Beberapa hari yang lalu, (Jumat, 19 Maret 2021) saya kaget bukan kepalang. Lini masa Story Whatsapp saya penuh kabar duka. Memang bukan orang terdekat, tetapi salah satu sosok yang saya kagumi keilmuan dan karya-karyanya. Syekh as-Shabuni, ya, karyanya yang berjudul Rawai’ al-Bayan pernah menjadi topik diskusi saya bersama teman-teman di Pesantren Darus-Sunnah.
Syekh As-Shabuni, bernama lengkap Muhammad Ali as-Shabuni merupakan sosok ulama sunni bermazhab Syafi’i yang lahir di Aleppo, Suriah pada tahun 1930. Beliau adalah dosen dari Universitas Ummul Quro’, Makkah Fakultas Syariah dan Dirasah Islamiyyah selama 30 tahun.Lantaran paham Asy’ari yang dianut, as-Shabuni kerap beradu argumen dengan petinggi ulama Saudi Arabia semisal al-Albani, Abdullah bin Baz, dan lain sebagainya. Shofwatut Tafasir, magnum opus as-Shabuni kerap menjadi sarang bantahan ulama sana.
Baca juga: Salman Harun, Mengajar Tafsir Lewat Medsos
Pada 1988, pemerintah Saudi membredel kitab tersebut dikarenakan satu dan lain hal. Sosoknya yang aktual dalam membahas masalah kekinian, serta teguh pembelaannya atas orientalis menjadikan beliau meurpakan sosok yang dikagumi umat muslim seluruh dunia.Pada Muqaddimah Rawai’ al-Bayan, as-Shabuni menunjukkan kerendahhatiannya. Penulis tafsir asal Suriah ini mengakui hendak mengikuti jejak salaf, meski bukan bagian dari mereka. Beliau mempunyai cita-cita membantu syi’ar agama dan ilmu, sehingga dibuatlah buku yang bermanfaat. Menurutnya, kelak karyanya akan menjadi investasi di kala beliau meninggal. Sebagaimana sabda Nabi,“Jika anak Adam wafat maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu bermanfaat, dan anak saleh yang mendo’akannya.”
Banyak karya yang beliau telurkan selama masa hidupnya. Di antara yang terkenal adalah Tafsir Shofwatut tafasir dan Rowa’iul Bayan, At-Tibyan Fi Ulumil Qur’an.
Profil Singkat Kitab Tafsir Rowa’iul Bayan Fi Tafsiril Ayatil Ahkam Minal Qur’an
Tafsir ini adalah tafsir bercorak fikih yang dikemas dengan metode tematis (maudhu’i). Terdiri dari dua jilid yang cukup tebal. Pada muqaddimah, Abdullah Abdul Ghany Khayyyath, khatib masjidil haram menulis, “Kitab ini kesemuanya indah bak mutiara. Mampu menambah pemantapan keilmuan pelajar, dan sebagai langkah pendalaman dan penyingkapan akan hakikat al-Qur’an. Di antara keistimewaan kitab ini juga bahwa apa yang ditulis oleh As-Shabuni ini kerapkali mengangkat tema-tema sosial keislaman dalam memahami ayat-ayat Ahkam (semisal Poligami, Hijab, gambar dan lukisan, dsb), juga sebagai tangkisan atas rongrongan yang dilancarkan oleh kelompok yang memusuhi Islam.” Menurut Abdul Ghany Khayyath, ia melihat as-Shabuni melahirkan kitab yang disebut Rowa’iul Bayan, selama 10 tahun menetap di Masjidil Haram.
Baca juga: Ketika Ulama Abad 20 Berpolemik Tentang Keharaman Menulis Bagi Perempuan
Kitab ini terdiri dari dua jilid, disusun berdasarkan diktat perkuliahan kampus, memadukan konsep klasik dalam soal kedalaman materi, dan modern dalam soal kemudahan penyajian. Dikemas dengan metode yang mudah dan anyar, dan bersandar pada penataan yang teliti. Dengan pencarian yang mendalam, maka as-Shabuni mepreteli ayat-ayat ahkam lewat 10 perspektif berikut :
- Analisis Lafazh dengan menghadirkan pendapat mufassur dan ahli bahasa
- Makna global ayat-ayat pembahasan dengan pola
- Sabab nuzul ayat, jika memang di dalamnya terdapat sebab nuzul
- Relevansi antara satu ayat dengan ayat sebelumnya
- Pengulasan macam-macam Qiro’at mutawatir
- Pembahasan i’rab dan majaz
- Lathaif Tafsir (Rahasia-rahasia balaghiyah dan keilmuan)
- Hukum-hukum syariat dan dalil-dalil fuqoha serta pentarjihannya
- Hikmah dan kandungan ayat, dengan ringkas.
- Penutupan pembahasan, tetrmasuk di dalamnya hikmah pensyariatan ayat-ayat yang disebutkan
Atas kerendahhatiannya, as-Shabuni tidak mengklaim bahwa ini adalah murni hasil usahanya. Beliau mengaku hanya merangkum berbagai pendapat mufassir di klasik dan kontemporer. As-Shabuni rela bermalam demi merampungkan kitab ini, semata-mata karena mengharap ridho Allah dari mereka : ahli fiqih, hadis, lughah, ushul, mufassir, penyimpul hukum, dan lain-lain yang menulis berkaitan dengan al-Qur’an.
As-Shabuni merasa tak ubahnya seperti orang yang melihat kumpulan berlian dan permata yang berkilauan lalu menghimpunnya dalam satu untaian kalung. Atau semisal seseorang yang masuk ke perkebunan rindang di dalamnya ada buah-buahan yang lezat, bunga-bungaan yang memanjakan mata, lalu ia julurkan tangannya dan disatukan pada satu tempat. Maka itu bisa menyegarkan hati dan mengindahkan pandangan.
As-Shabuni dalam menyusun karyanya, berpedoman pada beberapa kitab tafsir yang ia kumpulkan, baik yang klasik dan modern. Ada lebih 15 tafsir induk yang dijadikan refrensi, selain itu ada hadis, lughah, dsb. Semuanya diitulis dengan teliti dan cermat. (AN)