Pada ayat-ayat sebelumnya Al-Qur’an menggambarkan orang-orang yang dihadapi Rasulullah SAW sebagai kaum yang membangkang, penentang, dan menolak keras ajaran yang disampaikan Rasul kepada mereka. Pada beberapa ayat berikutnya, akan diceritakan mengenai bagaimana para utusan (Rasul) terdahulu menghadapi kaum-kaumnya. Hal ini rupanya sebagai bentuk pelajaran atau ‘ibrah bagi Rasulullah SAW bersama para sahabatnya bahwa para utusan terdahulu pun mengalami kasus yang sama, yaitu mendapatkan penolakan dari kaumnya. Allah SWT berfirman:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ () إِذْ أَرْسَلْنَا إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ
Wadhrib lahum matsalan ashhab al-qaryah idz jaa‘aha al-mursalun. Idz arsalna ilaihimutsnaini fakadzdzabuuhumaa fa’azzazna bi tsaalitsin faqaaluu innaa ilaikum mursaluun.
Artinya:
“Dan buatlah bagi mereka (kaum musyrik Mekkah) suatu perumpamaan (tentang keadaan) penduduk suatu negeri, ketika utusan-utusan datang kepadanya. (Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka (penduduk negeri itu), dua orang (utusan), lalu mereka mendustakan keduanya; maka Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, lalu mereka (para utusan) berkata: “Sesungguhnya kami adalah para utusan (Allah SWT) kepada kamu.” (QS. Yasin 13-14)
Mengenai siapakah tiga utusan yang disebutkan dalam dua ayat di atas, Ibnu Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya menerangkan bahwa sedikitnya terdapat dua keterangan yang berbeda. Pertama ketiga utusan tersebut adalah hawariyyun yakni murid-murid Nabi Isa AS yang diutus ke Anthokia, suatu wilayah yang berada dalam kekuasaan Romawi. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Basyar dari Yazid dari Sa’id dari Qatadah dan juga riwayat Basyar dari jalur Yahya dan Abdurrahman dari Sufyan dari al-Suddi dari ’Ikrimah.
Kedua ketiga utusan tersebut adalah utusan Allah SWT (Rasul) yang didasarkan oleh al-Tabari pada riwayat Ibnu Humaid dari Salamah dari Ibnu Ishaq dari Ibnu ’Abbas dari Ka’ab al-Ahbar dari Wahab bin Munabbih, katanya: “Dulu di Kota Anthokia, penguasa di sana yang bernama Abthaihas bin Abthaihas menyembah berhala, dalam keadaan musyrik, kemudian Allah SWT mengutus para rasul. Dua Rasul pertama yaitu Shadiq dan Mashduq. Datanglah mereka ke negeri tersebut. Namun mereka mendapatkan penolakan, kemudian Allah SWT mengutus yang ketiga, bernama Salum. Akan tetapi mereka tetap membangkang.
Bagi al-Qusyairi dua ayat di atas merupakan bentuk pengingat kembali bagi umat Nabi Muhammad SAW. Seakan Allah SWT berfirman bahwa meskipun kaum-kaum yang diceritakan telah dilupakan akan tetapi Kami mengingatkan tentang perilaku dan perbuatan mereka setelah mereka mati.
Al-Zamakhsyari dalam tafsir al-Kasysyaf menjelaskan secara terbalik bahwa utusan Allah SWT yang diutus pertama kali adalah tokoh bernama Syam’un yang merupakan murid dari Nabi Isa AS, baru kemudian dua utusan berikutnya muncul tanpa sepengatuan Syam’un. Diceritakan bahwa Syam’un merupakan tangan kanan Raja. Pada suatu ketika datang dua orang utusan, kemudian Raja mendengar cerita tentang dua orang tersebut. Dipanggillah Syam’un menghadap Raja. “Pernahkah kau mendengar cerita tentang dua orang utusan?” Syam’un menjawab, “tidak tahu wahai Raja.” Kemudian Raja langsung meminta dua orang tersebut menghadap.
Syam’un bertanya kepada keduanya, “Siapa yang mengutus kalian?” Mereka menjawab, “Allah SWT yang menciptakan segala sesuatu tidaka sekutu bagi-Nya. Kemudian Syam’un bertanya lagi, apa tanda kalian?” Karena tidak sabar, Raja pun menghadapkan seorang buta, kemudian dua utusan tersebut berdoa kepada Allah SWT hingga ia bisa melihat.
Thahir Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa kedua ayat ini menerangkan tentang keadaan orang-orang musryik Mekkah serupa dengan keadaan penduduk suatu negeri pada zaman Nabi terdahulu. Ibnu ‘Asyur mengatakan bahwa yang dimaksud dengan negeri (qaryah) pada ayat di atas adalah Antiokhiah yang saat ini merupakan daerah Suriah. Adapun terkait dengan latar belakang cerita, Ibnu ‘Asyur menerangkan cerita di atas dengan lebih detail. Menurutnya berdasarkan riwayat dari Qatadah, Nabi Isa AS tidak diutus selain untuk Bani Israil, dan diutus untuk menyempurnakan ajaran Taurat. Kemudian Nabi Isa AS berwasiat kepada para muridnya (al-hawariyyun) agar tidak henti-henti untuk melarang kaumnya menyembah berhala-berhala. Atas wasiat ini, murid-murid Nabi Isa AS ketika mimpi atau mendapatkan ilham yang menguatkan wasiat dari Nabi Isa berkaitan dengan negeri Bani Israil maupun negeri-negeri tetangga, mereka meyakini bahwa itu merupakan wahyu dari Allah SWT. Hal ini terjadi pada tahun ke-40 M.
Berkaitan dengan dua pendapat berbeda sebagaimana dikemukakan al-Thabari pada penjelasan awal, M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa pendapat yang mengatakan utusan tersebut adalah para murid Nabi Isa AS, agaknya terpengaruh oleh penjelasan dalam kitab Perjanjian Baru bada bagian Kisah Para Rasul XIII. Di dalamnya dijelaskan bahwa di Antiokhiah ketika itu terdapat beberapa pengajar, yaitu Barnabas dan Semion, Lukas, Menahem dan Pulus. Suatu ketika Isa AS menugaskan Barnabas dan Paulus pergi kesekian wilayah sampai akhirnya mereka tiba di Antiokhiah. Singkat cerita pada Kisah Para Rasul XV terjadi perselisihan antara Paulus dan Barnabas sehingga mereka berpisah. Barnabas membawa Markus ke daerah Siprus sedangkan Paulus membawa Silas berangkat ke Suriah. Menurut Quraish, apa pun penjelasannya yang pasti rasul-rasul yang dimaksud adalah mereka yang membawa pesan-pesan Allah SWT agar mengakui keesaan-Nya, memercayai risalah kenabian dan hari Kebangkitan.