Pemilu 2019. Para peserta kompetisi saling berebut pilihan rakyat untuk mendapat kekuasaan. Ada yang pakai cara normal, ada yang pakai cara “nakal”. Salah satu cara “nakal” adalah meniru strategi Donald Trump dan tim suksesnya saat menang pemilu Amerika Serikat.
Emang gimana sih metodenya? Yuk, kenalan dulu sama siasat Trump berikut:
Pertama, bikin fakta palsu: Trump diberitakan New York Times sudah lama tidak berkontak dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping. Trump membantah dengan mentwit, “Aku baru saja telpon dan ngobrol seharian sama Jinping.” Ternyata, setelah dicek, tidak pernah ada telepon yang dimaksud Trump.
Kedua, menakut-nakuti rakyat: “Imigran dari Meksiko akan menguasai Amerika dan menggusur orang kulit putih!” “Awas, Islam adalah teroris yang ingin menghancurkan Amerika seperti Peristiwa 11 September 2001!”.
Ketiga, memfitnah lawan politik: Hillary Clinton dituduh penjahat kelamin dan mengincar korban anak-anak.
Keempat, menyerang lembaga terpercaya: mentwit berulang kali bahwa media terpercaya seperti New York Times adalah koran bohong utama.
Kelima, memainkan isu agama: “Kubu Demokrat menyimpang dari agama Kristen karena mendukung LGBT dan aborsi yang melawan ajaran Kristen.”
Di Indonesia, ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang entah sengaja atau tidak, memakai taktik yang mirip Trump menjelang pemilu. Kacaunya, setelah pemilu pun, ada aja yang masih berlanjut sampai sekarang. Mungkin kalian ingat siapa yang ngomong ini?
Pertama, bikin fakta palsu: “Kami menang real count!” Tapi waktu ditantang buka-bukaan metode hitung suara, ternyata nggak berani.
Kedua, menakut-nakuti rakyat: “Ada tenaga kerja asing yang masuk mengambil lapangan pekerjaan kita! Utang negara tinggi dan negara akan bubar kalau kami tidak terpilih.”
Ketiga, memfitnah lawan politik: “Calon yang lain itu komunis, anti-Islam. Kalau kubu sebelah menang, pelajaran agama dihapus, azan akan dilarang, pernikahan sesama jenis dibolehkan!”
Keempat, menyerang lembaga terpercaya: lembaga survei kredibel dibilang lembaga abal-abal. “Mereka sudah dipesan kalangan tertentu untuk menggiring opini publik.” Baru-baru ini ada yang bilang, “Media itu pembohong, jangan percaya. Media ikut merusak demokrasi di Indonesia!”
Kelima, memainkan isu agama: “Kami ini partai Allah dan mereka partai setan.” “Kalau kami tidak menang, nama Allah tidak lagi disembah di negeri ini.”
Syukurlah, Indonesia bukan Amerika. Siasat Trump itu ternyata nggak sukses diterapkan di Indonesia. Mereka yang memakai strategi itu sekarang justru ada di ambang kekalahan. Tapi kenapa?
Ternyata orang Indonesia sudah cerdas. Kita lebih suka kejujuran jadi tidak mempan kalau dibohongi. Kita cinta kebenaran, jadi hoax dan fitnah tidak laku disebarkan. Kita bangga dengan kebhinekaan, toleransi, dan hidup bersama dalam harmoni. Provokasi untuk membenci yang berbeda atau menyerang liyan tidak diterima. Akhirnya, kita adalah bangsa yang punya harapan sehingga tidak bisa ditakut-takuti.
Jadi, buat yang masih mau ikut-ikutan pakai taktik licik Trump, sudahlah, semua itu terbukti nggak laku di Indonesia tercinta ini.