Tafsir Nuzuli dan Kontekstualisasi Sejarah Islam Awal

Tafsir Nuzuli dan Kontekstualisasi Sejarah Islam Awal

Tafsir Nuzuli dan Kontekstualisasi Sejarah Islam Awal
Sadarkah kita bahwa sumber tertulis sirah nabawiyah yang sampai ketangan kita ternyata baru ditulis hampir dua abad setelah Nabi Muhammad Saw. wafat?
Apakah kita akan menutup mata bahwa sebagian orientalis menyerang kita melalui sejarah Nabi dengan menampilkan data sejarah berdasarkan manuskrip kuno dan temuan arkeologis yang bisa meruntuhkan pengetahuan kita tentang sejarah kehidupan Nabi? Ataukah kita masih bisa mengandalkan al-Qur’an sebagai documenter tulis tertua Islam sebagai sumber utama penulisan sirahna bawiyah di tengah-tengah skeptisisme sebagian sarjana Muslim mengenai otentisitas al-Qur’an yang bisa dijadikan sebagai sumber sejarah yang valid?
Pertanyaan semacam ini muncul saat kita berdiskusi tentang al-Qur’an sebagai sumber sejarah, terutama sejarah awal Islam, baik sebelum era kenabian maupun pada era kenabian.
Di tengah-tengah kegelisahan intelektual seperti ini, Muhammad ‘Izzat Darwazah, pakar tafsir dari Palestina, tampil dengan menawarkan terobosan baru yang berbeda dengan kebanyakan sarjana Muslim kontemporer, yaitu metode tafsir nuzuli yang diasebut sebagai metode ideal tafsir al-Qur’an (al-thariqah al-mutsla li fahm al-Qur’an) dan menjadikan al-Qur’an sebagai perangkat untuk menafsirkan sejarah kenabian Muhammad (sirah al-rasul: shuwar muqtabisah min al-Qur’an).
Tafsir nuzuli berusaha memotret Islam pada masa Nabi dengan mengembalikan al-Qur’an kedalam konteks kelahirannya, yang mencakup kehidupan masyarakat Arab pra-Islam, masyarakat Arab yang hidup pada era kenabian, danNabi Muhammad secara pribadi.
Hadir sebagai pembedah dalam acara kuliah tamu dan bedah buku adalah Dr. Aksin Wijaya, M. Ag. Sebagai akademisi yang banyak bergelut dengan pemikiran Darwazah sekaligus penulis buku Sejarah Kenabian: Dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad ‘Izzat Darwazah, memaparkan bahwa al-Qur’an adalah teks mati dan tidak bisa menjelaskan sendiri tentang ajarannya, sehingga memerlukan juru bicara tentang dirinya. Sebagai juru bicara al-Qur’an, para penafsir menggunakan varian metode seperti metode tafsir tahlili/tajzi’i, metode tafsir maudlu’i/tematik, dan metode tafsir nuzuli. Metode tafsir nuzuli inilah yang digunakan oleh Darwazah untuk menjelaskan sejarah kenabian melalui al-Qur’an.
Selain berisi ayat hukum dan akidah, al-Qur’an berisi tentang ayat-ayat yang menggambarkan tentang kisah-kisah orang dan bangsa tertentu. “Darwazah kemudian mengumpulkan ayat-ayat tertentu untuk menafsirkan sejarah kenabian itu. Di sini kami hanya meringkas pemikiran Darwazah terutama dalam al-Tafsir al-Hadits dan Sirah al-Rasul,” ungkap Aksin.
“Kita lihat, misalnya, bagaimana al-Qur’an menggambarkan tentang banyak hal. Al-Qur’an banyak berbicara tentang masyarakat Arab sebelum era kenabian, pada era kenabian, dan Nabi Muhammad secara pribadi. Ayat-ayat makkiah berbicara tentang kondisi Mekah pada saat itu, sedangkan ayat-ayat madaniyah berbicara tentang kondisi Madinah, sehingga banyak informasi yang kita dapatkan tentang masyarakat Arab, baik dari segi sosial, ekonomi, dan politik dari gambaran al-Qur’an.”
Di sesi diskusi, dengan rasa penasaran, Arifin, mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Jurusan Syariah STAIN Pamekasan, coba melontarkan dua pertanyaan sekaligus: Pertama, apakah al-Qur’an yang tidak begitu banyak berisi tentang sejarah bisa dijadikan sebagai sumber sejarah, mengingat asbab al-nuzul sangat sedikit? Kedua, apakah Darwazah menggunakan referensi sejarah selain al-Qur’an untuk menetapkan kronologi peristiwa sejarah?
Menanggapi dua pertanyaan tersebut, Aksin menegaskan, “Dalam teori sejarah, Ibn Khaldun menjelaskan bahwa tugas sejarah ada dua. Pertama, mengungkap kronologi peristiwa sejarah. Kedua, menafsirkan peristiwa sejarah.
Nah, Darwazah menggunakan al-Qur’an untuk menafsirkan sejarah kenabian, bukan untuk menjelaskan peristiwa sejarah secara kronologis, sehingga Darwazah juga menggunakan sumber lain sebagai sumber sekunder. Apalagi al-Qur’an hanya berbicara tentang sesuatu yang telah diketahui masyarakat Arab. Hanya surga dan neraka saja yang betul-betul baru dari al-Qur’an.”
Melalui Sejarah Kenabian: Dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad ‘Izzat Darwazah, Aksin Wijaya berusaha mengenalkan ide brilian Muhammad ‘Izzat Darwazah tentang metode tafsir nuzuli untuk menafsirkan sejarah nabi melalui al-Qur’an sebagai sumber utama, karena dengan cara ini kontekstualisasi Islam pada masa Nabi yang damai, toleran, dan humanis bisa dilakukan kemasa kekinian. (Ahmad Fawaid Syadzali)