Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 188: Al-Quran Melarang Grativikasi

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 188: Al-Quran Melarang Grativikasi

Surat Al-Baqarah Ayat 188 menjelaskan tentang mengambil hak orang lain dengan jalan yang batil.

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 188: Al-Quran Melarang Grativikasi
https://www.menit7.com/

Jika kita ingin mencari dalil tentang grativikasi secara eksplisit dalam Al-Qur’an, tentu kita tidak akan menemukan jawabannya. Hal ini karena grativikasi merupakan terminologi baru dari suap-menyuap atau risywah. Walaupun begitu, Al-Quran sebenarnya telah menjelaskan masalah grativikasi dalam pembahasan yang lebih global, misalnya dalam hal mengambil harta atau hak orang lain dengan jalan yang tidak dibenarkan (batil), sebagaimana dijelaskan dalam Q.S al-Baqarah [2]: 188

وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ وَتُدۡلُواْ بِهَآ إِلَى ٱلۡحُكَّامِ لِتَأۡكُلُواْ فَرِيقٗا مِّنۡ أَمۡوَٰلِ ٱلنَّاسِ بِٱلۡإِثۡمِ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ١٨٨

“ Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,  padahal kamu mengetahui .” QS: Al-Baqarah 2:188

Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib  menjelaskan bahwa kata mal bisa juga berarti barang-barang tambang (emas, perak, dan lain sebagainya) atau yang termasuk barang-barang yang berharga, tumbuh-tumbuhan,  hewan dan lain sebagainya.

Mal (harta) yang diharamkan menurut terbagi menjadi dua kategori: pertama, haram karena faktor internal seperti barang-barang yang memiliki sifat membahayakan kesehatan. Misalnya beracun atau yang bisa menghilangkan akal.

Kedua, haram karena faktor eksternal karena cara memperoleh barang itu bermacam-macam. Bisa dengan cara berusaha (hasil kerja) atau tanpa berusaha (warisan), mengambilnya dari pemilik sebelumnya atau tanpa pemilik (tambang, harta karun), dengan cara memaksa atau saling rela, yang rela itu bisa dengan ‘iwadh (ganti) yakni berupa jual beli atau upah atau bisa dengan tanpa ganti seperti hibah dan wasiat.

Ada dua hal yang bisa di cermati dari ayat di atas: pertama, Janganlah kalian memakan harta kalian secara batil:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ

Ayat ini didahulukan dengan larangan memakan. Kata akala dalam ayat ini tidak hanya berarti memakan tetapi mengambil dan menguasai. Kebanyakan para mufassir menjelaskan bahwa penggunaan kata ini karena tujuan utama pencarian harta hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok yaitu makan. Objek larangan makan dalam ayat tersebut adalah amwal .

Kata amwal bukan hanya berarti harta atau uang, tetapi mencangkup harga dan benda yang dimiliki seseorang. Penggunaan kata ini karena alat tukar utama adalah uang. Segala kekayaan seseorang pada akhirnya juga dihitung dengan uang. Sedangkan kata bainakum dalam ayat tersebut mengandung makna bahwa penggunaan harta (amwal) selalu bersinggungan dengan orang lain.

Kata batil atau batal adalah kata kunci Al-Quran untuk melarang masyarakat menggunakan harta secara terlarang. Cara batil dalam ayat ini menurut Wahbah Al-Zuhaili ada dua cara yaitu: Pertama, penggunaan dengan cara penganiayaan atau merupakan korban seperti pencurian, ghasab (pemakaian milik orang lain tanpa izin), dan lain-lain. Kedua, penggunaan yang dilarang syariah antara lain pemberian upah untuk perbuatan-perbuatan yang dilarang.

Sedangkan potongan ayat selanjutnya adalah: Dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.

وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Menurut Al-Qurthubi dalam al-Jami’ li Ahkamil Quran, pengertian yang terkandung dalam ayat ini adalah: “janganlah kalian menyatukan antara makan harta dengan jalan yang batil dengan membawa perkara-perkara itu kepada para penguasa dengan alasan-alasan yang batil”.

Firman Allah SWT ini sama dengan firman-Nya:

 ولا تلبس الحقّ بلبطل

“Dan janganlah kamu campur adukan yang hak dengan yang bathil”. (Qs. Al-Baqarah 2:142)

Menurut salah satu pendapat, makna yang terkandung dalam firman Allah ini adalah janganlah kalian gunakan harta kalian untuk para penguasa dan menyuap mereka, agar mereka memberikan keputusan untuk kalian yang membuat harta itu menjadi bertambah banyak. Dengan demikian, huruf ba tersebut adalah ba ilsaq mujarrad.

Potongan ayat ini merupakan lanjutan dari larangan sebelumnya. Seseorang yang belum berhasil memakan atau menggunakan harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan oleh agama, maka biasanya langkah berikutnya yang diambil adalah membawanya ke ranah hukum. Langkah ke meja hijau bukan untuk mencari kebenaran melainkan kemenangan, karena mereka tahu bahwa upaya tersebut adalah terlarang. Di sinilah seakan hukum rimba berlaku: yang kuat adalah yang menang. Kekuatan, kekuasaan, dan kekayaan biasannya dijadikan alat untuk melicinkan atau mensukseskan niat buruknya. Praktek seperti ini disebut dengan suap.

Ayat ini sebagai koreksi dari praktek suap yang dilakukan perorangan atau lembaga. Praktek suap dalam ayat ini menggunakan kata وَتُدْلُوا yang satu akar dengan kata دلو yang maknannya ember. Kata ember digunakan sebagai sarana atau alat yang digunakan seseorang untuk mengambil air dari sumur. Artinya orang yang menyuap adalah dia yang mencari jalan pintas untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Dia tidak berat hati untuk memberikan sesuatu yang palsu seperti sumpah-sumpah atau saksi -saksi palsu.

Pada lafadz فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ menjelaskan bahwa larangan suap bersifat mutlak dan tidak terbatas pada jumlah tertentu. Potongan ayat ini menjelaskan bahwa apapun harta orang lain yang akan direbut dengan cara yang tidak sesuai syara’ tetap dilarang.

Sedangkan kata  بِالْإِثْمِ  berarti bahwa praktek suap tersebut merupakan upaya memakan harta orang lain yang dengan dikuatkan sumpah dan saksi palsu tersebut adalah perbuatan dosa. Seseorang dikatakan berdosa apabila dia menyadari perbuatannya adalah dosa. Oleh karenannya ditutup dengan redaksi  وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ , sedangkan kalian mengetahui atau menyadarinya.

Wallahu a’lam.