Tawassul Ranah Aqidah atau Fikih?

Tawassul Ranah Aqidah atau Fikih?

Tawassul Ranah Aqidah atau Fikih?

Ngaji kitab Mafahim saat ini sampai Bab Tawassul. Setelah saya uraikan beberapa hadis yang sebagian dinilai sebagai hadis Hasan dan sebagian lagi dhaif, lalu pada sesi tanya jawab kedua ada anak muda maju ke depan. Ia berkata: “Dalam masalah Aqidah harus menggunakan hadis sahih. Kalau hadis dhaif digunakan dalam masalah Fadhail, betul Ustadz?” Saya jawab “betul”. Tapi saya belum faham ia menggiring dengan pertanyaan seperti itu.

Kemudian ia berkata: “Tawassul ini kan masalah Aqidah, mengapa menggunakan hadis dhaif?” Oh rupanya kesana arahnya.

Langsung saya jawab dengan power poin yang disampaikan oleh pendiri dakwah Tauhid Salafi:

اﻟﻌﺎﺷﺮﺓ: ﻗﻮﻟﻬﻢ ﻓﻲ اﻻﺳﺘﺴﻘﺎء: ﻻ ﺑﺄﺱ ﺑﺎﻟﺘﻮﺳﻞ ﺑﺎﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ . ﻭﻗﻮﻝ ﺃﺣﻤﺪ: ﻳﺘﻮﺳﻞ ﺑﺎﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺧﺎﺻﺔ

Kesepuluh perkataan ulama dalam Istisqa’ (doa meminta hujan) “Boleh bertawassul dengan orang-orang saleh. Dan perkataan Ahmad bin Hambal yang bertawassul dengan Nabi shalallahu alaihi wasallam secara khusus

ﻓﻜﻮﻥ ﺑﻌﺾ ﻳﺮﺧﺺ ﺑﺎﻟﺘﻮﺳﻞ ﺑﺎﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻭﺑﻌﻀﻬﻢ ﻳﺨﺼﻪ ﺑﺎﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﺃﻛﺜﺮ اﻟﻌﻠﻤﺎء ﻳﻨﻬﻰ ﻋﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﻳﻜﺮﻫﻪ، ﻓﻬﺬﻩ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻣﻦ ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﻔﻘﻪ

Sebagian ulama yang membolehkannya Tawassul dengan orang saleh dan ulama lain yang mengkhususkan pada Nabi shalallahu alaihi wasallam -kebanyakan ulama mencegahnya dan tidak menyenangi hal itu- maka masalah ini adalah bagian dari masalah fikih (Masail Wa Fatawa Syekh Ibni Abdil Wahhab 1/68)

Kalau masih ada yang menyanggah bahwa di kitab itu maksudnya adalah Tawassul dengan orang yang masih hidup dan bukan kepada ulama yang sudah wafat, maka jawab dengan Tawassul imam Ahmad bin Hambal di atas yang bertawassul dengan Nabi:

ﻗﺎﻝ اﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻓﻲ ﻣﻨﺴﻜﻪ اﻟﺬﻱ ﻛﺘﺒﻪ ﻟﻠﻤﺮﻭﺫﻱ: ﻳﺘﻮﺳﻞ ﺑﺎﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺋﻪ

Imam Ahmad berkata dalam tuntunan ibadah yang ia tulis kepada Marwadzi bahwa Ahmad bin Hambal bertawassul dengan Nabi shalallahu alaihi wasallam dalam doanya (Mathalib Uli An-Nuha 1/817)

Perihal status hadis Tawassul juga masuk ranah khilafiyah para ulama. Bagi yang obyektif sebagian hadis Tawassul ditegaskan ada yang sahih, hasan dan dhaif.

Bagi yang anti Tawassul semua hadis Tawassul didlaifkan, kecuali hadis orang buta yang meminta diajari Tawassul kepada Nabi. Namun mereka menakwil bahwa Nabi yang mendoakan orang buta tersebut.

Kesimpulan

Para ulama sejak dahulu menjadikan tema Tawassul ini dalam ranah Fikih, termasuk pendiri aliran Salafi. Hanya belakangan ini saja dari Salafi yang menjadikan Tawassul dalam ranah Aqidah sehingga berujung para penghukuman Syirik.