Shalat Tarawih di Melbourne Ternyata 23 Rakaat

Shalat Tarawih di Melbourne Ternyata 23 Rakaat

Shalat tarawih di Australia ternyata tidak jauh berbeda dengan di Indonesia.

Shalat Tarawih di Melbourne Ternyata 23 Rakaat

Di Australia, ada yang memulai puasa besok hari Senin sesuai keputusan Mufti Australia; namun ada pula yang memulai hari Selasa.

Saya ikut masjid di dekat rumah yang mulai tarawih malam ini. Untuk memastikannya saya hubungi Imam Masjid, dan mendapat konfirmasi tarawih digelar malam ini. Emir Sultan Mosque ini didirikan oleh komunitas Turki. Mereka bermazhab Hanafi. Tarawihnya 23 rakaat.

Saya senyum-senyum sendiri, “Wah NU banget ini!” Masjid lain di Melbourne boleh jadi tarawihnya berbeda dengan masjid ini.

Perbedaan dengan tradisi NU: shalat tarawih dalam mazhab Hanafi dilakukan dalam format 4 rakaat, dan setiap rakaat kedua, membaca tasyahud awal. Di sela-sela tarawih bersama-sama jamaah membaca salawat Nabi.

Setelah 8 rakaat, terlihat sejumlah pihak keluar dari jamaah dan pulang ke rumah untuk shalat witir. Inilah toleransi keragaman di masjid ini. Yang 23 jalan terus, yang 8 rakaat juga tidak bikin ribut. Selesai 20 rakaat tarawih beberapa orang juga keluar dari masjid untuk pulang. Mereka boleh jadi mengakhirkan witirnya nanti saat sahur biar bisa meneruskan qiyamul lail di rumah.

Saat shalat witir 3 rakaat, perbedaannya di rakaat kedua mereka tetap duduk tasyahud awal, dan saat rakaat ketiga, imam membaca surat al Ikhlas lantas takbir. Tapi mereka tetap berdiri tidak ruku’. Witir dalam mazhab Hanafi membaca qunut di rakaat ketiga sebelum ruku’, bukan sesudah ruku’. Membaca doa qunutnya pun sendiri-sendiri tidak dipimpin imam. Baru setelah itu imam takbir lagi untuk ruku’.

Begitulah perbedaan pelaksanaan tarawih dan witr berdasarkan mazhab Hanafi. Saya yang berasal dari tradisi mazhab Syafi’i mengikuti Imam yang bermazhab Hanafi, di negara sekuler seperti Australia. Tidak ada masalah. Apapun mazhabnya, semua sama-sama shalat menghadap kiblat. Hanya mereka yang sumbu-pendek saja yang akan reaktif dan menyalah-nyalahkan orang lain.

Marhaban Ya Ramadan.

Boleh jadi ini Ramadan terakhir untuk kita. Mari kita mengemis cinta dan kasih sayangNya. Semoga Allah kuatkan, mudahkan, dan bersihkan…

Al-fatihah….

Tabik,

Nadirsyah Hosen
Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School