Satu nama yang terus-terusan berdengung di telinga mahasiswa sejak 21 tahun lalu adalah Wiranto. Saya mengenalnya sebagai seorang yang nyaris abadi, tampak tidak berubah secara gaya rambut dan selalu berada di televisi untuk–yah apa saja–termasuk menenangkan suasana, menurut dia.
Lelaki berumur 72 tahun lalu itu merupakan jenderal pengelana di lingkar keuasaan negeri ini. Sederhanya, Wiranto ada di mana-mana dan mungkin sedang berada di sekitar Anda sekarang ini, siapa bisa mengira? Dalam salah satu periode terkelam Republik ini ia selalu memiliki peran, ia Panglima TNI periode 1998-1999 dan dianggap bertanggung jawab pelbagai kerusuhan waktu itu.
Di era generasi Z yang demo dengan poster lucu-lucu ini, selain Presiden, ia orang yang harusnya paling tanggung jawab terhadap kondisi dan gaduhnya perpolitikan tanah air, serta beberapa keputusan kontroversial. Dan, yah, ia adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Ketika ’98 meletus, saya masih SD dan melihat sosoknya di berita dan berbicara tentang mahasiswa, presiden dan kerusuhan. Dan, tatkala 2019 ini dan saya mulai berkeluarga, ia, Lord Wiranto, masih berada di tempat yang sama, di sisi Presiden, dan membicarakan tidak jauh dari apa yang ia bicarakan puluhan tahun lalu.
Simak saja ini, menyikapi demo mahasiswa dan didukung publik ini terkait kekonyolan demi kekonyolan yang dilakukan DPR terkait undang-undang:
“Saya kira yang dihadapi kelompok yang mengambil alih demo mahasiswa itu bukan murni untuk mengoreksi kebijakan lain, tapi telah cukup bukti mereka ingin menduduki DPR dan MPR, agar DPR tidak dapat melaksanakan tugasnya, dalam arti DPR tidak dapat dilantik dan lebih jauh lagi tujuan akhirnya menggagalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih,” kata Wiranto saat jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (26/9/2019).
Padahal, tidak ada yang berbicara turunkan atau gagalkan presiden. Kalau pun toh ada, sifatnya minor. Tuntutan mahasiwa dan publik lebih ke DPR dan pemerintah agar tidak berlaku dzalim. Tapi soal penurunan Jokowi?
Memang realitas politik seperti ini harus diakui ada dan kita tidak bisa menutup mata. Dalam setiap aksi maupun kegaduhan, pasti pihak oposisi atau siapa pun yang tidak suka terhadap rezim, akan berusaha menunggangi. Caranya bagaimana? Saya tidak tahu, Pak Wiranto, mohon maaf. Dan, Pak Wiranto pasti lebih paham–dengan segala pengalaman-pengalamannya tentu saja.
Tapi satu hal yang pasti, desakan publik terkait belakangan murni karena ya DPR yang terlalu naif dan bakal meloloskan Undang-undang yang efek publiknya akan jadi karet, mirip seperti UU ITE. Mulai dari RKUHP yang isinya banyak lucu-lucu itu hingga UU KPK yang disahkan dan dianggap melemahkan pembertasan korupsi.
Di posisi ini, jenderal Wiranto sebagai orang yang bertanggung jawan terhadap keamanan dan ketertiban negeri ini agaknya harus memilah lagi cara bicara ke publik. Biar, tentu saja, tidak jadi guyonan publik lagi, seperti di bawah ini.
“Gerakan gelombang baru ini kita harus waspada karena akan mengerahkan kelompok garis keras, juga akan melibatkan suporter. Suporter bola kaki pun disasar untuk dilibatkan dalam gerakan itu,” katanya.
Di kalangan suporter, kalimat himbauan ini tentu saja bulan-bulanan. Kenapa harus suporter?
Jangan mau jadi kambing hitam sups.
Pastikan kalau kita melakukan sesuatu tahu dasarnya, bukan hanya sekadar ikut-ikutan. Yakini kebenaranmu.
Semoga Negara dan Sepakbola kita segera sehat kembali.Selamat Week End sups pic.twitter.com/6LFSN1KHFK
— Info Suporter Indonesia (@InfosuporterID) September 27, 2019
Kalau dilihat dari reply cuitan @infosuporter ini terlihat jelas bagaimana lucunya komentar ini. Anda tidak perlu capek nyekroll cukup baca 1-2 komentar, seperti ini: diem bae salah apalagi gerak..hmm suporter ora sepele lho wir atau bapak mau saya sleding?… eh tapi takut ding, sleding saya aja pak dan seterusnya, dan seterusnya.
Apalagi, efek dari sini, beredar banyak informasi palsu di grup-grup whatsapp akan ada pergerakan suporter dan semuanya gabung jadi satu dan demo menggulingkan presiden. Bahkan, Viking-The Jak yang sukar untuk bersama saja akan ikut, demi apa? Ya demi gagalnya pelantikan, seperti kata Wiranto.
Jadi, begitulah Pak Wiranto. Akan banyak hal yang bisa dituliskan tentangnya. Tapi, satu hal yang pasti, beliau ini akan selalu ada di lingkaran kekuasaan dan tidak mungkin akan membuat kekonyolan–atau di level bahaya, adalah keputusan-keputusan yang tidak tepat terkait kebijakan keamaan. Termasuk penangkapan Dandhy Laksono dan Ananda Badudu bebera waktu lalu. Apapun alasannya, penangkapan adalah kesalahan dan keputusan yang sangat buruk, protes publik pun akan kian keras, Pak Wiranto.
Saya mungkin orang banyak sekali tidak sependapat dengan Dandhy, tapi menangkapnya hanya karena cuitan adalah lucu. Apalagi menangkap Ananda Badudu hanya karena ia dianggap membagi duit ke mahasiswa demo. Padahal, ia membuat donasi terbuka di kitabisa.com dan semua orang bisa lihat, begitu transparan dan kontribusi. Dan, Ananda adalah ikon kelas menengah dan anak muda, ia jurnalis dan musisi. Belum tahu aja kalau musisie Indie berkumpul, bisa gawat dunia, begitu katanya. Tapi tenang, itu guyon kok.
Segala kekacauan ini harusnya tidak terjadi jika Wiranto bisa membuat keputusan yang tepat dan tahu siapa yang bakal diajak bicara terkait konflik. Bukan sebaliknya, justru boomerang bagi pemerintah yang sedang ia kawal.
Tapi, Wiranto adalah Wiranto. Ia tetap abadi dan setegar karang, apapun yang terjadi. Persis seperti 21 tahun lalu ketika ia bicara tentang gerakan mahasiswa yang disusupi atau apalah namanya, sama kayak kejadian beberapa hari ini.
Teman saya, sesama jurnalis pun memberi komentar asyik selepas ia nonton film Rambo The Last Blood dan ada adegan terakhir ketika Silvester Stallone duduk di kursi goyang rumahnya dan menatap langit yang mulai maghrib.
“Rambo aja pensiun, Masak Wiranto Enggak?” Katanya.
Kujawab singkat, Tak ada yang abadi, kecuali Lord Wiranto.