Lingkungan hidup merupakan persoalan global. Padatnya jumlah penduduk, terbatasnya sumber daya alam, dan eksploitasi alam secara serampangan membawa kepada menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Banyak pihak percaya bahwa berbagai kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di lingkungan global maupun nasional, sebenarnya berakar kuat dari perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab terhadap lingkungannya.
Cara pandangan yang menempatkan alam sebagai bagian terpisah dari manusia, dan manusia adalah pusat dari sistem alam, mempunyai peran besar terjadinya kerusakan lingkungan. Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku eksploitatif dan tidak bertanggungjawab terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungannya. Di samping itu, paham materialisme, kapitalisme dan pragmatisme dengan alat teknologi telah ikut mempercepat kerusakan lingkungan.
Menurut Prof. Nur Kholis Setiawan, kita perlu mengeksplorasi hubungan antara Islam dan lingkungan untuk menggali nilai-nilai spiritual dan memikirkan kembali tanggung jawab manusia terhadap alam. Umat Islam perlu menggali nilai-nilai etik universal tentang lingkungan hidup agar dapat merekonstruksi sebuah pandangan kosmologis yang lebih bersahabat kepada alam.
Alquran sendiri menggunakan petunjuk tidak langsung yang terkait dengan komponen-komponen penting dari lingkungan; seperti langit, matahari, bumi, dan makhluk hidup. Beberapa ayat yang bisa dirujuk di antaranya adalah QS. al-Jasiyah (45):13, al-Ra’d (12): 2, Ibrahim (14): 32-34. Yang artinya sebagai berikut:
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebuah rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya apa yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS. al-Jasiyah 45:13).
“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmmu” (QS. Ra’d 12:2).
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. (QS. Ibrahim 13:32-34).
Bedasarkan ayat-ayat di atas, jelas bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah yang diperuntukkan manusia. Ada satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa yang menundukkan alam adalah Tuhan, sehingga manusia tidak mempunyai kemampuan sedikit pun kecuali berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Dengan demikian, ayat-ayat itu menegaskan bahwa yang berhak dan mengatur alam adalah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengatur, yakni Rabb al-‘Alamin. Hak penguasaannya tetap ada pada Tuhan, sedangkan manusia berkewajiban menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan Allah kepadanya.
Jadi tidak benar bila ada yang berkata bahwa agama adalah sebuah lembaga yang kurang memberi arahan kepada pengikutnya agar peduli terhadap lingkungan. Justru agama mendorong kepedulian umatnya untuk menjaga kelestariannya.
Islam sendiri tidak mengenal istilah penaklukan alam, sebab hubungan antara manusia dan alam bukan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukkan, tetapi hubungan atas dasar kebersamaan dan kepatuhan kepada Allah.
Adapun istilah penaklukan atas alam, mula-mula berasal dari mitos Yunani dengan beranggapan bahwa benda-benda alam raya ini merupakan perwujudan dari dewa-dewa yang memusuhi manusia sehingga manusia mempunyai tanggung jawab besar untuk juga melakukan penaklukkan terhadapnya.
Hal ini menjadi jelas, bahwa jika ditinjau lebih jauh dari aspek penafsiran kata ‘kamu’ yang terdapat pada ayat-ayat di atas, sebagaimana menurut para mufassir, kata tersebut ditunjukkan kepada seluruh umat manusia, kapanpun dan di manapun mereka berada. Ini berarti bahwa alam raya ini, lebih-lebih bumi yang kita tinggali sekarang ini, diciptakan oleh Allah dan kita perlu menjaganya.
Allah menciptakan bumi ini juga bukan untuk satu masyarakat tertentu atau satu generasi tertentu saja, tetapi untuk seluruh masyarakat dan untuk generasi sepanjang masa. Dengan kata lain, bumi dan alam raya ini, di samping diciptakan untuk dimanfaatkan oleh setiap generasi manusia, juga sebagai titipan agar generasi berikutnya dapat pula menggunakan dan memanfaatkan dengan baik.
Wallahu A’lam.