Tafsir Surat Yasin Ayat 22: Allah SWT Maha Pencipta

Tafsir Surat Yasin Ayat 22: Allah SWT Maha Pencipta

Tafsir Surat Yasin Ayat 22: Allah SWT Maha Pencipta
Kitab-kitab yang disusun rapi.

Masih kelanjutan dari kisah tentang lelaki yang bergegas menuju kaum yang menolak para rasul sebagaimana ditulis pada artikel sebelumnya (Tafsir Surat Yasin Ayat 20-21), pada ayat ini lelaki bernama Habib itu mengutarakan alasan-alasan kepada kaumnya. Allah SWT berfirman:

وَمَا لِيَ لَا أَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Wa maa liya laa ‘a’budulladzi fatharanii wa ilaihi turja’uun.

Artinya:

“Dan betapa aku tidak menyembah (Allah SWT) Yang telah menciptakan aku dan hanya kepada-Nya (aku dan begitu juga) kamu akan dikembalikan?” (QS: Yasin Ayat 22)

Merujuk pada riwayat Ibnu Hamid dari Salamah dari Ibnu Ishaq dari Ibnu Abbas dari Ka’ab al-Ahbar dari Wahab bin Munabbih, Ibnu Jarir al-Thabari menerangkan bahwa lelaki mukmin ini memanggil kaumnya, para penyembah berhala-berhala ini, untuk meluruskan keimanan mereka. Lelaki ini kemudian menyatakan keimanannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mewartakan bahwa berhala-berhala yang disembah kaumnya tidak mendatangkan manfaat maupun mudharat, lalu keluarlah pernyataan sebagaimana ayat di atas.

Ibnu Katsir pun dalam tafsirnya menguraikan bahwa ayat ini  menunjukkan bahwa lelaki mukmin ini didorong keikhlasannya untuk beribadah kepada Tuhannya sehingga keberaniannya muncul meskipun berada di tengah-tengah persekusi kaumnya. Seolah-olah lelaki ini berkata: “Perlakuan ini tidak menghalangiku untuk ikhlas beribadah kepada Dzat yang menciptakanku, Dia Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya (wa ma yamna’uni min ikhlash al-‘ibadat lilladzi khalaqani wahdahu la syariika lahu).”

Dalam Tafsir al-Jalalayn menambahkan bahwa lelaki mukmin ini, yang bernama Habib, berkata tidak ada halangan bagiku untuk beribada kepada-Nya, begitu pun bagi kalian (kaumnya), dan kepada-Nyalah kalian kembali setelah mati. Dia akan membalas apa yang telah kalian perbuat oleh sebab kekafiran kalian.

Bagi Muhammad Amin al-Syinqithi, ayat ini berkaitan dengan ayat pertama Surat Fathir yang menerangkan Allah SWT Sang Maha Pencipta, menciptakan dari ketiadaan menjadi ada (min al-‘adam ila al-wujud) dan menunjukkan bahwa Sang Pencipta ini adalah Dzat Yang Maha Esa, hanya Dialah yang berhak disembah. Banyak ayat yang menjelaskan terkait hal ini seperti dalam QS al-Furqan ayat 3, QS al-Ra’du ayat 16.

Kata fathara dalam ayat di atas, dalam penjelasan Quraish Shihab, berarti mencipta pertama kali. Artinya Allah SWT mencipta manusia pertama kali, Dia juga tempat kembali yang terakhir. Dengan demikian, menurut Quraish, manusia yang awal dan akhirnya milik Allah SWT hendaknya menjadikan seluruh hidupnya sebagai ibadah dan pengabdian kepada-Nya.

Penggunaan bentuk persona pertama dengan kata aku, masih menurut Quraish Shihab, yang kemudian diakhiri dengan kata persona kedua jamak (turja’un) mengandung makna “aku sebagai manusia” yang secara otomatis kata kamu juga terjudu kepada semua manusia. Redaksi kalimat tanya pada ayat ini, juga mengisyaratkan kebersihan jiwa dari si pembicara sehingga ia dapat merasakan kehadiran Sang Pencipta. Dengan kesucian fitrah ini seseorang akan sadar bahwa akhir dari perjalanan kehidupan ini adalah Tuhan Yang Maha Esa. Wallahu A’lam.