Aktivis Sudarto ditangkap terkait pelarangan perayaan Natal di dua daerah di Sumatera Barat, yakni Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya. Kita tentu saja wajib menolak penangkapan itu. Sudarto adalah aktivis lama di bidang , bukan anak kemarin sore menyuarakan isu-isu toleransi dan perlindungan hak beragama berkeyakinan di Indonesia. Lebih dari lima belas tahun ia getol menyuarakan pentingnya perlindungan hak beragama apapun agama dan keyakinannya.
Saya mengenalnya sejak ia menjadi aktivis di Kota Padang. Di kota ia mendirikan Pusaka, organisasi yang diharapkan berkontribusi memperkuat toleransi dan perlindungan kelompok minoritas. Ia termasuk penulis yang produktif dengan bahasa yang lugas dan lurus.
Sejak ia pindah ke Jakarta, kami lebih sering bertemu fisik. Tak ada yang berubah. Pikiran dan pernyataan-pernyataannya selalu kritis, menantang orang untuk berpikir, atau mungkin bikin orang salah paham. Pikiran itu juga bisa dijumpai dalam lontaran-lontaran pernyataannya di akun media sosialnya.
Ia menulis buku tentang agama-agama lokal di Indonesia. Buku yang mungkin diniatkan betapa kayanya Indonesia, dan pada saat yang sama, menunjukan titik-titik diskriminasi bagi kelompok yang sering dipandang sebagai bukan agama itu.
Akhir Desember 2019, ia menyuarakan pelarangan ibadah natal di Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, Sumatera Barat. Larangan ini merujuk Pernyataan Bersama Pemerintahan Nagari Sikabau, Ninik Mamak, Tokoh Masyarakat dan Pemuda Nagari Sikabau tanggal 21 Desember 2017 dan surat Wali Nagari Sikabau tertanggal 22 Desember 2017 dengan Nomor : 145/1553/Pem-2017.
Karena kerja kerasnya, isu ini nongkrong jadi isu nasional. Sejumlah jaringan di Jakarta ikut menyuarakan isu ini Bagi sebagian pihak, kasus itu dianggap bikin gaduh dan bisa melorotkan citra baik daerah. Sejak setahun ia memang kembali beraktivitas di Padang.
Semalam saya mendapat kabar, Sudarto ditangkap polisi dari Polda Sumatera Barat, Selasa siang (7/1). Delapan polisi mendatangi kantor Pusaka. Dengan Surat Perintah Penangkapan Nomor: SP.Kap/4/I/RES.2.5./2020/Ditreskrimsus, Sudarto diangkut ke markas mereka.
Lelaki berdarah Jawa ini disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 UU19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena pernyataan di akun media sosialnya 14 Desember 2019. Dalam surat penangkapan, penangkapan ini didasarkan atas laporan Harry Permana, Ketua Pemuda Jorong Kampung Baru, Nagari Sikabau, ke Polsek pada 29 Desember 2019.
Semalam polisi memeriksa Sudarto hingga pagi. Pengacara dari LBH Padang ikut mendampingi. Teman-teman sesama aktivis berusaha mendorong agar Darto dibebaskan. Apa yang disampaikan dalam akun media sosialnya, bagian dari kebebasan berekspresi. Itu pula cara dia menyintai bangsa ini. Di mana-mana kebebasan adalah hak dasar yang kadang-kadang harus dibayar mahal.