Sebagai muslim, tentunya Rasulullah adalah cerminan utama untuk menjalani hidup. Baik dalam hal ibadah maupun tingkah laku kita sehari-hari, apalagi berhubungan dengan orang lain. Tentu, kita tidak mau dong, orang lain berprasangka buruk terhadap agama kita seperti terorisme ataupun islamophobia yang merebak di Barat.
Walaupun harus kita sadari, tentu saja, sebagai manusia biasa tentu kita tidak akan pernah bisa 100 persen meniru pribadi Rasulullah. Tapi paling tidak, kita bisa mendekati cara yang beliau lakukan hingga menjadi sosok panutan di seluruh dunia (uswah hasanah).
Pertama, mengutamakan Akhlak. Ketika kebobrokan akhlak merajalela, maka diutuslah seorang nabi untuk mengatasinya. Dalam konteks Arab—tempat kelahiran Nabi, memang terjadi dekadensi moral yang luar biasa: anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup, perebutan kekuasaan antar kabilah dan pelbagai penindasan yang dialami oleh khalayak kecil dan lain-lain.
Untuk itulah, diangkatnya Muhammad menjadi nabi supaya menjadi teladan (uswah hasanah) dan mengajari cara menjadi manusia, yang memanusiakan manusia lainnya. Lebih dari itu, misi nabi untuk menyempurnaan akhlak tidak terbatas kepada bangsa Arab belaka, tapi seluruh umat manusia. Untuk itu, sudah selayaknya kita sebagai umat Muhammad senantiasa menyebarkan islam ramah.
Satu hal yang perlu dicermati, menurut Prof. Nadirsyah Hosen, tugas utama diutusnya Nabi Muhammad SAW ke bumi bukanlah menaklukkan dunia maupun mengislamkan seluruh umat manusia. Lebih dari itu, misi utama nabi adalah menebar rahmat dan menyempurnakan akhlak manusia (Baca: Misi utama Nabi Muhammad bukan untuk islamkan dunia). Terkait hal ini, banyak sekali kok hadis yang menyatakan bagaimana akhlak ini menjadi tujuan utama, seperti dua hadis berikut:
نما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim).
Kedua, lebih mementingkan orang lain dibanding diri sendiri. Hal ini merupakan cara sederhana yang bisa kita lakukan untuk setidaknya meniru Nabi. Banyak sekali hal-hal kecil di keseharian yang bisa kita lakukan, misalnya, tidak menyerobot dalam sebuah antrian, mendahulukan orang yang lebih tua dalam kendaraan umum dan lain, turut serta meramaikan masjid di sekitar rumah dan sebagainya. Walaupun kecil, tapi hal-hal itu bisa membuat kita menjadi pribadi yang berguna, seperti kata Nabi.
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Orang yang paling dicintai olehAllah ‘Azza wa jalla adalah yang paling banyak memberi manfaat kepada oranglain. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya dengan sanad hasan)
Ketiga, senantiasa belajar. Nabi Muhammad terlahir sebagai seorang Ummi (buta huruf) tapi itu tidak menghalanginya untuk senantiasa belajar. Banyak sekali anjuran untuk senantiasa belajar dan bagaimana Allah meninggikan orang berilmu (QS Almujadilah/58;11) dan cara ni yang bisa lebih mendekatkan diri kita kepada nabi. Bahkan, beliau membuat analogi, barang siap yang teguh belajarnya, maka sesungguhnya sudah mendekati beliau.
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ جَاءَهُ الْمَوْتُ وَهُوَ يَطْلُبُ الْعِلْمَ لِيُحْيِيَ بِهِ الْإِسْلَامَ فَبَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّبِيِّينَ دَرَجَةٌ وَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ
Rasulullah bersabda: Siapa yang meninggal dan ia sedang mencari ilmu untuk mengembangkan ajaran Islam, maka antara dia dan Rasulullah satu tingkatan saja di surga.
Itulah tiga cara sederhana. Tentu tidak sulit, bukan dilakukan? Tinggal kita mau melakukannya atau tidak.