Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-61: Kisah Nabi Musa Mencari Orang Saleh yang Lebih Pintar Darinya

Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-61: Kisah Nabi Musa Mencari Orang Saleh yang Lebih Pintar Darinya

Tafsir Surat Al-Kahfi Ayat 60-61: Kisah Nabi Musa Mencari Orang Saleh yang Lebih Pintar Darinya
Kitab-kitab yang disusun rapi.

Ayat 62 hingga 82 surat al-Kahfi ini akan bercerita mengenai kisah Nabi Musa dan asisten pribadinya menemui orang saleh yang pengetahuannya lebih luas dari Nabi Musa. Konon, orang saleh itu Nabi Khidir. Akan tetapi, menurut al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, penyebutan Nabi Khidir sebagai orang saleh dalam ayat ini kualitas riwayatnya itu daif. Apa kaitan kisah Nabi Musa ini dengan ayat-ayat sebelumnya?

Syekh Mutawalli al-Sya‘rawi dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa orang-orang musyrik Mekah yang waktu itu bertanya mengenai tiga hal, yaitu Ashabul Kahfi, ruh, dan Zulkarnain, yang hanya diketahui oleh seorang nabi itu tidak langsung dijawab oleh Nabi Muhammad. Beliau harus menunggu beberapa hari sampai merasakan kegelisahan karena tidak mendapatkan wahyu.

Padahal penundaan itu membutikan bahwa Nabi Muhammad menceritakan tiga hal itu bukan berdasarkan pengetahuan sendiri, tapi menuggu wahyu dari Allah. Yang namanya nabi itu bukan berarti mengetahui segala hal, begitupun Nabi Musa. Beliau yang awalnya mengaku paling tahu, ternyata ditegur oleh Allah, dan ada orang saleh yang lebih luas ilmunya daripada Nabi Musa. Ahlulkitab pada masa Nabi Muhammad yang terlalu membanggakan pengetahuannya tentang Taurat itu ditegur melalui kisah ini. Allah SWT berfirman:

وَإِذْ قالَ مُوسى لِفَتاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُباً () فَلَمَّا بَلَغا مَجْمَعَ بَيْنِهِما نَسِيا حُوتَهُما فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَباً

Wa idz qola Musa li fatahu la abrohu hatta ablugho majma‘al bahroini aw amdhiya huquba () fa lamma balagho majma‘a bainihima nasiya hutahuma fattakhodza sabilahu fil bahri saroba 

Artinya:

“(Ingatlah) ketika Musa berpesan kepada asistennya, ‘Aku tidak akan berhenti hingga tiba ke pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan bertahun-tahun.’ Tat kala keduanya sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lupa ikan mereka, lalu ia mengambil jalannya ke laut menceburkan diri.” (QS: Al-Kahfi Ayat 60-61)

Dalam sebuah hadis riwayat Imam Bukhari, Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka‘ab mendengar kisah Nabi Musa melalui cerita Rasulullah saw. Beliau bercerita, “Musa tampil berkhutbah di hadapan Bani Israil, lalu di ditanya, ‘Siapakah orang yang paling dalam ilmunya?’ Musa menjawab, ‘Saya.’ Maka, Allah pun mengecamnya karena dia tidak mengembalikan pengetahuan tentang hal tersebut kepada Allah. Lalu, Allah memahyukan kepada Musa, ‘Aku mempunyai seorang hamba yang berada di pertemuan dua lautan. Dia lebih mengetahui daripada engkau.’ Nabi Musa bertanya pada Allah, ‘Tuhan, bagaimana aku dapat bertemu dengannya?’ Allah berfirman, ‘Ambillah seekor ikan, lalu tempatkan ia di wadah yang terbuat dari daun kurma lalu di tempat mana engkau kehilangan ikan itu, maka di sanalah dia berada.’

Nabi Musa pun pergi mencari hamba Allah yang pengetahuannya melebihi Nabi Musa tersebut. Ia menyusuri laut bersama asistennya. Dalam redaksi Al-Qur’an disebut dengan fata. Banyak ulama tafsir, seperti Syekh Mutawalli al-Sya‘rawi, Quraish Shihab, menjelaskan bahwa asisten Nabi Musa dalam ayat ini adalah Yusya’ bin Nun, masih keturunan Nabi Yusuf. Walaupun menempuh waktu lama, Nabi Musa akan tetap terus mencari sampai menemukan hamba Allah yang saleh itu. Bahkan hingga ratusan tahun pun akan beliau sanggupi.

Sesampainya di pertemuan dua laut, ikan yang dibawa Nabi Musa dan asistennya pun meloncat ke laut, namun keduanya tidak menyadari hal itu. Majma‘al bahrain ‘pertemuan dua laut’, menurut salah satu riwayat yang dikutip Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, itu Danau at-Timsah dan Danau al-Murrah yang kini menjadi wilayah Mesir atau pertemuan antara Teluk Aqabah dan Suez di Laut Merah. Sementara itu, Ibnu ‘Asyur menduga bahwa majma‘al bahrain yang dimaksud adalah Byhairah Thabariyah yang berada di Palestina. Oleh Bani Israil disebut juga dengan Bahr al-Jalil. Dalam ayat berikutnya, keduanya kembali lagi ke tempat ikan tersebut meloncat.