Tiga Khalifah yang Gay dalam Sejarah Islam

Tiga Khalifah yang Gay dalam Sejarah Islam

Dalam sejarah, ternyata ada loh khalifah-khalifah yang gay. Dan, tulisan ini tidak untuk justifikasi itu.

Tiga Khalifah yang Gay dalam Sejarah Islam

Adakah Khalifah dalam sejarah Islam yang gay? Ternyata ada. Baiklah, kita mulai diskusikan. Ini bermula dari cuitan seorang pendukung HTI yang mengkritik sistem sekuler berdasarkan HAM (hak asasi manusia) yang membuka lebar pintu kemaksiatan. Dicontohkan soal LGBT.

Saya merasa ini double standard. Kalau ada sisi negatif dari sistem lainnya (demokrasi, sekuler, dan lainnya), maka pendukung HTI langsung menyalahkan sistemnya. Tapi kalau ada sisi negatif dari sistem Khilafah, yang disalahkan orangnya. Ini tidak fair. Kalau mau disalahkan ya salahkan semua sistemnya, atau salahkan semua pelakunya. Jangan tebang pilih.

Dalam konteks itulah saya sodorkan data bahwa di jaman khilafah dulu juga ada beberapa Khalifah yang gay. Maka hebohlah dunia medsos.

Saya menyodorkan data itu bukan untuk melegitimasi LGBT. Tidak ada kata-kata itu dari cuitan saya. Saya hanya mengajak mereka berpikir bahwa jangan semua hal negatif disematkan pada sistem demokrasi, lantas Khilafah digambarkan baik-baik saja semuanya. Kita fair saja lah.

Mengenai referensi. Sebenarnya ini sudah saya bahas di buku saya Islam Yes, Khilafah No (dua jilid). Tapi baiklah saya cantumkan juga referensi dari kitab Tarikh al-Khulafa karya Imam Suyuthi.

1. Khalifah al-Watsiq bin al-Mu’tashim Billah

‎وقال غيره: كان الواثق وافر الأدب، مليح الشعر، وكان يحب خادما أهدي له من مصر، فأغضبه الواثق يوما، ثم إنه سمعه يقول لبعض الخدم، والله إنه ليروم أن أكلمه من أمس فما أفعل، فقال الواثق.
‎ياذا الذي بعذابي ظل مفتخرا … ما أنت إلا مليك جار إذا قدرا
‎لولا الهوى لتجارينا على قدر … وإن أفق منه يوما ما فسوف ترى
‎ومن شعر الواثق في خادمه:
‎مهج يملك المهج … بسجى اللحظ والدعج
‎حسن القد مخطف … ذو دلال وذو غنج
‎ليس للعين إن بدا … عنه باللحظ منعرج

Dia cinta dengan budaknya dari Mesir yang bernama Muhaj. Syair cinta yang beliau tulis tentang Muhaj juga bukan syair biasa, apalagi sampai seorang Khalifah bikin syair untuk budak lelakinya. Amboiiii

2. Khalifah al-Amin bin Harun ar-Rasyid

Imam Thabari juga mendeskripsikan bagaimana Khalifah al-Amin ini punya hubungan “spesial” dengan Kasim pelayan istana. Kasim favoritnya bernama Kaustar. Kita tahu bahwa dalam berbagai monarki terdapat lelaki yang dikebiri dan kemudian bebas masuk keluar istana termasuk ke kamar raja dan permaisuri untuk melayani kebutuhan keluarga kerajaan. Di masa Abbasiyah, kasim ini juga menjadi bagian dari pelayan istana.

Hubungan “spesial” antara Khalifah al-Amin dan pelayannya (yang diketahui bernama Kaustar) terekam dalam catatan sejarah Imam Thabari dan Imam Suyuthi.

Ini teks dari Tarikh al-Khulafa Imam Suyuthi:

‎قال ابن جرير: لما ملك الأمين ابتاع الخصيان، وغالى بهم، وصيرهم لخلوته، ورفض النساء والجواري،

Al-Amin tidak menyukai perempuan dan budak wanita, malah asyik berkhalwat dengan pelayan(kasim)nya.

Bahkan ketika wajah Kautsar berdarah, sang Khalifah langsung mengusapnya dan malantukan syair, menyebut Kautsar sebagai “qurrata ‘ayni”. Alamakkkk

‎قال الصولي: حدثنا أبو العيناء، حدثنا محمد بن عمرو الرومي، قال: خرج كوثر خادم الأمين ليرى الحرب، فأصابته رجمة في وجهه، فجعل الأمين يمسح الدم عن وجهه ثم قال:
‎ضربوا قرة عيني … ومن أجلي ضربوه
‎أخذ الله لقلبي … من أناس أحرقوه

3. Khalifah al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik

Imam Suyuthi meriwayatkan dari Dzahabi bahwa al-Walid II itu minum khamr dan melakukan liwath.

‎وقال الذهبي: لم يصح عن الوليد كفر ولا زندقة، بل اشتهر بالخمر والتلوط، فخرجوا عليه لذلك

Jelas yah rujukannya semua. Ini bukan fitnah atau hoax. Bukan juga mau melegitimasi LGBT. Sekadar menyodorkan data.

Ada yg komen bahwa ketiga khalifah itu dieksekusi karena perilaku gay mereka. Ini KELIRU. Ketiganya wafat bukan karena dieksekusi akibat orientasi seksual mereka.
Al-Amin perang saudara dg adiknya Ma’mun rebutan tahta. Pasukan Ma’mun memenggal kepala al-Amin. Al-Walid terbunuh oleh pemberontakan sepupunya sendiri Yazid. Bukan karena dieksekusi akibat gay. Lalu, Bagaimana dengan al-Watsiq? Beliau wafat karena sakit, bukan karena dieksekusi.

Tabik,

Nadirsyah Hosen