Dalam beberapa teks hadis disebutkan bahwa lewatnya perempuan di hadapan laki-laki yang sedang shalat dapat membatalkan shalatnya. Tidak hanya itu, perempuan bahkan disebutkan berdampingan dengan anjing dan dan keledai.
Salah satunya hadis riwayat Abu Hurairah:
عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْمَرْأَةُ، وَالْكَلْبُ، وَالْحِمَارُ
Nabi SAW bersabda “Shalat seseorang bisa batal (jika lewat di depannya) perempuan, anjing, dan keledai.” (HR Ibnu Majah)
Selain Ibnu Majah, Imam Muslim (Bab Shalat no 511) dan Imam Ahmad (Musnad Ahmad no 16355, 20049) juga meriwayatkan hadis ini. Dalam az-Zawaid disebutkan bahwa sanadnya sahih dan Imam Bukhari pernah berhujjah dengan semua perawinya.
Dalam riwayat lainnya disebutkan bahwa yang membatalkan shalat hanyalah perempuan balig yang sudah haid. Sedangkan anak perempuan yang belum balig tidak masuk kategori ini. Dari Ibnu Abbas Ra, Rasulullah SAW bersabda:
يَقْطَعُ الصَّلَاةَ الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ، وَالْمَرْأَةُ الْحَائِضُ
“Shalat seseorang bisa batal (jika lewat di depannya), anjing hitam dan perempuan yang (sudah) haid (baligh)” (HR Ibnu Majah)
Lalu, jika perempuan, anjing dan keledai lewat di hadapan orang shalat, apakah shalatnya batal dan harus diulang?
Untuk memahami hadis ini, kita perlu membandingkannya dengan hadis-hadis lainnya. Karena banyak pula riwayat yang menyatakan ketiga hal itu tidak membatalkan shalat orang yang dilewatinya.
Aisyah RA pernah menyangkal perkataan sahabat yang menyetarakan perempuan dengan anjing dan keledai. Ia menyatakan bahwa ia pernah tidur di hadapan Rasulullah SAW yang sedang shalat, namun keberadaannya tidak membuat shalat Rasulullah menjadi batal.
عائشة قالت: بئسما عدلتمونا بالحمار والكلب لقد رأيت رسول الله يصلي وأنا معترضة بين يديه فإذا أراد أن يسجد غمز رجلي فضممتها إلي، ثم يسجد
“Aisyah berkata : Alangkah jeleknya kalian menyetarakan kami dengan keledai dan anjing. Sungguh aku telah melihat Rasulullah SAW shalat sedangkan saya melintang antara beliau dan kiblat. Apabila beliau hendak sujud, beliau meraba kakiku, maka aku pun menarik kakiku, lalu beliau sujud.” (HR Abu Daud)
Selain pernyataan Aisyah, ada pula riwayat lain yang menyatakan bahwa ada perempuan yang pernah lewat di hadapan Nabi dan para sahabat yang sedang shalat, saat itu ada tombak kecil yang ditancapkan di depan kiblat. Namun perempuan itu tidak menyebabkan shalat Nabi dan para sahabat batal.
حدثنا حفص بن عمر، حدثنا شعبة، عن عون بن أبي جحيفة، عن أبيه، أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى بهم بالبطحاء وبين يديه عنزة الظهر ركعتين، والعصر ركعتين، يمر خلف العنزة المرأة والحمار
“Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Aun bin Juhaifah berkata, aku mendengar Bapakku, bahwa Nabi SAW pernah melaksanakan shalat bersama para sahabat di daerah Bathha`, dan di hadapan beliau ditancapkan sebuah tombak kecil. Beliau mengerjakan shalat Zhuhur dua rakaat dan shalat Ashar dua rakaat, sementara wanita dan keledai berlalu lalang di hadapannya.” (HR Bukhari dan Abu Daud)
Selain Aisyah, Ibnu Abbas juga menyatakan bahwa keledai dan perempuan tidak membatalkan shalat.
عن أبي الصهباء، قال: تذاكرنا ما يقطع الصلاة عند ابن عباس، فقال جئت أنا وغلام من بني عبد المطلب على حمار ورسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي، فنزل ونزلت وتركنا الحمار أمام الصف، فما بالاه وجاءت جاريتان من بني عبد المطلب، فدخلتا بين الصف فما بالى ذلك
“Dari Abu As Shahba` dia berkata; “Kami membiacarakan mengenai sesuatu yang dapat memutuskan shalat di samping Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas berkata; “Aku pernah datang bersama seorang budak dari Bani Abdul Mutthalib dengan mengendarai seekor keledai, dan Rasulullah SAW sedang melaksanakan shalat, maka budak itu turun, aku pun ikut turun lalu aku biarkan keledai tersebut di depan shaf, namun beliau tidak menghiraukannya. Setelah itu datang pula dua orang budak wanita dari Bani Abdul Mutthalib, lalu keduanya masuk ke dalam shaf, namun beliau tetap tidak menghiraukannya.” (HR Abu Daud)
Mengenai hal ini, Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Syafii, dan ulama salaf serta ulama khalaf berkata “Tidak membatalkan shalat lewatnya ketiga hal tersebut (anjing, perempuan dan keledai) serta sesuatu apapun selain itu. Adapun maksud dari membatalkan shalat dalam hadis ini bukanlah membatalkan shalat secara hakiki, melainkan mengurangi kekhusyukan shalat karena hati disibukkan dengan sesuatu yang lewat di hadapannya. (Lihat Syamsul Haq al-Adzhim Abadi, ‘Aunul ‘Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, (Beirut, Daarul Fikr, 2003), h. 298).
Jika kita perhatikan lagi, beberapa hadis di atas menyatakan bahwa Rasulullah SAW menancapkan tombak kecil di arah kiblat yang digunakan sebagai satir (penghalang). Dengan adanya penghalang tersebut diharapkan orang yang shalat tidak disibukkan dengan apa yang lewat di hadapannya.
Berdasarkan hadis-hadis di atas, Rasulullah SAW tidak mengulangi shalatnya meskipun ada perempuan yang lewat di hadapannya. Meskipun demikian, perlu kita ingat pula bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang paling khusyuk shalatnya. Kekhusyuan shalat beliau tentu saja tidak terganggu hanya karena ada sesuatu yang lewat di hadapannya. Berbeda dengan umat muslim yang lainnya, mungkin saja kekhusyuan dalam shalat bisa lenyap karena ada perempuan yang lewat di hadapannya.
Jika illat hadis ini adalah “hilangnya kekhusyuan shalat”, maka bukan perempuan saja yang bisa menjadi penyebab hilangnya kekhusyuan shalat laki-laki. Laki-laki yang lewat di hadapan perempuan yang shalat pun bisa membuat shalat perempuan tersebut menjadi tidak khusyuk. Hanya saja mungkin hal ini lebih banyak terjadi pada laki-laki.
Di masa Nabi bahkan ada sahabat laki-laki yang sengaja shalat di shaf paling belakang, agar saat ruku’ ia bisa melihat perempuan cantik yang shalat tepat di belakangnya. Sebagaimana hadis riwayat Ibnu Abbas:
كَانَتْ امْرَأَةٌ تُصَلِّي خَلْفَ رَسُولِ اللهِ ﷺ حَسْنَاءَ مِنْ أَحْسَنِ النَّاسِ، فَكَانَ بَعْضُ القَوْمِ يَتَقَدَّمُ حَتَّى يَكُونَ فِي الصَّفِّ الأَوَّلِ لِئَلاَّ يَرَاهَا، وَيَسْتَأْخِرُ بَعْضُهُمْ حَتَّى يَكُونَ فِي الصَّفِّ الْمُؤَخَّرِ، فَإِذَا رَكَعَ نَظَرَ مِنْ تَحْتِ إِبْطَيْهِ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى {وَلَقَدْ عَلِمْنَا الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنْكُمْ وَلَقَدْ عَلِمْنَا الْمُسْتَأْخِرِينَ}.
Dari Ibnu Abbas berkata: Dahulu ada seorang wanita cantik yang shalat di belakang Rasulullah SAW. Ia termasuk perempuan paling rupawan. Sebagian orang maju hingga berada di shaf pertama agar tidak melihatnya dan sebagian lainnya justru mundur hingga berada di shaf terakhir. Maka apabila ruku, ia (laki-laki tersebut) melihat perempuan itu dari bawah kedua ketiaknya. Lalu Allah menurunkan: “Dan sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada-mu dan sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (dari padamu).” (Al Hijr: 24) (HR at-Tirmidzi –Hadis ini sahih sebagaimana dinyatakan oleh Imam at-Tirmidzi)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa khusyuk dalam shalat adalah sunnah. Oleh karena itu, bagi yang berpijak pada pendapat mayoritas ulama ini, ketika seseorang merasa shalatnya tidak khusyuk disunnahkan baginya untuk mengulangi shalatnya.
Namun ada pula sebagian ulama yang berpandangan bahwa khusyuk dalam shalat adalah wajib. Sehingga wajib hukumnya untuk mengulangi shalat apabila tidak khusyuk melaksanakannya.
Wallahu a’lam bisshawab