Siapakah yang Berhak Memberikan Hidayah?

Siapakah yang Berhak Memberikan Hidayah?

Jika hanya Allah yang berhak memberikan hidayah, Apakah sia-sia semua ajakan dan usaha kita agar mereka kembali ke jalan yang benar atau untuk memeluk Islam?

Siapakah yang Berhak Memberikan Hidayah?
Yang harus diperhatikan dalam keputusan keagamaan adalah, bagaimana keputusan memiliki efek atau tidak ke masyarakat bawah. Source: NDTV.com

Ketika kita bertemu dengan seseorang yang berbuat jahat dengan kita atau melakukan hal-hal yang tidak kita sukai sering kali berkata pada diri sendiri.

“Sabar, doakan saja dia mendapat hidayah.”

Atau ketika ada orang lain yang bernasib sama kemudian orang tersebut mengeluarkan keluh kesahnya kepada kita, kita juga akan selalu berkata demikian.

Lalu, siapa sebenarnya yang berhak memberikan hidayah?

Dalam al-Quran terdapat sebuah ayat yang menjelaskan bahwa tidak ada yang bisa memberikan hidayah kecuali Allah Swt.

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Sesungguhnya  kamu  tidak  akan  dapat  memberi  petunjuk kepada  orang  yang  kamu kasihi,  tetapi  Allah  memberi  petunjuk  kepada  orang  yang  dikehendaki-Nya,  dan  Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” ( Q.S.Al-Qashash : 56 ).

Ayat di atas turun ketika Rasulullah Saw meminta kepada Allah agar memberikan hidayah kepada pamannya yang bernama Abu Jahal. Sayangnya, Allah menegur Rasul dan menolak mentah-mentah permintaanya dengan menurunkan Q.S. Al-Qashash ayat 56 di atas.

Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang telah berbuat jahat dengan kita atau saudara-saudara kita yang masih belum memiliki keinginan untuk memeluk Islam? Apakah sia-sia jika kita mengajak mereka kembali ke jalan yang benar atau mengajak mereka memeluk Islam?

Dalam surat Asy-Syura ayat 52 dijelaskan bahwa Rasul diperintahkan untuk memberikan hidayah ke jalan yang lurus.

وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.S. Asy-Syuura : 52).

Dari kedua ayat di atas sekilas terjadi kontradiksi. Yang pertama mengatakan bahwa tidak ada yang bisa memberikan hidayah kecuali Allah, namun dalam ayat yang kedua malah memerintah Rasul memberikan hidayah ke jalan yang lurus.

Fakhruddin ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan perbedaan kata hidayah dalam kedua ayat di atas. Ar-Razi mengatakan bahwa kata ‘hidayah’ dalam ayat pertama (al-Qashash: 56) menunjukkan arti taufiq, yakni pertolongan Allah. Dan hanya Allah lah yang berhak memberikannya.

Sedangkan ‘hidayah’ dalam ayat kedua bermakna dakwah atau ajakan, yang bisa dilakukan oleh semua manusia.

Kedua ayat ‘hidayah’ diatas menunjukkan bahwa sebelum mencapai hidayah yang menjadi perogratif Allah, terlebih dahulu, seseorang diajak atau diajarkan hal-hal yang benar. Setelah itu kita pasrahkan semuanya kepada Allah. Apakah Allah akan memberikan kesadaran untuk berubah atau tidak kepada orang tersebut, itu hak Allah. Akan tetapi sebagai manusia biasa kita tetap harus berusaha untuk membantu dan merubah dengan ajakan yang baik. Bukan malah membiarkan begitu saja. Karena hidayah Allah tidak akan bisa turun tanpa hidayah manusia.

Wallahu A’lam