لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ…
….Likullin ja’alna minkum syir’atan wa minhâjan. Wa lau syâ’a allahu laja’alakum ummatan wahidatan, wa lâkin liyabluwakum fî mâ âtâkum, fastabiqul khairâta, ila allahi marji’ukum jamîan fayunabbi’ukum bima kânû fîhî takhtalifûn…
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan jalan dan cara (yang berbeda). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.
Al-Maidah ayat 48
Ayat yang panjang ini hendak menegaskan dua hal. Pertama, pada penggalan ayat sebelumnya Allah hendak menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan dalam rangka menjadi penyempurna bagi kitab-kitab sebelumnya. Namun bukan dalam arti menafikan satu dengan yang lain, karena secara tegas Allah mengatakan, “…membenarkan apa yang sebelumnya..” karenanya dalam rukun iman, beriman kepada kitab-kitab itu hukumnya wajib.
Kedua, keragaman telah menjadi ketetapan Allah yang tidak bisa dibantah. Jika Allah menghendaki manusia diciptakan satu rupa dan sama pikirannya, alangkah mudah hal itu bagi-Nya. Ia menciptakan manusia dengan beraneka bentuk dan keinginan yang bermacam-macam. Karena itu kemudian Allah memberikan jalan dan cara hidup yang berbeda-beda.
Keragaman ini dimaksudkan agar manusia berlomba-lomba dalam mencapai melakukan kebajikan dan mencari kebenaran. Dan kalaulah terjadi perselisihan, maka hanya Allah yang nanti akan memberikan putusan seadil-adilnya. Manusia tidak memiliki hak untuk menetapkan salah dan benarnya manusia lain.
Tafsir ini sebelumnya dimuat Majalah Syir’ah edisi 57