Tiga Kategori Jamaah yang Harus Diperhatikan Pendakwah

Tiga Kategori Jamaah yang Harus Diperhatikan Pendakwah

Tiga Kategori Jamaah yang Harus Diperhatikan Pendakwah
Salah satu pengajian khusus pemuda yang diselenggarakan di salah satu masjid di Bandung

Salah satu tujuan dakwah adalah menjadikan manusia yang buruk perbuatanya menjadi baik, dan menjadikan manusia baik menjadi lebih baik, sehingga terciptalah generasi Islam yang lebih baik dari sebelumnya. Bahkan, Allah mewajibkan atas umatnya untuk berdakwah di dunia ini, Allah berfirman :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru pada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imron, 104)

Ayat di atas menunjukkan bahwa kita diwajibkan untuk berdakwah dengan cara mengajak berbuat baik dan melarang perbuatan munkar, walaupun para Ulama berbeda pendapat apakah dakwah itu hukumnya  fardhu Ain atau fardhu kifayah.

Salah satu yang harus diperhatikan para pendakwah adalah keadaan objek dakwahnya, baik orang-orang yang didakwahi dari kalangan Non-Muslim maupun Muslim. Hal ini harus diperhatikan, khususnya ketika objek dakwahnya ialah orang-orang Muslim sendiri. karena, dalam kacamata ilmu Manahiji Da’wah (metodologi dakwah) keadaan orang-orang Muslim itu berbeda-beda, ketika keadaannya sudah berbeda-beda, maka cara penyampaian materi dakwah pun harus berbeda.

Keadaan umat Muslim terbagi menjadi tiga golongan, yaitu: Saabiqunal Khoirot, Al-Muqtasiduun, dan Zholimuna li Anfusihim. Golongan-golongan ini telah dijelaskan dalam Q.S. Faathir ayat 32:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

“kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia besar. (Q.S. Faathir, 32)

Berikut penjelasan tentang golongan-golongan yang telah disebutkan di atas beserta cara kita mendakwahinya.

Pertama: Saabiqunal Khoirot

Saabiqunal Khoirot ialah golongan yang sudah lebih dahulu diberi petunjuk oleh Allah SWT, sehingga orang-orang dalam golongan ini termasuk orang-orang yang taat kepada Allah SWT dan selalu beramal amalan shalih yang diridhai oleh Allah SWT.

Untuk hal ini, para pendakwah perlu mengingatkan mereka agar selalu berbuat kebaikan dan selalu istiqomah dalam perbuatanya, sebagaimana bisa kita lihat pada zaman dahulu, Rasulullah SAW menyeru kepada kebaikan dan taat kepada Allah SWT terhadap para sahabat-sahabatnya yang sudah memeluk Islam terlebih dahulu.

Atau, kita bisa lihat pada zaman sekarang melalui video yang tersebar di media sosial, ketika Para kyai sepuh memberikan wejangan berupa nasihat-nasihat yang baik terhadap kyai-kyai junior.

Tak hanya itu, para pendakwah juga bisa memotivasi mereka dengan memberitahukan janji-janji Allah terhadap golongan muslim yang taat dengan ganjaran kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Semua ini tak lain hanyalah agar golongan ini tetap di jalan yang lurus dan tetap Istiqomah dalam kebaikanya.

Kedua, Al-Muqtasidun

Al-Muqtasidun ialah golongan yang sehari-harinya berbuat kebaikan, akan tetapi terkadang diselingi dengan perbuatan maksiat. Golongan ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari (mungkin kita juga termasuk dalam golongan ini).

Kita melihat orang-orang yang selalu mengerjakan sholat lima waktu setiap harinya, akan tetapi di luar waktu sholat dia mengerjakan perbuatan yang dimurkai oleh Allah, seperti ghibah, fitnah, dsb. Golongan ini mungkin bisa kita sebut dengan istilah STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan).

Cara mendakwahi golongan model ini adalah dengan mengajak mereka agar selalu istiqomah dalam kebaikan dan meningkatkanya ke tingkat yang lebih baik. Para pendakwah juga memotivasi mereka untuk bertaubat kepada Allah dan memberitahukan, bahwa pintu taubat-Nya selalu dibuka hingga hari kiamat kelak. Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Allah SWT membuka lebar-lebar tangan-Nya (menerima taubatnya) pada malam hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada siang hari dan Allah senantiasaakan membuka tangan-Nya (menerima taubatnya) pada siang hari untuk menerima taubat orang yang berbuat dosa pada malam hari, dan yang demikian terus berlaku hingga matahari terbit dari barat (Kiamat).” (HR Muslim)

Ketiga, Zholimuna Anfusihim

Golongan ini mungkin termasuk golongan yang paling rendah dari golongan yang ada. Mereka adalah golongan yang masih memeluk Islam, akan tetapi memliki hobi maksiat, dan tidak pernah sedikitpun menjalankan perintah-perintah Allah. Golongan ini mungkin cocok dijuluki dengan ‘Islam KTP’ (ldentitasnya saja yang Islam, tapi perilakunya tidak).

Walaupun banyak kejelekan dalam diri mereka, tidak boleh pendakwah mencaci mereka atau sampai mengkafirkan mereka, karena salah satu sifat yang harus dimiliki seorang pendakwah ialah lemah lembut dan mengasihi terhadap sesama.

Ketika bertemu dengan golongan seperti ini, cara dakwah yang baik adalah dengan menasihati mereka agar keluar dari jeratan maksiat dan mendorong mereka agar mematuhi perintah Allah kembali.

Pendakwah juga meminta mereka untuk taubatan nasuha (taubat yang sesungguhnya) dan memberitahukan kepada mereka, kejahatan mereka yang selalu mereka kerjakan, akan diganti dengan kebaikan oleh Allah yang senang dengan taubatnya mereka, Allah berfirman :

إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan kebajika; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah maha pengampun, lagi maha penyayang.” (Q.S. Al-Furqon, 70).

Wallhu A’lam.