Tafsir Surat An-Nahl Ayat 5-8: Lima Fungsi Kendaraan dalam Kehidupan

Tafsir Surat An-Nahl Ayat 5-8: Lima Fungsi Kendaraan dalam Kehidupan

Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang tak pernah habis untuk dikupas. Yang saat ini lagi ramai pembicaraan tol langit, di al-Qur’an hal tersebut sudah dibicarakan.

Tafsir Surat An-Nahl Ayat 5-8: Lima Fungsi Kendaraan dalam Kehidupan
naik kendaraan

Al-Qur’an begitu dekat membahas tentang tema-tema dalam berkehidupan, semisal masalah keluarga, gaya hidup, dan lainnya. Salah satu gaya hidup manusia sekarang adalah kendaraan. Hampir setiap orang memiliki kendaraan, semisal sepeda, motor, mobil, atau bahkan pesawat pribadi. Al-Qur’an membahas tentang fungsi kendaraan dalam QS. An-Nahl ayat 5 – 8 yang berbunyi:

وَٱلۡأَنۡعَٰمَ خَلَقَهَاۖ لَكُمۡ فِيهَا دِفۡءٞ وَمَنَٰفِعُ وَمِنۡهَا تَأۡكُلُونَ ٥  وَلَكُمۡ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسۡرَحُونَ ٦ وَتَحۡمِلُ أَثۡقَالَكُمۡ إِلَىٰ بَلَدٖ لَّمۡ تَكُونُواْ بَٰلِغِيهِ إِلَّا بِشِقِّ ٱلۡأَنفُسِۚ إِنَّ رَبَّكُمۡ لَرَءُوفٞ رَّحِيمٞ ٧ وَٱلۡخَيۡلَ وَٱلۡبِغَالَ وَٱلۡحَمِيرَ لِتَرۡكَبُوهَا وَزِينَةٗۚ وَيَخۡلُقُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٨

  1. Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan
  2. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat penggembalaan
  3. Dan ia memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesukaran-kesukaran (yang memayahkan) diri. Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
  4. dan (Dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan (menjadikannya) perhiasan. Dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya

Kendaraan dalam ayat tersebut termanifestasi dengan menggunakan kata al-an’am, al-khail, al-bighal, dan al-khimar. Dari ayat tersebut dapat kita lihat bahwa kendaraan mememiliki beberapa fungsi:

Fungsi pertama, untuk mencari nafkah dengan menggunakan kalimat ‘minhaa ta’kuluun’. Contoh sederhananya adalah bagaimana tukang ojek, baik online maupun offline yang menggunakan kendaraan yang dimilikinya untuk menjemput rizki dari Allah SWT.

Fungsi kedua, untuk kebanggaan diri sendiri yang tersirat dalam ‘wa lakum fiihaa jamaalun. Semakin tinggi level kendaraan yang dimiliki semakin tinggi rasa bangga memilikinya. Karena kendaraan merupakan salah satu gaya hidup yang melambangkan seberapa besar hasil usaha yang telah kita raih dari kerja keras yang telah kita lakukan.

Fungsi ketiga, sebagai transportasi barang yang tertuang dalam ‘wa tahmilu atsqaalakum’. Dahulu, untuk membawa barang-barang berat biasanya menggunakan hewan ternak seperti sapi, kuda, dan kerbau. Di zaman sekarang, bisa kita dapati mobil-mobil truk pengangkut, mobil-mobil pengangkut, dan lainnya. Tergantung dari seberapa besar beban yang akan dibawanya. Kita juga bisa lihat bagaimana jasa-jasa pemaketan barang menggunakan kendaraan sebagai alat transportasi utama.

Fungsi keempat, sebagai alat transportasi yang tertuang dalam kalimat ‘li tarkabuuhaa’. Zaman sekarang alat transportasi semakin canggih, bahkan semua medan pun telah dapat ditaklukkan dengan berbagai jenis kendaraan yang ada, mulai dari pesawat, kapal, dan lain sebagainya.

Fungsi kelima, untuk menunjukkan kelas seseorang di masyarakat yang terlihat dalam kata ‘wa ziinah’. Salah satu alat yang bisa digunakan untuk menilai seseorang ialah melalui kendaraan yang dimilikinya. Bisa kita lihat tokoh-tokoh ternama, artis-artis, dan pejabat yang memiliki mobil bermacam-macam dan berbagai model. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya posisi mereka di masyarakat.

Namun, jangan pernah lupa, bahwa bagaimanapun kendaraan yang dimiliki, seberapa mahal harganya, seberapa mewah nilainya, tetap merupakan bentuk kenikmatan yang diberikan oleh Allah. Jangan pernah lupa mensyukurinya, dan jangan pernah menyombongkannya. Karena jika Allah menghendaki, segala nikmat yang diberikannya dapat diambil dalam sekejap.

Muhammad Miftahuddin, penulis adalah Santri Ponpes Pandanaran Yogyakarta.