Assalamualaikum, Kak Ayu…
Nama kak Ayu Kartika Dewi ini tidak asing bagi saya. Semenjak saya ikut serta dalam mengkampanyekan gerakan toleransi Islam moderat di berbagai wilayah, nama kak Ayu selalu mencuat di permukaan. Jadi kiprahnya luar biasa dan tak diragukan lagi, mulai sejak tujuh tahun bergelut dan memiliki inisiatif untuk melakukan gerakan seribu anak bangsa merantau untuk kembali di Sabang Merauke. Sehingga pantas memang diangkat sebagai stafsus milenial presiden Jokowi.
Sesama milenial, saya patut bangga di periode kedua ini pak Jokowi mengangkat 7 Stafsus milenial yang akan mewakili gagasan-gagasan anak muda untuk menjadi teman ngobrol pak Jokowi. Semoga kak Ayu sudah ngobrol dengan pak Jokowi tentang terowongan toleransi itu. Kalaupun tidak, minimal sudah dengar wacana pembuatan terowongan itu. Saya husnudzan saja dan yakin, kakak pasti dengar itu. Dan semoga kakak juga bisa menjadi mitra kritis kita para milenial untuk banyak hal seperti toleransi dan lain sebagainya.
Saya meyakini, pak Jokowi mengangkat Stafsus milenial di bidang Toleransi yang diamanahkan sama kakak–Ya walaupun katanya semua kerja kolektif, tapi paling tidak ini konsennya kak Ayu–menyadari betul betapa Indonesia ini masih darurat Toleransi, lebih-lebih di era reformasi ini. Tetapi mohon maaf, Kak, mengenai wacana pembuatan terowongan toleransi bukankah itu hanya simbol belaka?
Saya masih bingung juga dan bertanya juga apa hubungannya terowongan dan toleransi, klo infrastruktur jalan mungkin masih iya untuk mengkoneksikan antar daerah. Infrastruktur dengan toleransi apa hubungannya?
Kak Ayu, saya yakin anda punya pemikiran yang sangat visioner-progresif tentang toleransi, tidak mentok di bagian simbol saja. Imajinasi tentang toleransi melalui terowongan bukan langkah konkret untuk menekan tindakan intoleransi. Bahkan jauh dari cara-cara yang kongkret. Saya rasa ini perlu diobrolkan lebih intens dengan pak Jokowi, Kak Ayu.
Dan kak Ayu termasuk orang yang memiliki segudang prestasi dan pengalaman tentang kelompok-kelompok masyarakat yang intoleran. Itu menjadi magnet tersendiri untuk mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan tindakan intoleransi.
Saya rasa kak Ayu juga tahu betul penyebab-penyebab intoleransi di negeri ini dan itu pernah dikatakan kak Ayu sendiri, pendidikan budi pekerti kita itu masih minim. Masih tataran filosofis-normatif. Diakui atau tidak, kita masih sulit menerapkan sikap toleran. Ini kalau dilihat dari sisi pendidikannya. Tapi itu tidak cukup kak, sekalipun pendidikan itu hal yang paling fundamental. Sebab kakak juga pernah bilang kalau toleransi itu tidak cukup bicara koridor agama, tapi juga melibatkan koridor etnis, sosial ekonomi.
Nah, kalau itu betul adanya, lantas, apa maksud tujuan yang ingin dicapai dari proyek besar itu? Besar lho kak anggarannya 475 miliar. Dan itu sama sekali tidak menyentuh nilai sosial ekonomi apalagi koridor etnis. Ya samalah dengan buang-buang anggaran, apa tidak lebih baik membangun sumberdaya manusia dalam bidang pendidikan misalkan. ‘Kan salah satu penyebabnya pendidikan budi pekerti kita yang tidak maksimal, ditambah banyak guru agama sendiri memahami jihad agama sebatas perang. Kan parah kalau begitu, ya Kak?
Ada perkara serius sebenarnya di negeri ini mengenai tindakan intoleransi yang sangat diharapkan bisa diselesaikan secara resolutif-permanen. Misalnya, Pembakaran gereja di Aceh, pelarangan pendirian gereja di Yogyakarta dan di Semarang, ada juga pendirian gereja yang harus mendapatkan ijin resmi dari RT hingga gubernur, entah ini termasuk penindasan atau birokrasinya yang berbelit-belit, ketidaknyamanan jemaat gereja Kristen beribadah di tempat ibadahnya sendiri karena intimidasi. Hal itu belum lagi perkara Syiah dan Ahmadiyah.
Ini hal yang sangat urgent untuk segera diselesaikan. Biar toleransi beragama ini tidak hanya sekadar jadi fantasi saja, seperti yang dikatakan Human Rights Watch (HRW) pada tahun 2017.Ini salah satu cara bagaimana mengembalikan hak-hak mereka ummat beragama. Agar nyaman beribadah dan tidak takut di negerinya sendiri.
Dengan diangkatnya kak Ayu jadi stafsus milenial presiden Jokowi di bidang toleransi, tentu ini kesempatan besar untuk dibicarakan langsung dengan pak Jokowi. Saya yakin pak Jokowi akan mendengar pendapat kak Ayu, biar dapat menarik langkah tepat untuk menyelesaikan intoleransi di negeri ini.
Kalau ini tetap berlanjut, Kak, pembuatanĀ terowongan toleransi, saya khawatir betul apa yang dikatakan paus Fransiskus,’Senua manusia di planet ini konzumen dan pemborosan dan pengrusakan lingkungan telah melampaui kapasitas planet. Beliau juga bilang, gaya hidup seperti ini cuma akan berujung pada bencana.
Yang terakhir, jika kakak belum sepenuhnya menerima pemikiran ini, saya masih berharap akan ada banyak ruang komunikasi berlanjut. Kita masih sama-sama muda yang senang berdiskusi. Sampaikan salam buat Pak Jokowi juga ya, Kak.
Terima kasih kak Ayu…
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa baratuh
Sumenep 11 Februari 2020
Jabat erat,
Moh Syahri