Cerita ini dikutip dari buku Kisah-Kisah Sufi karya Idries Syah. Diceritakan bahwa ada seorang pekwrja keras namun sangat kikir. Bisnisnya adalah berdagang dan meminjamkan uang. Ia telah menumpuk hartanya sebanyak 300.00 dinar. Tidak hanya itu tanahnya sangat luas, rumahnya juga banyak dan mempunyai segala macam harta benda.
Merasa sudah lelah bekerja dan umur bertambah, Si Kikir mulai berpikir tentang kematian. Ia kemudian memilih beristirahat selama satu tahun dan ingin menentukan masa depannya. Namun naas dalam istirahatnya itu ia bertemu dengan Malaikat Maut. Betapa kagetnya Si Kikir berjumpa dengan Malaikat Pencabut Nyawa ini. “ Wah nyawa saya akan dicabut,” gumamnya dalam hati.
Sejenak setelah itu Si Kikir mulai memutar otak. Bagaimana caranya Malaikat maut tidak menjalankan tugasnya. “Wahai Malaikat Maut, bantulah aku menambah umur selama tiga hari saja, maka akan kuberikan sepertiga hartaku,” pintanya memelas. Mendengar ucapan itu, Malaikat Maut pun menolak dengan tegas.
“Jika engkau membolehkan aku tinggal dua hari lagi, akan kuberi engkau duaratus ribu dinar dari gudangku,” kata Si Kikir lagi. Namun seperti jawaban pertama, sang Malaikat Maut tidak menggubrisnya bahkan menolak memberi tambahan tiga hari demi tigaratus ribu dinarnya. Kemudian si kikir berkata: “Tolonglah, kalau begitu beri aku waktu untuk menulis sebentar.” Tak dinyanan permintaan terakhir ini diizinkan oleh Malaikat Maut. Kemudian Si Kikir menulis dengan darahnya sendiri. “Wahai manusia, manfaatkan hidupmu. Aku tidak dapat membelinya dengan tigaratus ribu dinar. Pastikan bahwa engkau menyadari nilai dari waktu yang engkau miliki.”