Tulisan ini bagian kecil kisah pencarian seorang santri tentang pola atau cara shalat Rasulullah khususnya terkait bacaan surat-surat Al-Qur’an yang dibaca di dalam ibadah shalat.
Disebutkan ada beberapa riwayat hadis terkait surat-surat yang dibaca Rasulullah SAW ketika shalat. Pertama, riwayat dari Abī Hurayrah dijelaskan bahwa Rasulullah saw shalat subuh pada hari Jum’at setelah membaca al-Fātiḥah membaca surat alif-lām-mīm – tanzil atau disebut juga surat al-Sajdah pada rakaat pertama. Sedangkan pada rakaat kedua, Rasulullah saw membaca surat al-Insān atau disebut juga surat al-Dahr.
Kedua, riwayat dari al-Nu’mān bin Basyīr dijelaskan bahwa Rasulullah ketika shalat Jum’at membaca surat al-Jumu’ah dalam rakaat pertama dan surat al-Ghāsyiyah dalam rakaat kedua. Riwayat lain disebutkan surah al-Munāfiqūn dalam rakaat kedua.
Ketiga, riwayat dari al-Laitsī dijelaskan bahwa ketika shalat hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Rasulullah saw membaca surat Qāf pada rakaat pertama dan surat al-Qamar pada rakaat kedua.
Paling tidak, 3 (tiga) poin ini yang dilacak dan diamati oleh sang santri dalam beberapa tahun. Mushalla atau Masjid manakah yang mampu menerapkan secara kontinyu pelaksanaan shalat sebagaimana Rasulullah praktikkan?
Pencarian saya pun sampai pada dua Masjid termulia di dunia yaitu Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah. Hari demi hari dilalui shalat demi shalat dinikmati sang santripun belum menemukan praktik shalat yang dapat dijadikan rujukan terkait bacaan dalam shalat.
Padahal beberapa tahun lalu di Masjid yang sama, kami masih bisa menikmati adanya sujud tilawah dalam shalat subuh hari Jum’at, karena surat yang dibaca adalah surat al-Sajdah. Namun, di tahun ini kami harus kecewa karena ternyata surat-surat Al-Qur’an yang dibaca di dalam shalat adalah cuplikan ayat-ayat tertentu dari surat-surat tertentu, bukan satu surat utuh. Tidak ditemukan pula adanya sujud tilawah.
Pengalaman ini spontan mengingatkan sang santri pada pelaksanaan shalat di tanah airnya yaitu membaca potongan-potongan ayat dalam surat-surat tertentu, bukan satu surat utuh.
Pada akhir perjalanan sang santripun hanya tertegun dan bertanya-tanya kapan sunnah Rasulullah saw terkait bacaan shalat ini dapat dinikmati lagi di dua Masjid utama panutan Muslim sedunia ? Bila bukan kita yang mempraktikkan, siapa lagi?
Wallahu a’lam.
(Lilik Ummi Kaltsum/M. Najib Tsauri)