Berdasarkan laporan Secretariat of the Convention on Biological Diversity (2016), sampah di lautan mengancam lebih dari 800 spesies laut dan pesisir, baik karena jeratan sampah plastik maupun karena termakan.
Kita tentu tak asing lagi dengan kabar tentang bangkai paus sperma yang terdampar di Wakatobi pada 2018 lalu, di dalam perut Paus malang itu ditermukan terdapat 5,9 kg sampah plastik. Sampah plastik bahkan juga telah membunuh 1.000 penyu laut tiap tahunnya.
Di daratan, sampah turut mencemari lingkungan. Bahkan tumpukan sampah bisa menyebabkan ledakan karena akumulasi gas metana. Seperti yang pernah terjadi pada 2005 silam, 151 warga tewas dan dua desa terhapus dari peta karena tertimbun longsoran sampah TPA Leuwigajah, Jawa Barat.
Kerusakan bumi, baik di darat maupun lautan menjadi semakin parah dari hari ke hari. Ini mengingatkan kita pada firman Allah SWT dalam QS ar-Rūm: 60 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Salah satu faktor yang mempercepat berbagai kerusakan ini adalah jumlah sampah yang semakin meningkat di muka bumi. Belum lagi ditambah polusi udara dari asap kendaraan bermotor dan pembakaran sampah.
Saat ini, kampanye “buanglah sampah pada tempatnya” sudah tidak cukup lagi. Sebab beberapa Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Indonesia pun sudah overkapasitas dan tidak lagi mampu menampung sampah. Oleh karena itu, kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan TPA karena ia memiliki batas lahan dan daya tampung. Sebisa mungkin, kita sendiri yang perlu mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA.
Perempuan dan sampah rumah tangga
Jika ditarik dari segi gender, perempuan sebagai mayoritas pengelola urusan domestik rumah tangga menjadi salah satu pihak penyumbang limbah sampah laut. Di sisi lain, perempuan sekaligus juga menjadi korban yang terdampak polusi laut, karena hampir 50% perempuan menggantungkan penghidupannya di sektor budidaya laut dan pesisir. (Lihat laporan KLKH edisi 7 th 2020).
Sebagai ibu rumah tangga yang kerap berbelanja di toko-toko kecil, saya melihat sendiri bagaimana kantong plastik digunakan setiap hari di pasar-pasar tradisional dan tukang sayur. Setiap orang bisa menggunakan tiga sampai lima kantong plastik dalam sekali belanja di tukang sayur. Mayoritas plastik itu hanya akan digunakan satu kali. Setelah itu ia akan berakhir di tempat-tempat sampah.
Di balik jumlah sampah plastik yang semakin membludak, komposisi sampah terbanyak di Indonesia justru bukanlah sampah plastik, melainkan sampah organik (sisa makanan, kayu, ranting, daun), yakni sebanyak 57%. Kemudian baru sampah plastik sebesar 16%.
Persentase ini sejalan dengan laporan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang menyebutkan bahwa timbunan sampah Indonesia mayoritas berasal dari rumah tangga. Selain sampah, rumah tangga juga menjadi penghasil limbah seperti limbah deterjen, minyak jelantah, dan penggunaan listrik yang terus menerus.
Penggunaan kantong plastik kini memang mulai dikurangi di supermarket dan minimarket karena pengawasannya lebih mudah. Namun masih sangat sulit diterapkan pedagang-pedagang kecil. Maka dari itu, diperlukan adanya edukasi secara menyeluruh, hingga ke lingkup yang paling kecil, mulai dari keluarga. Salah satu cara yang bisa kita terapkan adalah sustainable living atau sustainable lifestyle.
Apa itu Sustainable living?
Untuk meminimalisir sampah dan kerusakan lingkungan, sejumlah kalangan mulai mengenalkan tren hidup berkelanjutan (sustainable living). Sustainable living atau sustainable lifestyle adalah gaya hidup yang meminimalisir penggunaan sumber daya alam dan timbulan sampah dengan mempertahankan keserasian lingkungan. Gaya hidup ini tidak hanya mencakup kesehatan dan pola hidup personal, tetapi juga berkaitan dengan proses penjagaan kelestarian alam.
Gaya hidup berkelanjutan ini bisa dimulai dari tahap yang paling mudah, juga bisa dimulai dari diri sendiri. Beberapa langkah kecil yang bisa kamu terapkan di antaranya:
- Kurangi penggunaan kantong plastik
Mulai saat ini, cobalah untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dan menggantinya dengan eco bag yang bisa dipakai berkai-kali. Batasi juga penggunaan sedotan dan alat makan sekali pakai. Pasalnya, plastik butuh waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk bisa terurai. Dengan menggunakan eco bag, kita sudah turut menerapkan gaya hidup berkelanjutan sebagai upaya mengurangi kerusakan lingkungan akibat plastik.
- Memilah dan kelola sampah dari rumah
Selain mengurangi penggunaan sampah plastik, kita juga perlu memilah sampah supaya bisa memanfaatkannya kembali. Sampah organik bisa kita jadikan kompos atau eco enzyme. Sedangkan sampah plastik dan kaca bisa kita gunakan kembali atau kirimkan ke jasa daur ulang.
- Ganti perabotan rumah tangga dengan produk ramah lingkungan
Saat ini, produk ramah lingkungan semakin mudah kita temukan di pasaran. Kita bisa mengganti berbagai produk yang sulit terurai dengan berbagai produk yang bisa dipakai berulang-ulang dan lebih mudah terurai, misalnya menggunakan sikat gigi berbahan dasar kayu, memakai loofah (gambas kering) sebagai pengganti spoon cuci piring, menggunakan sedotan dan alat makan re-usable, mamakai pembalut dan popok kain, dan lain sebagainya.
- Biasakan berjalan kaki atau bersepeda ketika bepergian ke tempat yang dekat
Salah satu hal yang disorot dalam sustainable living adalah Sumber Daya Alam (SDA) yang semakin berkurang. Sebagaimana kita tahu, bensin dan solar sebagai bahan bakar kendaraan juga termasuk sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Jika kita tidak menghematnya dari sekarang, ia akan habis dan anak cucu kita tidak bisa turut memanfaatkannya. Berbagai kendaraan bermotor selain menghabiskan sumber energi, ia juga dapat mencemari lingkungan melalui emisi karbon yang dihasilkan.
Penelitian Standford University baru-baru ini juga mengemukakan bahwa Indonesia berada pada peringkat pertama dalam daftar negara yang penduduknya paling malas berjalan kaki, rata-rata hanya sekitar 3.513 langkah saja perharinya.
Maka dari itu, kontribusi kecil yang bisa kita lakukan adalah dengan berjalan kaki atau bersepeda saat bepergian ke tempat tujuan yang dekat. Berjalan kaki juga sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh karena ia dapat merangsang pergerakan otot. Kemudian, ketika hendak bepergian ke tempat yang jauh, jika memungkinkan, sebaiknya gunakanlah kendaraan umum, untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari kendaraan pribadi.
- Mulai menanam di lingkungan rumah
Jika kamu memiliki pekarangan rumah yang cukup luas, cobalah menanam berbagai kebutuhan pangan di kebunmu, mulai dari cabai, sayur mayur, hingga buah-buahan. Selain bisa kamu konsumsi, tumbuh-tumbuhan juga bisa membersihkan udara dari polutan dan membuat lingkungan rumah jadi lebih hijau.
Kamu juga bisa lebih menghemat uang belanja dan menggunakan sayur-mayur sesuai dengan kebutuhan, sehingga bisa mengurangi sampah organik dari makanan yang sudah busuk atau layu.
Kita tentu ingin anak cucu kita dapat menikmati keindahan dan sumber daya alam hingga berpuluh-puluh tahun ke depan bukan? Maka dari itu, mari terapkan gaya hidup berkelanjutan mulai saat ini, sebagai bentuk kepedulian kita terhadap kelestarian lingkungan. Di samping itu, segala amal perbuatan kita harus dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Jangan sampai kita menanggung dosa karena telah mencemari lingkungan yang seharusnya kita jaga ini.
* Tulisan ini merupakan bagian dari program alternatif naratif yang dilaksanakan oleh Podcastren dan didukung oleh Indika Foundation