Sindrom Merasa Paling Islami yang Menjangkiti Saudara Muslim Kita

Sindrom Merasa Paling Islami yang Menjangkiti Saudara Muslim Kita

Merasa paling islam dan paling benar, kerap kita tidak sadar akan hal itu

Sindrom Merasa Paling Islami yang Menjangkiti Saudara Muslim Kita

Sama saja menjadi buruh dan ustadz(ah). Tidak ada yang lebih hebat atau lebih islami. Membandingkan satu hal dengan yang lainnya dengan cakupan wilayah kerja dan problematika berbeda, tentu tidak adil. Menjadi buruh (dimana pun) atau pemimpin agama sama saja, yang penting asas kemanfaatan bagi masyarakat, bukan posisinya

Kalau masih butuh dalil, cukuplah sabda Rasulullah menjadi pegangan bahwa khairunnas anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat kepada sesamanya. Jadi, apapun pekerjaan kita jika memberi manfaat bagi sesama tentu mendapatkan ganjaran, walaupun pekerjaan sangat kecil (dzarrah) misal memindahkan duri dari jalan.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sekecil apa pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula,“ begitulah firman Allah dalam surah al Zalzalah ayat 7-8.

Kesalehan Sosial

Hal ini sekaligus memberikan kesempatan kepada semua manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat), karena dengan demikian kita bisa saling mengasihi dan saling menyayangi. Nampaklah bahwa sesungguhnya Islam tidak hanya mengurusi urusan manusia dengan Allah (kesalehan individual), tetapi muslim yang baik mampu menjaga hubungan sosialnya kepada sesama manusia dan seluruh makhluk (kesalehan sosial).

Jika kita memandang bahwa hanya orang yang selalu berhubungan baik (rajin salatnya, tidak isbal celananya dan hidupnya cenderung nyunnah-nyunnah lainnya) kepada Allah yang pasti dan paling layak memperoleh surga, bagaimana kita menjelaskan kisah populer seorang yang berprofesi pelacur memberi minum seekor anjing, lalu wafatnya memperoleh surga?

Kesalehan sosial salah satu aspek yang harus dipegang siapa pun yang mengaku beragama Islam. Orang yang memiliki kesalehan sosial yang baik akan memiliki kontrol diri (self kontrol) dan perilaku moral (akhlak) yang baik pula.

Innama bu’itstu liutammima makarimal akhlaq. Aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq. Begitu sabda Rasulullah. Akhlak apa yang dimaksud? Allah mempertegas maksud dalam surah Al anbiya’ ayat 107 yang berbunyi wamaalnaka illa rahmatan lil’alamin (Dan tiadalah Kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta alam).

Jika kemudian ada muslim yang mengganggu seseorang (mengolok, mengintimidasi, diskriminasi dan perbuatan keji lainnya), sungguh benar perkataan seorang Ibu di Car Free Day Jakarta hari minggu lalu “Muslim macam apa kalian itu?”. Wallahu ‘alam bishawab.