Tafsir Surat Al-Waqi’ah Ayat 18-19: Benarkah Arak Minuman Penghuni Surga?

Tafsir Surat Al-Waqi’ah Ayat 18-19: Benarkah Arak Minuman Penghuni Surga?

Tafsir Surat Al-Waqi’ah Ayat 18-19: Benarkah Arak Minuman Penghuni Surga?
Kitab-kitab yang disusun rapi.

Dalam surat al-Waqi’ah ayat 15-17, Allah menerangkan nikmat yang diberikan kepada al-sabiqun atau golongan terdahulu, yaitu orang-orang yang memiliki kedudukan mulia dan tinggal di surga. Di surga, mereka memperoleh tempat duduk yang istimewa, berkumpul bersama orang-orang istimewa, serta dikelilingi anak-anak yang tidak menua, dan hidangan berupa minuman dan makanan. Allah kemudian menjelaskan kenikmatan minuman yang diberikan pada mereka dalam ayat 18-19 ini:

Allah berfirman:

بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ () لَا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُونَ

Biakwabiw waabariqa waka’sim mim ma’in. la yushadda’una ‘anha wala yungzifun.

Artinya: 

“Dengan membawa gelas, cerek dan wadah minuman yang diambil dari arak yang mengalir. Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk.” (QS: Al-Waqi’ah ayat 18-19)

Imam Jalaluddin Al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain menyatakan bahwa kata akwabi dalam ayat 18 maknanya adalah aqdahu la ‘ura laha (beberapa wadah yang tidak memiliki pegangan).  Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya menerangkan lebih jelas lagi, akwab adalah wadah yang tidak memiliki pegangan juga moncong layaknya yang biasa ada pada cerek. Hal ini yang kemudian digambarkan dalam bentuk benda berupa gelas.

Sedang abariq ditafsirkan oleh Al-Mahalli dengan ungkapan laha ‘ura wa kharatim (wadah yang memiliki pegangan serta moncong), kebalikan dari akwab dan digambarkan sebagai cerek. Sedang ka’sin ditafsirkan dengan inaun yushrabu bihi al-khamru (wadah yang dibuat untuk meminum khamar atau arak). Imam Ibnu ‘Asyur menggambarkan lebih jelas lagi, bahwa ka’sin adalah wadah semacam gelas yang panjang dengan tempat untuk minum yang sempit.

Mengenai lafaz ma’in, Imam Mahalli menafsirkan dengan khomrin jariyatin min manba’in la yan qati’u abadan (arak mengalir dari mata air yang tidak akan berhenti selamanya). Maksudnya, arak di surga bukanlah arak yang melalui proses pemerasan dari buah anggur seperti di dunia. Juga tidak berjumlah sedikit, sebab mengalir layaknya air sungai.

Walhasil, ayat 18 berbicara tentang berbagai jenis wadah minum yang dipakai oleh al-sabiqun. Selain itu, ayat ini juga menjelaskan bahwa minuman yang diminum adalah jenis arak yang memiliki perbedaan dengan arak di dunia. Perbedaan ini ada pada proses serta jumlah. Dalam ayat 19, Allah menjelaskan perbedaan dari segi dampak meminumnya.

Imam Mahalli menafsirkan ayat 19 dengan ungkapan la yahshulu lahum shuda’un wa dzahabul ‘aqli bikhilafi khamrid dunya (tidak mengakibatkan sakit kepala serta hilangnya akal, berbeda dengan arak di dunia). Dengan begitu, arak di surga tidaklah memabukkan layaknya arak di dunia. Sebab itu, tidak diharamkan. Dalam surat lain Allah menjelaskan dengan ungkapan: sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya (QS: Muhammad ayat 15) dan ungkapan: Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir. (Warnanya) putih bersih, sedap rasanya bagi orang-orang yang minum (QS: Ash-Shaffat ayat 45-46).

Dalam Surat At-Thur ayat 23 Allah berfirman mengenai arak yang diminum para penghuni surga: di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. Tatkala memberi tafsir ayat ini, Ibnu Katsir mengutip ucapan Imam Qatadah:

كان ذلك في الدنيا مع الشيطان. فنزه الله خمر الآخرة عن قاذورات خمر الدنيا وأذاها، فنفى عنها -كما تقدم-صداع الرأس، ووجع البطن، وإزالة العقل بالكلية، وأخبر أنها لا تحملهم على الكلام السيئ الفارغ عن الفائدة المتضمن هَذَيَانا وفُحشا

“Khamar tatkala di dunia ada bersama setan. Allah lalu mensucikan khamar akhirat dari kotoran serta bahaya khamar dunia. Seperti yang tadi dijelaskan, Allah menghilangkan dari khamar akhirat sakit pusing di kepala, sakit perut, serta hilangnya akal secara keseluruhan. Dan Allah memberi khabar bahwa khamar akhirat nantinya tidak akan membuat mereka mengucapkan kata-kata buruk, tidak berfaidah dan memuat igauan serta hal keji.”