Allah Swt berfirman:
وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ ۚ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ ۖ وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Artinya:
“Dan Dia-lah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-An’am: 141)
Prilaku berlebih-lebihan adalah manifestasi dari sifat tamak dan merasa terus-terusan kurang dalam menumpuk harta duniawi. Orang yang tamak biasanya ketika dikaruniai oleh Allah Swt kendaraan berupa sepeda motor misalnya, maka ia akan menginginkan mobil. Ketika ia telah mendapatkan mobil, maka ia pun akan menginginkan mobil terbaru yang lebih mewah lagi.
Demikian seterusnya keinginannya menjadi liar, bagaikan ia telah meminum air laut, akan tetapi selalu dahaga terus. Apapun akan dilakukannya demi memenuhi hasratnya. Tentu yang demikian itu dengan berbagai modus kebakhilan, dan terus-terusan bakhil. Hal itu dilakukan agar hartanya makin menumpuk, terlihat berlebih dan sukses di hadapan masyarakat, yang kemudian berharap mendapatkan pujian.
Tanpa disadari, prilaku di atas sering kali menjerumuskan manusia pada prilaku yang bertentangan dengan syariat Islam dan undang-undang Negara. Ketika manusia selalu merasa tidak puas dan kurang bersyukur, maka ia akan selalu cenderung seperti binatang buas yang kelaparan. Kemudian, tanpa hati nurani ia menghalalkan segala cara, menabrak etika susila dan berani mengkhianati aturan Negaranya, serta melakukan bentuk-bentuk kejahatan lainnya.
Solusi bagi penyakit semacam ini adalah menerapkan perilaku hidup sederhana dengan asas qanaah dan syukur. Qanaah adalah rasa kecukupan pada dirinya dengan apa yang dikaruniakan Allah Swt kepadanya. Sedangkan Syukur adalah rasa ikhlas hati dalam berterimakasih kepada Allah Swt, serta mendayagunakan yang dikaruniakan-Nya sebagai perantara untuk beribadah kepada-Nya. Konkritnya, hidup sederhana adalah hidup tidak berlebih-lebihan, tidak bersikap mempertontonkan kemewahan kepada orang lain. Hidup sederhana juga berarti senantiasa berlaku adil, yakni: menempatkan sesuatu pada tempatnya, menggunakan harta yang dimiliki untuk kemaslahatan umat, dan senantiasa berzakat serta bersedekah.
Pada zaman sekarang kesederhanaan menjadi mahluk yang langka, khususnya di tengah-tengah perkotaan yang heterogen dan sangat materialistik. Bagi manusia kota yang materialistik, kesederhanaan identik dengan hidup susah, menderita, bodoh dan kampungan. Inilah anggapan yang keliru dan jauh dari apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw.
Menurut sejarah, sebelum menjadi Nabi, Muhammad SAW adalah pemuda yang sukses dalam berniaga. Ketika menikahi Khadijah, Muhammad Saw memberikannya mahar duapuluh ekor unta dan 12 uqiyah emas. Jumlah yang sangat fantastik banyaknya bila dikonversi dengan uang pada masa itu ataupun pada masa sekarang.
Setelah menikah, kekayaan Muhammad SAW makin bertambah karena kekayaan yang dimilikinya dikembangkan melalui perniagaan bersama dengan harta Khadijah. Kemudian, setelah diangkat sebagai Nabi dan Rasul oleh Allah Swt, Muhammad Saw menggunakan hartanya tersebut untuk berdakwah dan menyantuni fakir-miskin, yatim-piatu dan janda-janda korban perang.
Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi (w. 279 H) dalam kitab Sunannya, Rasulullah Saw bersabda:
عَرَضَ عَلَيَّ رَبِّي لِيَجْعَلَ لِي بَطْحَاءَ مَكَّةَ ذَهَبًا، قُلْتُ: لَا يَا رَبِّ وَلَكِنْ أَشْبَعُ يَوْمًا وَأَجُوعُ يَوْمًا – أَوْ قَالَ ثَلَاثًا أَوْ نَحْوَ هَذَا – فَإِذَا جُعْتُ تَضَرَّعْتُ إِلَيْكَ وَذَكَرْتُكَ، وَإِذَا شَبِعْتُ شَكَرْتُكَ وَحَمِدْتُك
Tuhanku telah menawarkan kepadaku untuk mengubah gunung Batha’ di Makkah menjadi emas. Aku berkata: Tidak, wahai Tuhanku. Akantetapi aku (lebih suka) sehari kenyang, dan lapar pada hari berikutnya. (Nabi Saw mengucapkan ini tiga kali atau ungkapan semacamnya). Sebab, apabila aku lapar, maka aku bersimpuh kepada-Mu dan mengingat-Mu, dan apabila aku kenyang, maka aku bersyukur kepada-Mu lalu memuja-muji-Mu.
Walaupun potensi memiliki kuasa dan harta yang berlimpah, Rasulullah Saw memilih untuk berprilaku hidup sederhana. Hidup sederhana adalah pilihan, bukan kepasrahaan karena memang itu nasibnya.
Untuk memilih pola hidup sederhana di tengah potensi-potensi kekayaan, seseorang membutuhkan kesucian jiwa, keluasan pola fikir tentang duniawi dan rasa empati yang berlebih terhadap sesama. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw agar ditauladani oleh umatnya.
Bersambung ke tulisan selanjutnya.