Teks Pidato Bung Karno Tentang Isra’ Mi’raj: Berjiwalah Mikraj (Bag-2)

Teks Pidato Bung Karno Tentang Isra’ Mi’raj: Berjiwalah Mikraj (Bag-2)

Teks Pidato Bung Karno Tentang Isra’ Mi’raj: Berjiwalah Mikraj (Bag-2)

Dengarkan cerita ini Saudara-saudara. Tadi pun sudah mulai dionceki (dikupas) oleh Kapten Said, terjadilah Isra dan Mikraj itu kapan. Bukan pada tahun pertama kenabian Muhammad, bukan pada tahun kedua, bukan pada tahun ketiga, tahun keempat, dan seterusnya tetapi pada tahun kesebelas kenabian Muhammad. Tatkala Nabi Muhammad, sudah 11 tahun bekerja mati-matian, ngestoaken dhawuhnya Pangeran, 11 tahun membanting tulang dan menderita, mengulur ia punya tenaga, memeras ia punya keringat, hasil hanya sedikit sekali, bahkan halangan dan rintangan dari kanan dari kin banyak sekali.

Tiap-tiap Nabi Saudara-saudara, sebagaimana halnya dengan tiap-tiap manusia, pernah mengalami saat-saat yang sedih, tiap-tiap nabi pernah menangis sebagai mana tiap-tiap manusia yang suci jiwanya pernah menangis. Besok pagi insya Allah, saya akan pergi ke makam Ibu. Nabi Muhammad pernah menangis di makam ibunya. Tatkala seorang sahabat menanyakan kepada nabi. “Ya, Rasul Allah, kenapa Rasul Allah menangis?” Rasul Allah menjawab, “Aku menangis karena ibuku wafat sebelum agama Islam datang.” Tiap-tiap nabi pernah menangis, Nabi Isa pernah menangis, Nabi Muhammad pernah menangis. Nabi Isa di dalam siksaan yang sehebat-hebamya pun juga. Ia bukan disalib, sebab menurut agama kita, Ia tidak pernah disalib. Tetapi Ia dinaikkan malahan ke langit, diarafkan oleh Tuhan.

Yang disalib itu bukan Isa tetapi pengganti Isa. Isa diselamatkan oleh Tuhan, dinaikkan, dirafkan, oleh karena itu Tuhan kadang-kadang disebutkan “Rafiiku”. Tidak tahu ini, ilmu bahasa benar atau tidak, yang menaikkan Raf. Tetapi Isa pernah mengalami saat-saat yang paling sulit, paling pahit, paling getir, Isa menderita. Pada saat Isa menderita, Ia merasa dirinya ditinggalkan oleh Tuhan. Dan Ia mengucapakan Ia punya keluhan jiwa Yang terkenal, ‘Eli, Eli lama sabakhtani?” (Ya Tuhan, Ya Tuhan, mengapa Engkau meninggalkan akan daku?) Demikianlah rintihan jiwanya pada saat dia menderita. Karena demikian menderitanya Ia merasa ditinggalkan oleh Tuhan.

Dengarkan Saudara-saudara, Muhammad 11 tahun, Ia bekerja mati-matian, membanting Ia punya tulang kataku, memeras keringat, mengulur Ia punya tenaga tetapi hasilnya tidak banyak. Pada jiwanya jiwa besar, jiwa Muhammad yang tempo hari menyinari alam. Dan memang Ia tidak berjiwa betet, Ia termasuk manusia-manusia yang berkata, “Jalan sendiri jikalau perlu, terbang sendiri kalau perlu.” Saudara ingat ucapan saya di dalam, bahasa asing, “Een den zwemmen in troepen, maar de edelaar vliegt allen.” Bebek selalu berbondong-bondong tetapi burung elang rajawali terbang sendin di angkasa yang tertinggi).

Muhammad jiwanya adalah jiwa yang demikian Buddha, mulai ia punya agama, menyiarkan ia punya agama dengan 23 sahabat, 20 sahabat saja Saudara-saudara. Agama Buddha sampai sekarang masih ada. Bisa menjalankan ia punya mission dengan 12 sahabat, “jezus en de 12 Apostelen”. Muhammad mulai ia punya mission dengan seorang sahabat saja, istrinya sendiri, sesuai dengan jiwa elang rajawali yang berani terbang di angkasa sendiri, tidak sebagai jiwa betet yang selalu berkawan-kawan, en toch, manusia yang demikian ini Saudara-saudara tidak luput dari rintihan, tidak luput dari tangis.

Ia menangis di kuburan ibunya. Ia menangis pula tatkala ia melihat bahwa sesudah 11 tahun bekerja keras, hasil ia punya mission hanyalah segundukan manusia yang telah masuk Islam. Dan bukan saja hasilnya kecil, bukan saja jumlah manusia yang ia bisa masukkan ke dalam agama Islam hanya kecil tetapi rintangan Saudara-saudara. Sudah Saudara-saudara kenal semuanya, seperti ancaman akan dibunuh dan sebagainya. Dan sekarang dia punya rintihan jiwa kepada Tuhan.

Ia tidak berkata, ‘Eli, Eli lama sabakhtani?” Ya Tuhan, ya Tuhan mengapa Engkau meninggalkan akan daku? Ia merebahkan ia punya diri, mengadukan ia punya diri kepada Tuhan. Tuhan, Engkau telah membuat aku Rasul, Tuhan Engkau telah memberi kewajiban kepadaku untuk mengembangkan agama Islam, hasil hanya seperti ini. Ya, Tuhanku, aku mengadukan diriku kepada-Mu. Aku mohon kepada-Mu agar Engkau memberikan aku lebih tambah kekuatan. Agar aku bisa menjalankan darma baktiku ini dengan jalan yang lebih baik.

Ia merintih, menangis, memohon kepada Tuhan, mengadukan dirinya kepada Tuhan. Dan sebagai jawaban atas rintihan ini Saudara-saudara, datanglah Isra dan Mikraj. Laksana Tuhan memberi hiburan kepadanya, “Ya Muhammad, jangan engkau kecil hari, ya, Muhammad, jangan engkau sedih hati, ya, Muhammad, jangan engkau putus asa, mari Aku tunjukkan kepadamu bahwa Aku ini ada. Mari engkau kubawa dari masjid ini ke masjid sana dengan disertai Jibril dan Mikail, saksikan sendiri kebesaran-Ku. Sesudah nanti datang ke masjid itu, ayo, naiklah Mikraj, naiklah Mikraj, datanglah sampai ke Mustawan, sampai Sidhratul Muntaha, dan engkau akan melihat nurKu sendiri, meyakini sendiri akan adanya Aku. jikalau engkau sudah tiba di Sidratul Muntaha, engkau tidak lagi ainul yaqin atau ilmul yaqin akan Tuhan tetapi engkau akan haqqul yaqin akan adanya Tuhan. Dan haqqul yaqin akan kebenaran yang tersinar daripada Tuhan itu. Dan engkau akan kuat engkau punya batin, engkau tidak akan putus asa. Engkau akan teruskan kewajibanmu. Dengan hati yang lebih tetap.

Bersambung