Surat untuk Gus Dur

Surat untuk Gus Dur

Surat untuk Gus Dur dari seorang santri yang tidak ingin suratnya dibaca Gus Dur

Surat untuk Gus Dur

Gus Dur, apa kabar?

Saya menulis surat ini jenengan, tapi tak berharap jenengan membacanya. Karena saya sadar jenengan telah benar-benar wafat. Maaf Gus, surat untuk jenengan ini tak sampai ke jenengan dan akan dibaca banyak orang, baik mengagumi atau membenci jenengan.

Saat jenengan pergi bersemayam disamping ayah dan kakek jenengan, banyak orang merasa kehilangan. Tak hanya yang mengagumi, yang menghujat jenengan pun mengucap belasungkawa. Jenengan memang telah memberi kesan yang sangat mendalam. Kontroversi dan pembelaan jenengan terhadap kelompok minoritas begitu sangat melekat dihati banyak orang.

Mungkin, orang-orang yang pernah jenengan bela kini merasa was was hidup di Indonesia. Orang-orang yang pernah menghujat jenengan juga tak merasa nyaman lagi karena tak ada sasaran. Yang mengagumi jenengan jadi bingung karena hilang panutan.

Atas kepergian jenengan, tempat persemayaman dipenuhi bunga-bunga, walau jenengan pasti tak mengharapkannya. Banyak orang ingin menyematkan jenengan jadi pahlawan nasional, walaupun bisa ditebak jenengan tak pernah menginginkannya.

Tak hanya itu, bincang-bincang tentang jenengan juga marak. Sebagian mendekatinya dengan perspektif mistis. Jenengan diidentikkan dengan angka 9, angka kesempurnaan. Wafat jenengan am 18.45 sama-sama berjumlah sembilan (1+8=9, 4+5=9), ditahun 2009 pada umur 69. Jenengan juga menyukai musik klasik Beethoven, terutama nomor 9 yang dimainkan 19 orkes dan 19 diregen.

Jadi ketua PBNU pada muktamar ke 27 (2+7=9) di Situbondo dan berakhir pada tahun 1999 saat ia jadi presiden. Jenengan pergi dari Mesir tahun 1969 dan Irak tahun 1972. Jenengan juga menghabiskan hidupnya di organisasi masyarakat terbesar yang berlambang sembilan, Nahdlatul Ulama.

Sebagian yang lain memahami jenengan dari kontroversi jenengan. Di saat semua orang tiarap, jenengan berdiri tegak mengkritisi Orde Baru. Begitu juga, saat semua orang menghujat Soeharto, jenengan justru menemuinya. Di hadapan pengagumnya, jenengan ibarat teka-teki yang harus dipecahkan. Sebaliknya, ditangan lawan jenengan, kontroversi jenengan justru jadi senjata untuk menyerang jenengan.

Gus Dur, saya ingin mendekati jenengan dalam cara yang berbeda. Saya sebenarnya tak ingin mengagumi jenengan agar mampu menangkap setiap pesan yang jenengan bawa sejak lahir hingga wafat jenengan.

Bagi saya, jenengan mengajarkan hidup damai berdampingan tanpa mempersoalkan ragam etnis, budaya dan agama.

Saya kangen jenengan, Gus.