Artikel sebelumnya telah menerangkan ayat 76 tentang Nabi Muhammad SAW agar tidak larut dalam kesedihan dikarenakan ucapan dan cemoohan kaum musyrik. Pada ayat ini Allah SWT mengecam manusia-manusia durhaka atas semua ucapan dan perbuatan buruk mereka sambil kembali diingatkan tentang asal kejadian mereka dari sesuatu yang hina. Allah SWT berfirman:
أَوَلَمْ يَرَ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
awalam yara al-insaanu annaa khalaqnaahu min nuthfatin faidzaa huwa khashiimum mubiin.
Artinya:
“Dan apakah manusia (yang durhaka itu) tidak melihat bahwa Kami telah menciptakannya dari nuthfah (mani), lalu tiba-tiba dia menjadi penantang yang nyata?” (QS: Yasin Ayat 76)
Imam al-Baghawi dalam tafsirnya Ma’alim al-Tanzil menjelaskan ayat di atas mengingatkan manusia yang membangkang, mereka hanyalah makhluk Allah SWT berasal dari sperma yang hina. Al-Baghawi dengan retoris mengatakan, “Mengapa kemudian orang-orang musyrik itu tidak lantas berpikir tentang asal mula penciptaannya?”
Menurut al-Wahidi, kata ‘khashiimun mubiin’ adalah perdebatan yang sia-sia dan celaan kepada Nabi Muhammad SAW karena mengingkar ihari kebangkitan setelah manusia mati.
Menurut Imam al-Baydhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil ayat di atas merupakan bentuk ‘penguatan’ bagi Nabi Muhammad SAW yang kedua seperti ayat sebelumnya. Allah SWT menguatkan Nabi Muhammad SAW bahwa orang-orang yang mengingkari Hari Kebangkitan itu tidak berpikir bahwa mereka hanyalah makhluk yang lemah. Dalam ayat ini, kata al-Baidhawi, terdapat makna taqbiih baliigh yang artinya sindiran keras karena kesombongan mereka. Padahal betapa mereka hanya diciptakan dari sperma yang hina. Mereka tidak akan pernah berlaku sombong jika mereka berpikir bagaimana mereka pertama kali diciptakan.
Bagi al-Zamakhsyari ayat ini merupakan bentuk ‘celaan’ Allah SWT kepada orang-orang musyrik karena mereka mengingkari Hari Kebangkitan (al-ba’ts). Padahal betapa mudahnya Allah SWT membangkitkan manusia sebagaimana Dia menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina. Orang-orang musyrik itu tetap saja mengingkari nikmat Allah SWT.
al-Biqa’i dalam Nadzm al-Dhurar menjelaskan bahwa kalimat awalam yara berarti tidakkah mereka benar-benar mengetahui (ay ya’lamu ‘ilman) sebagaimana mereka melihat dengan mata kepalanya sendiri. kata ‘al-insan’ menurut al-Biqa’i menunjukkan bahwa jenis manusia diciptakan Allah SWT dengan luar biasa. Meski demikian mereka berasal dari bahan dasar yang sangat kecil, hina dari air mani yang dikeluarkan oleh kemaluan laki-laki. Kemudian setelah mereka menjadi manusia yang dapat berpikir, tiba-tiba mereka menjadi pembantah yang tidak tahu diri dan tidak menggunakan akal pikirannya untuk merenungi kebenaran.
Jamaluddin al-Qasimi sebagaimana mengutip dari al-Thaybiy dalam tafsirnya Mahasin al-Ta’wil menjelaskan bahwa ayat 77 ini masih berkaitan erat dengan ayat sebelumnya, ayat 76. Kedua ayat ini mengisyaratkan kepada makna al-ta’kis, artinya pertanyaan yang menyatakan kebalikan dari kenyataan. Dengan kata lain, menurut al-Qasimi Allah SWT menciptakan manusia agar mereka dapat bersyukur, tetapi sebagian dari mereka belaku ingkar (kufr). Allah SWT menciptakan manusia dari sesuatu yang hina, tetapi sebagian dari mereka malah bersikap sombong.
Beberapa mufassir di atas, menyebutkan sebuah riwayat bahwa ‘al-insan’ yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ubay bin Ka’ab. Menurut Quraish Shihab, kata ini merujuk orang tertentu. Beberapa riwayat menyebut beberapa nama serperti al-‘Ash bin Wail, Abu Jahal, Ubayy bin Khalaf, al-Walid bin al-Mughirah, dan Ubay bin Ka’ab itu sendiri. Bagi Quraish, siapa pun orangnya, yang jelas kata ini mencakuup semua orang durhaka yang enggan percaya dan banyak membantah.
Terkait riwayat-riwayat yang menceritakan kisah dari sebab turunnya ayat ini akan diceritakan pada artikel selanjutnya yang membahas QS Yasin ayat 78 – 79.