Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Yahya Cholil Staquf, berbagi pengalaman tentang keterlibatannya dalam dialog lintas agama (interfaith dialogue). Beliau membagikannya dalam acara Konferensi Pers kegiatan Religion of Twenty (R20) di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta pada Selasa (6/9).
“Saya sendiri sudah terlibat aktivitas ini sejak tahun 80-an,” tuturnya.
Menurut Gus Yahya, selama keterlibatannya, dialog lintas agama yang beliau jumpai masih sebatas diplomasi antar tokoh agama. Selama itu, satu hal yang tidak dibahas di dalamnya adalah masalah-masalah nyata yang terkait dengan hubungan antar agama.
“Saya sempat berseloroh dengan teman-teman. Saya bilang ‘ini kegiatan dialog lintas agama kayaknya cuma forum untuk saling mendakwahi di antara pemimpin agama’,” lanjutnya.
Gus Yahya menuturkan bahwa para pemimpin agama yang terlibat dalam dialog tersebut hanya mengungkapkan seruan mulia dari masing-masing agama. Nyaris tidak pernah ada agenda yang menyasar masalah-masalah nyata yang memang masih berlangsung hingga saat ini. Beliau juga sempat menyinggung masalah ini pada suatu forum dialog lintas agama di Masjid Istiqlal, Jakarta pada tahun 2017 silam.
“Secara terus terang, saya katakan dalam forum itu, ‘kita ini sudah lakukan kegiatan ini berapa lama? Puluhan tahun. Apakah keadaan semakin membaik? Kenyataannya keadaan tidak membaik, bahkan malah memburuk’,” ungkapnya.
Beruntungnya, dalam beberapa waktu terakhir, banyak pemimpin agama yang mulai menangkap aspirasi tersebut. Tidak berhenti di situ, mereka juga berusaha mendiskusikannya untuk bersama mencari cara untuk dapat berperan secara nyata dalam mengatasi masalah antar agama yang masih terjadi.
“Kita tahu, sampai hari ini masih banyak masalah besar yang sangat memprihatinkan di berbagai kawasan,” tegasnya.
Beliau mencontohkan beberapa kasus konflik antar agama yang terjadi. Seperti persekusi komunitas Kristen di Afrika Barat, konflik di Timur Tengah, diskriminasi terhadap umat Islam di India dan Myanmar, juga beberapa kasus yang terjadi di Indonesia.
Karena konflik antar agama nyata adanya, Gus Yahya meminta kepada para pemimpin agama agar mereka jujur dan mau mengakuinya. Pembicaraan terkait konflik antar agama juga harus dilakukan secara terbuka agar bisa ditemukan jalan keluarnya.
“Masalah bisa dicari penyelesaiannya kalau kita akui adanya. Kalau kita tidak mengakui bahwa ada masalah, ya tidak bisa diselesaikan,” ujarnya.
Berbagai fakta tersebut yang mendorong Gus Yahya untuk membuat suatu platform (wadah) untuk berdiskusi. Melalui platform tersebut, para pemimpin agama membicarakan masalah-masalah antar agama, memunculkan pemikiran-pemikiran untuk mencari jalan keluar, lalu dilanjutkan dengan mendiskusikan strategi bersama untuk mengatasinya.
“Maka, kita gagas penyelenggaraan forum tokoh-tokoh agama ini (R20) untuk keperluan itu. Kita ingin memanfaatkan momentum G20 yang tahun ini diselenggarakan dan dipimpin oleh Indonesia untuk mendapatkan leverage (pengaruh) yang lebih besar bagi forum antar tokoh dan pemimpin agama,” jelas Gus Yahya.