Tafsir QS Al-Baqarah ayat 78:
وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (QS Al-Baqarah: 78)
Ayat ini sebenarnya salah satu bagian dari sekumpulan ayat dalam surat al-Baqarah yang mengisahkan tentang keadaan umat Nabi Musa dulu yang munafik dan bodoh terhadap ajaran mulia yang dibawa oleh salah satu Nabi dan Rasul ini. Mereka telah melakukan kebohongan dengan merubah ajaran Nabi Musa sesuai dengan kehendak hatinya. Mereka juga pura-pura beriman padahal hendak memperolok-olok Nabi Musa dan menghancurkannya.
Lalu ditambahkan dalam ayat ini bahwa mereka itu pada dasarnya tidak mengetahui makna kandungan dari kitab suci yang dibawa Nabi Musa yaitu Taurat. Yang mereka ketahui dari Taurat itu hanyalah dongeng-dongeng bohong belaka dan dugaan-dugaan mereka yang tanpa dasar.
Keadaan ini, kalau kita mau jujur sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan umat Islam sekarang. Sebagian dari kita tidak mengetahui kandungan al-Qur’an. Sebagian kita hanya bisa membaca lafadznya, tanpa tahu maknanya. Sebagian kita bahkan tidak mampu membaca al-Qur’an yang berbahasa Arab dengan tajwidnya atau hanya mencukupkan dengan terjemahnya saja. Lebih parah lagi terjemahannya saja enggan kita baca.
Kesimpulannya, sebagian dari kita jauh dari al-Qur’an yang menjadi pelita bagi kehidupan. Kita mengaku umat Nabi Muhammad namun tidak tahu menahu sumber ajaran yang dibawanya. Hanya mau mendengarkan tapi tidak bersedia mempelajari lebih dalam tentang ajaran-ajaran itu. Tahu kulit tapi buta terhadap isi.
Sudahkah kita membaca al-Qur’an dan mempelajari isinya? Tahukah kita makna shalat yang sesungguhnya? Apakah benar-benar kita sudah bertauhid dalam kehidupan kita? Apakah dalam setiap ibadah kita sesuai dengan spirit yang diajarkan Rasulullah?
Pertanyaan-pertanyaan ini harus kita pertanyakan dalam diri kita masing-masing setiap hari, setiap saat, setiap helaan nafas. Tanpa henti.
Tafsir ini sebelumnya dimuat di Syir’ah edisi 62 Februari