Kedua tokoh muslim yang terus jadi perbincangan ini adalah alumni Al-Azhar. Dalam beberapa kesempatan keduanya hadir bersamaan. Saya pribadi meyakini keduanya mempunyai tugas menebar Islam Wasathiyyah (moderat) sebagaimana yang digelorakan Al-Azhar. Memang demikian manhaj Al-Azhar yang diamanatkan kepada setiap anak didiknya, tanpa kecuali. Sebagai adik kelas, pengagum dan “murid” keduanya saya sangat berbangga hati melihat TGB dan UAS berjalan bersama dalam Dakwah Islam Wasathiyyah meski cara, bidang maupun segmentasinya tampak seperti berbeda.
Kehadiran TGB dan UAS semakin menambah khazanah keragaman metode dakwah Islam washatiyyah. Alhamdulillah. Sebelumnya, ada nama Prof. Dr. Quraish Shihab sesepuh alumni Al-Azhar yang lebih dikenal dengan karya-karyanya. Saya mengistilahkan _dakwah bil kitaabah_.
Dalam banyak kesempatan beliau juga menjadi pembicara atau penceramah. Jika dibuat istilahnya peran beliau ini adalah _dakwah bil khatabah_. Adik beliau yang juga alumni Al-Azhar, Prof. Dr. Alwi Shihab lebih banyak berperan dalam dalam bidang diplomasi dan birokrasi juga politik praktis. Kiprahnya sempat mendudukan beliau dalam posisi menteri dan pimpinan partai. Peran Pak Alwi ini juga tak lepas dari tugasnya dalam dakwah Islam Wasathiyyah. Barangkali _dakwah bissiyaasah_ dapat dijadikan terminologi sebagai representasi kiprahnya. Baik Prof. Quraish maupun Pak Alwi sepertinya telah banyak menginspirasi para “junior”nya hingga terlahir sosok seperti TGB dan UAS. TGB masyhur dengan Siyaasahnya UAS dengan kefasihan Khutbahnya.
Akhir-akhir ini TGB dan UAS kembali menjadi perbincangan publik dalam hal keterlibatannya di ranah politik. Nama TGB dan UAS semakin mengemuka pasca kemunculannya dalam bursa bakal capres dan cawapres RI. Lagi-lagi, sebagai pengagum keduanya saya merasa senang dan bangga dengan kiprah TGB dan UAS.
Namun, sangat disayangkan. Ketika banyak orang seperti saya sedang asyik mengikuti jejak keduanya, ada pihak tak bertanggungjawab yang mungkin memanfaatkan kesempatan ini, sehingga keduanya terlihat seperti tidak harmonis hanya karena perbedaan sikap politik. Banyak orang terseok-seok seolah harus berpihak pada salah satu diantara keduanya. Parahnya lagi, keberpihakan tersebut harus dinodai dengan caci maki penuh benci pada keduanya. Bahkan saya dikagetkan dengan “sindiran” seorang tokoh yang seolah menghukumi bahwa sikap TGB membawanya keluar dari jalan hidayah. Padahal, saya yakin hubungan TGB dan UAS baik-baik saja.
Saya berdoa dengan penuh harap agar saya bisa meneladani keteguhan keduanya. Dan semoga mereka yang dengan sengaja “membenturkan” keduanya segera Allah sadarkan. Aamiin.