Suku Kokoda dan Jejak Islam di Tanah Papua

Suku Kokoda dan Jejak Islam di Tanah Papua

Tak hanya Katolik, beberapa suku di Papua ternyata telah lama memeluk Islam, salah satunya suku Kokoda.

Suku Kokoda dan Jejak Islam di Tanah Papua
potret Ibu dan Anak masyarakat Suku Kokoda, Papua Barat. Foto: Dokumentasi Pribadi Umi Nuchayati

Banyak orang beranggapan bahwa penduduk asli Papua memeluk agama Kristen atau Katolik, walaupun kedua kepercayaan tersebut adalah yang dominan dianut penduduk asli Papua. Tapi rupanya tak semua penduduk asli Papua menganut dua kepercayaan tersebut. Terdapat satu suku yang merupakan suku muslim asli Papua, mereka adalah suku Kokoda.

Suku Kokoda menempati tiga wilayah di Provinsi Papua Barat yaitu di kampung Warmon Kokoda dan kampung Ruvei yang berada di Kabupaten Sorong dan pulau Siwatori yang berada di Kabupaten Sorong Selatan. Kabupaten Sorong sendiri telah mengalami pemekaran sejak 2017 lalu, yaitu menjadi Kabupaten Sorong dan Kabupaten Sorong Selatan.

Penyebaran Islam di Papua dilakukan oleh utusan dari kerajaan Ternate dan Tidore yang merupakan dua kerajaan Islam di provinsi Maluku. Tak diketahui secara pasti kapan mereka mulai penyebarannya di tanah Papua. Namun diketahui bahwa sejak Islam masuk maka mengubah banyak tradisi suku Kokoda.

Suku Kokoda sendiri adalah suku yang memiliki rekam jejak sebagai penduduk yang nomaden, mereka terbiasa berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain ketika sumber daya alam disekitarnya habis. Namun kini sudah 7 tahun suku Kokoda mulai berbenah dan mempunyai daerah tempat tingal.

Salah satu tempat yang baru dibuka bagi penduduk Kokoda adalah kampung Warmon yang tertetak di SP2 kabupaten Sorong. Kampung ini dihuni sekitar 150 kepala keluarga, namun karena suku Kokoda masih mempunyai sifat berpindah-pindah tempat yaitu dari tempat tinggal suku kokoda yang satu ke yang lain maka menjadi sangat susah menebak rata-rata jumlah penduduk Kampung.

Hal ini mengakibatkan pemerintah daerah kesulitan menentukan penduduk sipil di tempat tinggal mereka sehingga sampai 2017 lalu rata-rata dari mereka belum memunyai kartu jaminan, baik jaminan kesehatan, jaminan sekolah dan lain-lain. Tetapi hal itu sudah berhasil ditangani Pemerintah daerah sejak akhir 2017 lalu. Kini suku kokoda mulai bangkit.

Jika anda pergi ke tempat suku Kokoda maka akan banyak dijumpai ibu-ibu yang berpakaian busana muslim seperti layaknya orang jawa. Ya ketika bepergian para wanita Kokoda terbiasa memakai jilbab, seperti ke pasar, kondangan, pergi ke kota dll. Tak ubahnya masyarakat islam di Jawa, mereka juga mempunyai kekayaan budaya yang adiluhung apalagi suku kokoda merupakat masyarakat adat sehingga hukum adat merupakan yang paling dijunjung bagi masyarakat.

Seperti ketika warga suku Kokoda menikah, mereka menikah secara adat. Urusan ke KUA biasanya tak segera diurus. Tetapi karena kehebatan dakwah Islam di zaman dahulu, mereka kini melakukan ritual adat dibarengi dengan akad nikah.

Selain dari proses perkawinan ada juga yang berubah dari prosesi ketika ada orang Kokoda yang meninggal dunia. Dahulu mayat orang kokoda yang meninggal akan diangkat ke atas pohon sagu (seperti oro-oro, masyarakat kokoda menyebutnya) kemudian dibakar. Kini sejak Islam masuk, mayat dikubur seperti pada umat muslim pada umumnya.

Tak hanya dari sisi budaya, dari kesehariannya, selain memiliki ketua adat, mereka juga memiliki seorang yang ditokohkan dalam hal agama yang dipanggil bapak haji. Bapak haji biasanya bertindak sebagai imam shalat dan lain-lain. Masyarakat Kokoda tergolong religius jika dilihat dari nilai-nilai budaya,  namun di satu sisi mereka termasuk masarakat yang terkenal susah taat hukum negara.

Wallahu A’lam.