al-Qur’an setidaknya terulang sebanyak 62 kali dengan bentuk dan makna yang berbeda. Secara keseluruhan, kata hubb lebih sering diartikan cinta. Akan tetapi, al-Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya, al-Mufradat fi Gharib al-Quran, berpandangan bahwa kata hubb memiliki tiga ragam makna.

Pertama, Hubb bermakna iradah (sebuah keinginan), sebagaimana firman-Nya :

لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا ۚ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ

janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya, di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S At-Taubah : 108)

Kata hubb pada ayat tersebut mempunyai makna yang lebih baligh (sampai) dari pada kata iradah. Cinta bukan hanya sekedar keinginan, cinta lebih dari lebih sekedar ingin. Mungkin benar jika setiap cinta (mencintai) adalah keinginan, namun tidak setiap keinginan itu termasuk cinta.

Kedua, hubb bermakna rasa suka yang melalaikan, sebagaimana dalam firman-Nya :

فَقَالَ إِنِّي أَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّي حَتَّىٰ تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ

Maka ia berkata: “Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik (kuda) sehingga aku lalai mengingat Tuhanku sampai kuda itu hilang dari pandangan“. (Q.S Shaad : 32)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Sulaiman sangat suka menyaksikan kuda-kuda yang bagus, tenang dan tangkas, sampai-sampai kesukaan beliau membuatnya melalaikan Allah swt.

Ketiga, hubb bermakna menyukai orang yang taat, sebagaimana dalam firman-Nya:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S Ali Imran : 159)

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menyukai orang yang taat. Taat dalam arti orang yang bertawakal kepada Allah SWT.

Wallahu A’lam