YOGYAKARTA, ISLAMI.CO – Simposium Best atau Beda Setara Jaringan GUSDURian tahun 2024 secara resmi dibuka di Convention Hall Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Pembukaan forum tersebut ditandai dengan alunan angklung yang dimainkan oleh Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid atau Alissa Wahid, Direktur Pendidikan Tinggi Islam Kementerian Agama Ahmad Zainul Hamdi, Rektor UIN Sunan Kalijaga Noorhaidi Hasan, Koordinator Seknas Jaringan GUSDURian Jay Akhmad, Kepala Bidang dan Ketua Tim HDI KUB Kanwil Kemenag DIY Nur Ahmad Ghozali, Ketua PWNU DIY KH Ahmad Zuhdi Muhdlor, serta sejumlah tokoh agama dan kepercayaan.
Koordinator Sekretariat Nasional Jaringan GUSDURian, Jay Akhmad menyampaikan bahwa simposium ini bertujuan memperjuangkan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) sebagai hak konstitusi yang harus dijamin, tidak hanya dalam bentuk harmonisasi semata. Simposium ini menghadirkan tokoh agama, praktisi KBB, dan civitas akademika untuk merumuskan strategi baru serta rekomendasi bagi penguatan gerakan KBB di Indonesia.
“Kami meyakini ini menjadi salah satu upaya bagaimana isu KBB harus terus dikampanyekan, dibicarakan banyak orang,” ujarnya.
Acara ini diharapkan dapat menjadi ruang untuk memperdalam, memperluas, dan memperkuat jaringan gerakan KBB. “Ada tiga hal yang dilakukan, memperdalam di tingkatan basis, memperluas di tingkatan jejaring, dan memperkuat di level kebijakan,” paparnya.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Noorhaidi, menyatakan bahwa semangat “Beda Setara” yang digagas Jaringan GUSDURian telah menjadi nilai yang lekat dengan UIN Sunan Kalijaga.
“Ketika gagasan penyelenggaraan ini disampaikan kepada saya, saya langsung menyambut baik dan mendukung 100 persen penyelenggaraan ini, karena DNA UIN Sunan Kalijaga adalah Beda Setara,” jabar dia.
Sementara itu, Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid menyampaikan bahwa urgensi menggaungkan isu KBB di ranah publik. Ia menyebut, gagasan Bhineka Tunggal Ika belum sepenuhnya tercermin dalam perlindungan hak beragama bagi seluruh warga negara.
“Kita selalu membanggakan slogan Bhineka Tunggal Ika, namun realitanya pemenuhan hak beragama belum merata. Dengan simposium ini, kita berharap dapat mempertajam strategi untuk mencapai pemenuhan hak warga negara yang utuh,” tegasnya.
Acara pembukaan diikuti dengan penandatanganan MoU Tri Dharma antara UIN Sunan Kalijaga dan Yayasan Bani KH Abdurrahman Wahid. Simposium ini kemudian berlanjut dengan diskusi tematik sesi 1 tentang “Kebebasan Beragama Berkeyakinan: Janji Konstitusi dan Silang Sengkarut Kebijakan” yang membuka dialog mengenai berbagai tantangan KBB. Diskusi berlanjut ke sesi 2, “Suara Komunitas: Perjuangan Menuntut Hak”.
Diskusi ini kemudian akan berlanjut pada Jumat (15/11/2024) yang dibuka dengan sesi 3. Sesi berikutnya mengeksplorasi “Persilangan Ketidakadilan: Kebebasan dan Isu Sosial Kritis”, disusul dengan diskusi paralel tiga komisi yang akan mengidentifikasi terobosan baru dalam isu KBB.
Rangkaian diskusi dalam simposium menghadirkan sejumlah narasumber seperti Inayah Wahid, Asfinawati, Dewi Candraningrum, Ihsan Ali Fauzi, Beka Ulung Hapsara, MY Esti Wijayati, Ahmad Zainul Hamdi, Pdt. Natael Hermawan, Imam Maliki, Firdaus Mubarik, Dian Jennie Cahyawati, Suaib Prawono, Andreas Harsono, Mayadina R. Musfiroh, dan Iklilah Muzayyanah.
Simposium ini nantinya akan menghasilkan rekomendasi yang diharapkan dapat memberikan panduan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan hak beragama dan berkeyakinan di Indonesia.