Strategi Kebangkitan Islam

Strategi Kebangkitan Islam

Strategi Kebangkitan Islam

Islam sebagai agama peradaban haruslah menjadi refleksi bagi umat muslim di seluruh dunia. Nilai-nilai utama Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan keimanan, syariat agama dan akhlak, yang tersistematisasi dalam koneksi iman, Islam dan ihsan. Namun, selama ini, masyarakat muslim sering tercitrakan sebagai terbelakang dalam segala bidang.

Bagaimana membangkitkan kemajuan Islam pada abad ini? Buku karya Yusuf Effendi membongkar perspektif tentang strategi kemajuan Islam pada masa ini.  Dalam buku ‘Kebangkitan Kedua Umat Islam, Jalan Menuju Kemuliaan’, menekankan pentingnya Islam yang harus dimaknai sebagai agama yang diridhai Allah (QS Al Maidah, 5:3).

Dalam konsep ini, Islam tegak di atas tiga pilar utama: iman (akidah), Islam (syariah) dan ihsan (akhlak). Islam sebagai ajaran yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad, dengan sumber literasi al-Qur’an yang dijalankan secara kaffah oleh umatnya. Penulis buku ini, menganjurkan pentingnya meneladani strategi yang ditempuh Rasul dalam membangun masyarakat madani di Madinah, maka akhlak menjadi pilar utama yang harus dikokohkan.

Buku ini menawarkan perspektif betapa Islam pada masa Khalifah Rasyidah, menganut konsep demokrasi secara khusus. Demokrasi selaras dengan Islam, yang ditandai dengan konsep pemerintahan yang kebijakannya ditetapkan melalui musyawarah. Akhlak para pemimpin menjadi basis demokrasi pada masa itu. Para pemimpin, atau Khalifah Rasyidah menjaga kesetaraan hingga kebebasan berpendapat terjamin. Islam tidak terjerumus menjadi agama pembenar teokrasi. Hal ini, tercermin dalam keseluruhan narasi dari kebijakan para pemimpin penerus nabi, Khalifah Rasyidah.

Pergeseran Paradigma

Apa yang kita hadapi saat ini, dalam sambutan Sri Edy Swasono, bukanlah sekedar pergeseran gerak pendulum (shift of pendulum), melainkan pergeseran bandul jam paradigma (shift of paradigms). Atau, dengan kata lain, bukan sekedar pergeseran dari ekonomi terkendali, ke ekonomi pasar bebas atau dari ekonomi sosialistik, ke ekonomi kapitalistik atau sebaliknya, karena pergeseran paradigma tersebut merupakan isyarat kuat, untuk menetapkan ‘jalan lain’ atau ekonomi jalan ketiga”.

Dalam sambutannya, Prof. Dr Sri Edi Swasono mengungkap pentingnya jalan ketiga sebagai alternatif untuk seluruh masyarakat Indonesia. Bahkan, ekonomi jalan ketiga inilah, oleh Bung Hatta, dianggap sebagai ‘jalan lurus’, yakni jalan Pancasila dalam berekonomi, “dengan pemihakan yang jelas kepada masyarakat atau kepada ummat, khususnya kaum lemah”.

Tentu konsep ekonomi ini, terinspirasi dari penjelasan hadits Nabi Muhammad, bahwa “manusia berserikat dalam tiga hal: air, api dan rumput” (HR. Abu Dawud). Konsep berserikat ini merupakan wujud dari paham kebersamaan, berserikat sebagai wujud pengaturan dalam bermusyawarah.

Haidar Bagir, dalam pengantar buku ini, mengungkapkan pentingnya membangun masyarakat berilmu dan beretika. Sebagaimana yang menjadi fokus dalam buku karya Yusuf Efendy ini. Dalam ungkapan Haidar, bahwa masyarakat ilmu perlu dilandasi oleh akhlak atau etika, sebagai bagian yang terintegrasi dengan Islam dan iman. Berislam merupakan kewajiban syariah secara lahiriah, sedangkan beriman menjadi bagian dari konsepsi kepemilikan keyakinan akan kebesaran Allah.

Yusuf Effendi mengisahkan betapa pentingnya Islam sebagai agama yang menyeimbangkan konsep keimananan, syariah dan akhlak. Konsep permusyawaratan, menjadi bagian utama dari nilai-nilai strategis dalam Islam, sebagaimana yang tergambar pada masa awal Islam.

Pada masa Abu Bakar, konsep permusyawaratan itu dimulai, kemudian dikembangkan secara terstruktur pada masa Umar. Dalam suratnya kepada Al-Asy’ary, Umar ibn Khattab menegaskan bahwa “perkara hukum kau putuskan sendidi, tidak perlu tanya-tanya kepada Khalifah,” tegas Umar. Konsepsi ini diterapkan Umar ketika mengendalikan wilayah Mesir, Palestina, Syam, Irak dan Persia.

Penulis buku ini menyatakan bahwa strategi paling besar peluang suksesnya, adalah strategi back to akhlak atau jihad ilmu. “Kemuliaan kaum Muslim terletak pada agamanya, sementara akhlak merupakan pilar ketiga dari agama” (hal. 469). Yusuf Effendi menganjurkan pentingnya pembaruan strategi, yakni integrasi empat pilar peradaban: politik, ekonomi sosial, budaya dan pertahanan. Inilah jalan panjang untuk membangkitkan Islam pada masa kini, pada abad teknologi. []

Info Buku:

Yusuf Effendy  | Kebangkitan Kedua Umat Islam, Jalan Menuju Kemuliaan
Penulis:
Penerbit: Noura, 2015
Tebal: xlix+557 | ISBN: 978- 602- 0989- 34- 1

 

*Munawir Aziz, peneliti dan editor, bergiat di Jaringan Media Aswaja dan Gerakan Islam Cinta (Twitter: @munawiraziz)