Mencegah lebih utama daripada mengobati. Pepatah ini juga berlaku untuk gejala ekstremisme kekerasan. Tetapi, bagaimana kita bisa mencegah gejala dan peristiwa ekstremisme kekerasan?
Kita sudah tentu harus memahami faktor-faktor penyebab terjadinya ekstremisme kekerasan itu, sebelum kemudian melakukan usaha untuk meminimalisir penyebab-penyebab tersebut.
Para ahli memetakan adanya tiga kategori faktor penyebab, yaitu faktor pendorong, faktor penarik dan faktor personal.
Faktor pendorong berkaitan dengan kondisi struktural yang menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ekstremisme kekerasan. Ini kondisi yang mendorong orang untuk berpaling pada ideologi ekstremis.
Termasuk dalam faktor pendorong ini, misalnya, adalah ketimpangan sosial–di mana suatu golongan sosial mengalami kemiskinan ekstrem tetapi golongan lain hidup berkelimpahan.
Pengucilan sosial, stigmatisasi, diskriminasi, kemiskinan, pengangguran yang tinggi juga kerap menjadi faktor pendorong kuat bagi lahir dan berkembangnya ekstremisme kekerasan. Dominasi kebudayaan, negara yang represif, korupsi yang merajalela dan pelanggaran hak asasi manusia pun sering menjadi resep ampuh memarakkan reaksi ekstremisme kekerasan.
Sederhananya, kondisi-kondisi tersebut merupakan potret sempurna bagi kelompok ekstremis kekerasan untuk mengatakan bahwa dunia sedang hancur, kesengsaraan ada di mana-mana, dan hanya dengan keyakinan teguh dan tindak kekerasan secara total sajalah dunia baru yang aman dan sejahtera bisa diciptakan.
Faktor penarik mencakup aspek-aspek dari kelompok esktremis kekerasan yang membuat orang tertarik untuk menjadi bagian dari mereka.
Ini bisa berupa “janji manis” seperti jaminan kembalinya kejayaan masa lalu, kepastian surga setelah mati, atau pemenuhan kebutuhan material bagi diri dan keluarga.
Faktor penarik juga dapat berupa hal-hal yang bersifat emosional, seperti perasaan memiliki identitas yang sama, kepuasan dalam petualangan atau perasaan bangga menjadi bagian dari “pejuang”. Karisma pemimpin kelompok ekstrem kerap juga menjadi faktor penarik yang kuat.
Biasanya, keseluruhan faktor penarik itu menjadi narasi propaganda kelompok ekstremis paling jitu untuk menarik anggota baru. Di tangan juru pemasar ekstremisme kekerasan, seluruh aspek hidup mereka adalah nilai lebih yang selalu menggiurkan bagi “konsumen” atau target rekrutmen.
Faktor personal berkaitan dengan kondisi individu yang membuatnya lebih rentan terhadap tarikan ekstremisme kekerasan.
Ini termasuk, misalnya, gangguan kesehatan mental, watak kepribadian, dan pengalaman hidup yang traumatis seperti pernah menjadi korban kekerasan atau kematian orang yang sangat penting secara pribadi.
Faktor personal ini bisa juga dipicu oleh kondisi sosial di luarnya, seperti perasaan tersisihkan akibat diskriminasi, atau perasaan tidak berharga akibat stigmatisasi.
Penting dicatat bahwa ketiga faktor tersebut nyaris tidak pernah berjalan sendiri-sendiri. Faktor pendorong, penarik dan personal senantiasa terkait. Faktor pendorong, yang mengidentifikasi kondisi-kondisi kontekstual dan struktural, seringkali menjadi dasar munculnya faktor penarik dan faktor pribadi.
Misalnya, kondisi struktural (seperti kemiskinan) dapat berkontribusi besar pada kondisi pribadi (seperti depresi dan harga diri rendah) sementara secara bersamaan meningkatkan daya tarik faktor-faktor penarik (seperti insentif material atau kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok).
Dengan demikian, strategi pencegahan yang jitu haruslah memperhitungkan ketiga jenis faktor penyebab itu secara menyeluruh dan terpadu.
Referensi
- United Nations, General Assembly (2015). Plan of Action to Prevent Violent Extremism: Report of the Secretary-General . 24 December. A/70/674.
- Vergani, M., Iqbal, M., Ilbahar, E., & Barton, G. (2018). The three Ps of radicalization: Push, pull and personal. A systematic scoping review of the scientific evidence about radicalization into violent extremism. Studies in Conflict & Terrorism, 1–32.